Makanan peuyeum dikenal sebagai salah satu makanan khas masyarakat Sunda, Jawa Barat. Sebagian besar masyarakat Indonesia menyebutnya dengan sebutan tape atau tapai. Peuyeum yang dikenal khas produksi masyarakat Sunda, biasanya terbuat dari sampeu atau orang Indonesia menyebutnya singkong. Makanan peuyeum memiliki rasa manis dan asam, dengan tekstur yang empuk. Makanan tersebut bukan hanya langsung dimakan, tetapi juga dapat dibuat bahan olahan lanjutan, seperti kue, minuman dan roti.
Baca juga : Bakso Mumet Sidoarjo, Cara Baru Makan Bakso Dalam Wajan
Namun sebenarnya, makanan peuyeum khas tanah Sunda ini sudah dikenal sejak zaman kolonial Belanda sebelum abad ke 20 lalu. Singkong sebagai dasar pembuatan peuyeum memang sejak zaman penjajahan sebagai pengganti nasi yang kala itu sangat sulit diperoleh. Berdasarkan sumber dari berbagi arsip yang dikumpulkan, peuyeum sebagai makan khas sunda mulai dikenal masyarakat Eropa, terutama Negara Belanda di tahun 1890 an.
Fungsi peuyeum selain sebagai salah satu cemilan juga diyakini dapat menghangatkan tubuh. Ragi sebagai bahan fermentasi memang menjadi faktor utama yang menimbulkan efek hangat pada tubuh setelah menyantap peuyeum. Hingga saat ini, Peuyeum Bandung biasa dikirim ke Kota/Kab. Bandung, Garut, Cianjur hingga Bogor untuk diperjual belikan sebagian besar sebagai oleh-oleh dan sebagai bahan utama untuk membuat kuliner colenak (dicocol enak).
Mulanya, penyajian singkong hanya direbus atau dibakar yang kemudian dimakan ketika hangat dengan campuran garam saja. Seiring berjalannya waktu, inovasi yang tumbuh dalam kehidupan manusia mendorong mereka untuk menciptakan sesuatu yang baru. Kemudian mereka pun mencampurkan singkong dengan ragi. Singkong yang telah direbus matang, diberikan ragi secukupnya lalu ditutup dan dibiarkan sekitar tiga hari untuk proses fermentasi.
Selama proses tersebut, singkong menjadi lembek dan mengandung sedikit alkohol berkat mikroorganisme yang terdapat dalam ragi. Dengan adanya proses tersebut, singkong akan tetap memberi kehangatan meski dibiarkan selama beberapa hari tanpa harus direbus atau dibakar kembali.