Polemik soal pengembangan De Tjolomadoe sepertinya belum bakal berhenti dalam waktu dekat. Lokasi wisata yang berada di daerah Surakarta tersebut kini tengah menjadi rebutan antara Pemerintah dan Mangkunegaran.
Baca juga : Climb Down a Dramatic Flight of Stairs in Diamond Beach Nusa Penida
Pihak pemerintah berkeras bahwa Pabrik Gula Colomadu, yang kini direvitalisasi menjadi wisata De Tjolomadoe, berdiri di atas lahan bersertifikat PTPN IX. Sementara pihak Mangkunegaran ngotot memiliki bukti bahwa tanah tersebut masih milik KGPAA Mangkunegara IX.
Tim Penataan Aset Mangkunegaran (PAM) menyatakan bahwa mereka sudah menghubungi pihak pemerintah untuk membicarakan masalah ini. Bahkan sempat mengirimkan surat pada presiden. Namun demikian, sampai saat ini masih belum ada tanggapan yang memuaskan.
Alqaf Hudaya, ketua Tim PAM, menyatakan bahwa pihaknya memiliki bukti kuat berupa dokumen sejarah kepemilikan, catatan administrasi pengelolaan, dan juga peta domain Mangkunegaran. Lebih lanjut ia menyatakan bahwa pihak Mangkunegaran sama sekali tidak berniat merebut lagi sepenuhnya Pabrik Gula Colomadu, melainkan hanya ingin mencari solusi terbaik. Menurut Alqaf, seharusnya pihak pemerintah melakukan komunikasi dengan pihaknya sebelum menjalankan proses revitalisasi Colomadu.
Mangkunegaran pernah kuasai Surakarta
Mangkunegaran adalah sebuah wilayah kerajaan kecil yang pernah berkuasa Surakarta antara 1757 hingga 1946. Para raja atau penguasa Mangkunegaran berkedudukan di Pura Mangkunegaran.
Setelah kemerdekaan Indonesia, Mangkunegara VII (penguasa kala itu) menyatakan bahwa wilayah yang dipimpinnya bersedia bergabung dengan NKRI. Mangkunegaran kemudian kehilangan kedaulatan sebagai satuan politik usai terjadi revolusi sosial antara 1945 hingga 1946. Namun demikian, fungsi sebagai penjaga budaya dan tradisi pemberian gelar Mangkunegara masih terus berlanjut hingga kini.
Pabrik Gula Colomadu didirikan Mangkunegaran IV
Pabrik Gula Colomadu berada di Kabupaten Karanganyar. Jaraknya hanya sekitar 10 menit perjalanan dari Bandara Adi Soemarmo. Pabrik gula ini berdiri pada tahun 1861 atas prakarsa Mankunegaran IV. Pada 1928, sempat terjadi perluasan area dan juga sedikit perombakan arsitektur.
Tak heran jika Mangkunegaran merasa masih memiliki wilayah Pabrik Gula Colomadu. Pasalnya, lokasi bersejarah ini memang didirikan ketika wilayah kerajaan mereka masih berkuasa.
Dikembangkan menjadi wisata De Tjolomadoe
Setelah 20 tahun Pabrik Gula Colomadu berhenti beroperasi dan terbengkalai, muncul inisiatif untuk menjadikannya sebagai wahana wisata budaya. Langkah tersebut kemudian diwujudkan dengan membentuk joint venture bernama PT Sinergi Colomadu, yang terdiri dari PT PP Tbk, PT PP Properti, PT Taman Wisata Candi Prambanan, Borobudur, dan Ratu Boko, serta PT Jasa Marga.
Nama Pabrik Gula Colomadu pun diubah menjadi De Tjolomadoe. Ke depannya, lokasi ini bakal menjadi lokasi wisata budaya yang terdiri dari kafe, ruang pamer, hall untuk konser, dan beragam fasilitas edukasi menarik dengan tanpa menghilangkan suasana asli pabrik gula lawas.
Peresmiannya sendiri sudah dilakukan pada 24 Maret 2018 silam dengan dimeriahkan oleh David Foster. Musisi kenamaan dunia itu menunjukkan kemampuan bermusiknya di Tjolomadoe Hall.
Sayangnya ide pengembangan wisata De Tjolomadoe harus diwarnai dengan konflik mengenai status kepemilikan tanah antara Pemerintah dan Mangkunegaran. Semoga saja persengkataan ini segera selesai hingga masyarakat sekitar bisa menikmati semua fasilitas yang ada dengan maksimal. Next