Dua mahasiswi yang tergabung dalam tim The Women of Indonesia’s Seven Summits Expedition Mahitala-Universitas Parahyangan Bandung, mencapai ketinggian 7.000 mdpl di Gunung Everest. Namun ini belum menjadi pencapaian yang ingin dikejar duo Fransiska Dimitri dan Mathilda Dwi Lestari. Karena target Dimitri dan Mathilda mendaki Everest lanjut pada ketinggian 7.400 mdpl. Saat ini keduanya masih menjalani program aklimatisasi atau adaptasi cuaca sebelum mendaki lebih tinggi lagi.
Baca juga : 5 Kuliner Wajib Coba di Beppu Prefektur Oita, Ada yang Halal Loh
Aklimatisasi Dimulai Sejak Akhir April
Dalam program aklimatisasi, mereka harus kembali ke Everest Base Camp Tibet setiap mencapai ketinggian tertentu. Begitupun berlaku untuk tahap selanjutnya, setelah mencapai ketinggian 7.400 mdpl mereka harus kembali ke Base Camp. Hal ini digagaskan untuk dapat memaksimalkan proses aklimatisasi tersebut.
Kondisi di ketinggian 7.000 mdpl berbeda dengan kondisi ketinggian rata-rata. Kadar oksigen hanya berkisar sekitar sepertiga dari biasanya di dataran rendah. Karena itulah proses aklimatisasi sangat diperlukan. Proses aklimatisasi tahap terakhir tersebut telah dimulai sejak 26 April 2018 lalu di Everest base Camp. Di hari yang sama, Dimitri dan Mathilda langsung melanjutkan perjalanan ke Intermediate Camp di ketinggian 5.800 mdpl.
Perjalanan kemudian berlanjut pada tanggal 27 April 2018, duo srikandi ini mencapai Advanced Base Camp (ABC) di ketinggian 6.400 mdpl. Untuk mencapai ABC, memerlukan waktu pendakian sekitar 7 jam. Rute pendakian tersebut merupakan jalur spektakuler di Himalaya. Melintasi Sungai Es Morain dan pemandangan balok-balok es besar di sisi jalur pendakian.
Selama proses aklimatisasi dan menginap di ABC hingga 30 April 2018, mereka harus tidur dengan menggunakan bantuan tabung oksigen. Tabung tersebut mengalirkan 0,5 liter oksigen per menit. Setelah dari ABC, Mathilda dan Dimitri melanjutkan perjalanan mencoba ke North Col sebelum mencapai 7.400 mdpl. Next