Teman travel pernah ke Gedung Sate? Ada yang tahu berapa jumlah bulatan ditusukan Gedung Sate? Ya, ada enam buah. Ternyata jumlah bulatan tersebut menunjukkan jumlah biaya yang dibutuhkan untuk membangun gedung sate, yaitu enam juta gulden. Tidak hanya biaya yang fantastis, arsitektur dan sejarah panjang gedung sate merupakan hal yang menarik. Namun, tidak banyak orang yang tahu karena akses ke dalam Gedung Sate terbatas untuk umum. Oleh karena itu, Desember 2017, Pemerintah Jawa Barat meresmikan museum Gedung Sate.
Baca juga : Pantai Watu Bale di Pacitan, Punya Jembatan Ekstrem Melewati Laut
1. Sejarah Singkat Gedung Sate
Gedung Sate mulai dibangun pada saat pemerintahan Belanda tahun 1920 dan baru selesai pada tahun 1924. Arsiteknya adalah J.Gerber. Awalnya pembangunan akan dilakukan sampai ke posisi Monumen Perjuangan saat ini. Namun, karena pada saat itu pemerintah Belanda sedang mengalami kekalahan perang, akhirnya pembangunan hanya bisa selesai di sekitar kompleks Gedung Sate saja.
Faktanya, setelah Indonesia merdeka, tentara asing masih datang menggempur Indonesia, salah satunya yaitu berusaha merebut Gedung Sate. Namun, dengan kegigihannya, 21 orang pemuda berusaha mempertahankan Gedung Sate dari gempuran tentara NICA. Pada tanggal 3 Desember 1945, tujuh pemuda akhirnya tewas dan 14 orang lainnya memutuskan untuk mundur. Jenazah 3 pemuda berhasil ditemukan, tapi sisanya masih belum ditemukan sampai saat ini. Demi mengenang perjuangan mereka, dibuat sebuah monumen yang letaknya di depan Gedung Sate dan di dalam gedung. Tidak hanya itu, tanggal 3 Desember diperingati sebagai hari bakti pekerjaan umum.
2. Arsitektur Gedung Sate Menunjukan Akulturasi Budaya
Lama berselang, kini Gedung Sate menjadi icon kebanggan masyarakat Jawa Barat. Bangunan indah, megah dan kokoh ini ternyata memadukan dua budaya sekaligus, yaitu budaya barat dan timur. Teman Traveler bisa melihat beberapa ornamen Gedung Sate mirip dengan candi-candi yang ada di Indonesia. Sedangkan tembok, relung tinggi mirip dengan bangunan-bangunan di Eropa. Ada juga kubah dan arsitektur dalam gedung yang terinspirasi dari bentuk kubah dan bangunan masjid.
Pembangunan Gedung Sate tidak main-main, temboknya tebal dan terdiri dari beberapa lapisan. Ada sebagian dinding di dalam museum yang sengaja ‘dibuka’ untuk memperlihatkan bagaimana lapisan dalam temboknya. Tentu ini sudah diperhitungkan, ya, Teman Traveler. ‘Membuka’ sebagian kecil dinding tidak mengubah kekokohan gedung.
3. Teknologi Canggih di Museum Gedung Sate
Guna menarik minat pengunjung, museum Gedung Sate dilengkapi dengan berbagai teknologi canggih. Beberapa layar merupakan layar sentuh, sehingga Teman Traveler bisa dengan mudah membaca informasi dari satu bagian ke bagian lain. Tidak hanya itu, museum Gedung Sate dilengkapi dengan beberapa sensor. Contohnya, sensor yang diletakakan di dekat miniatur Gedung Sate. Ketika teman travel berdiri di dekat miniatur tersebut, maka secara otomatis miniatur akan terbagi menjadi dua untuk memperlihatkan bagian dalam Gedung Sate.
Ditambah lagi dengan ruang audio visual yang memutar film mengenai
kebangkitan tujuh pemuda, virtual reality dengan pemandangan dari atas Gedung Sate, tempat berfoto dengan tambahan proyeksi kondisi jaman dulu, dan architarium yang terdiri dari beberapa layar yang menunjukan berbagai bangunan dari seluruh dunia dan seluruh Indonesia.
4. Laser Scanner3D
Gedung Sate merupakan salah satu bangunan yang sudah dipindai dengan Laser scanner 3D. Hal serupa sebelumnya dilakukan di Candi Borobudur. Teman travel bisa melihat hasil pindaiannya di lorong depan dan dalam museum.
Teman Traveler bisa datang ke museum Gedung Sate pada hari Selasa sampai Minggu dari pukul 09:30 sampai 16:00. Museum tutup pada hari Senin dan hari libur nasional. Tiket masuknya hanya Rp5.000 untuk setiap pengunjung, baik anak-anak, dewasa, maupun turis mancanegara. Next