Puncak Hoza, wahana wisata alam yang berlokasi di Desa Kampung Yaman, Labuhanbatu Utara, resmi ditutup pada tanggal 3 Juli 2017. Pasalnya, pengelola Puncak Hoza merasa terlalu banyak pungutan dari beberapa oknum yang ditujukan kepada pengelola Puncak Hoza maupun pengunjung. Sehingga pengelola memutuskan untuk menutup Puncak Hoza hingga masalah ini selesai. Padahal wahana wisata di provinsi Sumatera Utara tersebut sedang naik daun belakangan ini.
Baca juga : Menikmati Pantai Wohkudu Yogyakarta : Surga Tersembunyi di Gunung Kidul
Tidak hanya berhenti di pungutan uang rokok saja, tapi konflik juga semakin menjalar pada permasalahan lahan parkir yang juga tak kunjung selesai. Bahkan pihak pengelola juga telah meminta bantuan dan mencari solusi bersama Kepala Desa setempat. Solusi belum ditemukan, tapi pengelola kembali didatangi oknum lain yang juga meminta pungutan.
“Sebenarnya inilah yang menjadi masalah mendasar bagi kami. Jika terus menerus seperti ini kami terus terang tidak sanggup,” terang salah satu pengelola Puncak Hoza, Rory, kepada Travelingyuk. Karena menurutnya, penghasilan yang didapat belum terlalu besar, tapi permintaan nominal uang rokok dari oknum-oknum tersebut nominalnya semakin bertambah dari waktu ke waktu.
Sebelum hari raya Idul Fitri, solusi sudah ditemukan. Keputusannya adalah tiket masuk menjadi tiket terusan. Tapi ternyata masalah juga belum selesai, oknum-oknum yang datang semakin ramai dan juga menarik pungutan kepada pengunjung. Hal tersebutlah yang sangat disayangkan oleh pihak pengelola Puncak Moza. Melihat masalah tersebut, pengelola memutuskan untuk kembali berdiskusi dengan perangkat desa Kampung Yaman.
Dari hasil pertemuan pengelola dengan perangkat desa setempat yang kedua, tiket terusan yang sebelumnya sudah dicetak diambil alih oleh pemuda setempat dengan pengawasan kepala desa. Tidak hanya menangani tiket, tapi pemuda setempat juga turut dipekerjakan pada wahana wisata Puncak Hoza. Keputusan itu disetujui oleh pihak pengelola. Dengan pertimbangan, memberi jalan tengah dalam bentuk membuka lapangan pekerjaan baru.
Hal tersebut yang mengakibatkan tarif wisata di Puncak Moza terbagi dua. Karena tarif sebesar Rp15 ribu yang dipungut di bawah hanya untuk menggaji para pemuda setempat yang turut bekerja. Karena itu, pengelola puncak Moza diminta untuk memberi tarikan tarif baru dengan nominal yang sama kepada pengunjung yang ingin berfoto di spot rumah pohon, love view, juga sarang burung.
Sayangnya, walaupun pengelola telah menempuh win-win solution pungutan tersebut tidak juga berhenti. Bahkan hingga tiga hari setelah hari raya Idul Fitri pungutan liar masih saja berlanjut. Untungnya pengelola masih mendapatkan omset karena banyaknya pengunjung yang datang.
Tapi seperti keberuntungan tidak lagi berpihak kepada pengelola Puncak Moza. Hari keempat setelah hari raya Idul Fitri dan seterusnya, omset dan intensistas pengunjung terus menerus turun. Tapi pungutan tetap saja datang kepada pengelola Puncak Moza. Sehingga keputusan terbaik yang bisa diambil oleh pengelola adalah menutup lokasi wisata tersebut untuk sementara waktu dan mengharapkan perhatian dari instansi terkait terhadap masalah ini.
Menurut salah satu pengelola Puncak Hoza, Rory, lokasi wisata ini akan kembali dibuka pada Agustus 2017. “Sembari kami persiapkan dan matangkan untuk fasilitas wahana yang ada. Juga memasang perangkat-perangkat penngamanan untuk pengunjung,” ujar Rory. Untuk menghindari masalah tersebut terjadi lagi, dirinya mengatakan akan menggandeng kerja sama dengan pihak donatur atau instansi terkait untuk turut bergabung mengembangkan Puncak Moza.
Sabar ya buat kamu yang sudah merencanakan liburan ke Puncak Hoza, semoga permasalahan pungutan liar ini segera berakhir. Pernahkah mengalami hal serupa di tempat wisata yang kamu kunjungi? Next