in , ,

Soto Daging Rahayu Malang, Sempat Dilarang Penjajah Kini Melegenda

Sukses Soto Rahayu Diawali Berjualan Soto Tempe

Soto Rahayu Malang
Soto Rahayu Malang (c) Sri Rahayu/Travelingyuk

Tahukah Teman Traveler asal-usul soto yang sering kalian santap?  Benarkah sajian berkuah ini bukan makanan asli Indonesia? Ada banyak fakta menarik di balik hidangan yang nampak sederhana ini.

Baca juga : Tak Hanya Gudeg, Jogja Juga Tawarkan Empat Soto Enak dengan Nama Tak Biasa

Seorang sejarawan UNPAD, Fadly Rahman, sempat mengatakan bahwa soto merupakan makanan rakyat yang identik dengan jeroan.  Sejak zaman penjajahan Belanda, soto termasuk sajian kegemaran pribumi. Selain jeran, komponen utamanya juga terdiri dari kaldu daging.

Bagi orang Belanda jeroan adalah makanan tidak sehat, dianggap sesuatu yang jorok.  Di sisi lain, harga daging sangat tinggi hingga masyarakat tidak mampu membelinya. Sebagai penggantinya, mereka menggunakan jeroan sebagai isian soto.

Sepiring soto ayam nikmat (c) Sri Rahayu/Travelingyuk

Soto kabarnya mulai dikenal sekitar Abad ke-19. Makanan ini konon dibawa orang Kanton.  Istilah soto sendiri berasal dari kata chau tu atau chau du, yang artinya rumput atau jeroan. 

Meski dianggap tak sehat, kehadiran soto isi jeroian sangat disukai masyarakat kala itu. Apalagi pasca kemerdekaan berbagai inovasi mulai muncul, ada yang menggunakan isian daging ayam maupun sapi.

Kini Melegenda, Soto Rahayu Sempat Dilarang Penjajah

Penampakan bagian depan Warung Soto Rahayu (c) Sri Rahayu/Travelingyuk

Bicara soal soto, saya teringat sebuah kedai legendaris di Malang yang punya banyak cerita. Soto Daging Rahayu Malang sudah ada sejak tahun 1928 atau kala Indonesia masih dijajah Belanda.

Awalnya Soto Daging Rahayu Malangdirintis oleh Bu Supriatun dibantu suaminya, Pak Saidi. Usaha ini bukannya tanpa perjuangan. Mereka keliling menjajakan soto secara sembunyi-sembunyi. Bertahun lamanya mereka berjualan diam-diam.  Penjajah melarang mereka berjualan soto daging, hanya boleh menjajakan soto tempe.

Saya sendiri belum pernah merasakan hidangan soto berbahan utama tempe. Namun kemungkinan besar rasanya cukup lezat dan bikin ketagihan. Buktinya usaha Bu Supriatin dan Pak Saidi bisa bertahan hingga melalui Zaman Kemerdekaan.

Berhenti Jualan Keliling

Pasangan perintis Soto Rahayu (c) Sri Rahayu/Travelingyuk

Setelah menjajakan soto keliling selama setahun, Pak Saidi memutuskan untuk menetap di sebuah kios yang ia beli.  Lokasinya di Pasar Besar, persis di depan Toko Santosa. 

Menunya yang ditawarkan masih sama, Soto Tempe. Seperti yang disebutkan sebelumnya, harga daging cukup mahal hingga tidak semua kalangan bisa membeli. Apalagi Pemerintah Belanda memang secara tegas melarangnya berjualan soto daging.

Baru setelah memasuki zaman kemerdekaan, generasi penerus Pak Saidi akhirnya bisa menyajikan ‘The Real Soto’ alias soto yang sebenarnya, berbahan daging sapi.  Pengunjung lantas berdatangan, tak sedikit yang menjadi pelanggan setia.

Soto Daging Rahayu Malang menghabiskan tak kurang dari 15 kilo daging setiap harinya.  Selain rasanya nikmat, porsinya yang disajikan jumbo alias lumayan banyak. Kedai ini lantas jadi jujugan para pelancong maupun warga Malang yang ingin menikmati semangkuk soto hangat.

Jatuh Bangun Soto Rahayu

Soto Daging Rahayu kini sudah berpindah tempat (c) Sri Rahayu/Travelingyuk

Pengelola Soto Daging Rahayu Malang sekarang, Hj. Puji Astutik, mengatakan bahwa selama berjualan soto ada banyak suka duka yang dialami. Sosok yang akrab disapa Hj. Tutik tersebut mengaku semuanya tak semulus jalan tol.  Kakek neneknya harus jatuh bangun mempertahankan usaha dan kedai mereka. 

Soto Rahayu sempat beberapa kali berpindah lokasi. Namun hal tersebut tak membuat Hj. Tutik dan putrinya, Yessy, menyerah dan berhenti berjualan. Dua kali mereka mengalami kerugian besar akibat kebakaran Pasar Besar, hingga menghanguskan kedai soto. Namun keduanya selalu mampu kembali bangkit.  Tekad menjaga usaha turun-temurun ini begitu kuat. 

Antara 1945 hingga 2017 Soto Rahayu memang membuka kedai di Pasar Besar Malang.  Begitu banyak pembeli yang jadi pelanggan setia. Berkat hasil penjualan soto, HJ. Tutik sukses membangun rumah sendiri dan melaksanakan ibadah haji.

Pasar Besar sempat dilanda kebakaran besar di 2015. Tragedi ini menghanguskan banyak lapak dan penjualan soto lantas merosot tajam.  Hj. Tutik mulai kehabisan modal. Tahun 2017 ia akhirnya memutuskan memindah usahanya ke kediamannya di Jl. Mergosono Gg.7, Malang.

Resep Turun-Temurun

Bertahan lebih dari 90 tahun tentu merupakan prestasi luar biasa. Apalagi di tengah perkembangan kuliner yang kian pesat. Soto Daging Rahayu Malang terbukti mampu mememenangkan hati pelanggan, di tengah ketatnya persaingan bisnis soto di Malang. 

Salah satu kunci sukses tersebut adalah rasa yang terus konsisten. Kata orang, rezeki itu takkan tertukar. Berualan di manapun, jika memang sudah rezeki pasti takkan kekurangan pelanggan. Hal tersebut juga berlaku pada Soto Daging Rahayu Malang.

Jika dilihat dari faktor lokasi, tempat berjualan mereka saat ini memang tidak strategis. Namun rupanya sudah ada banyak pelanggan yang kadung jatuh cinta pada soto daging enak buatan Hj. Tutik. 

Mereka rela datang ke Mergosono hanya demi menikmati beberapa mangkuk soto, bersama keluarga maupun kerabat. Kedai sot ini membuktikan bahwa rasa memang tak pernah bohong.

“Rasa sotonya tidak pernah berubah sejak dulu. Padahal biasanya pengaruh krismon membuat pedagang mengurangi komposisi bahan ataupun bumbunya,” tutur Ayu, salah satu pembeli.

“Porsi nasinya sangat besar dan potongan dagingnya cukup banyak. Setiap mangkuk terdapat empat iris telur rebus, bawang goreng, dan koya sebagai pelengkap. Asiknya lagi  soto ini dilengkapi dengan sayuran (kecambah), yang membuat gizinya semakin lengkap,” pungkasnya.

Krisis ekonomi memang sempat jadi hantaman bagi para pengusaha, tak terkecuali Hj.Tutik.  Arang yang awalnya menjadi bahan bakar utama untuk memasak soto, mau tidak mau harus diganti dengan gas elpiji.  Harga arang kala itu meningkat tajam, membuat biaya produksi kian membengkak. 

Untungnya, penggunaan elpiji tak membuat rasa soto daging berubah.  Bumbu-bumbu rempah yang digunakan tetap menjadi kunci utama. Rasanya masih otentik dari generasi ke generasi. 

Bawang goreng dan koyanya berbeda, memberikan sensasi rasa unik.  Beda dengan kedai soto lainnya, koya Soto rahayu terbuat dari kelapa yang digongso dengan bumbu rempah nikmat.

Selalu Utamakan Pelanggan

Koya khas di Soto Rahayu (c) Sri Rahayu/Travelingyuk

Pelayanan juga jadi salah satu faktor kunci yang Soto Daging Rahayu Malang 1928 tetap eksis hingga kini. Keramahan Hj. Tutik dan keluarga membuat pelanggan selalu ingat kedai ini jika ingin makan soto. Bukan hanya dari Malang, ada banyak wisatawan luar kota yang rela datang ke kedai nyelempit ini. 

Meski tempatnya amat sederhana dan tidak ber-AC, pelanggan tak lantas kabur mencari tempat baru. Sambutan ramah dari Mbak Yessy dan Hj. Tutik membuat konsumen merasa seperti keluarga sendiri. Apalagi para pelanggan juga diperkenankan menambah kuah dan koya sesuai selera.

Kondang Berkat Getuk Tular

Usaha tanpa promosi takkan bisa sukses. Cara Soto Daging Rahayu Malang melayani pelanggannya bak raja membuat mereka tak hanya merasa kenyang, namun puas.

Tanpa diminta, para pembeli lantas mempromosikan kedai Soto Rahayu secara getuk tular (dari mulut ke mulut). Baik melalui cerita, media sosial, maupun tulisan. Para pelanggan ini sekaligus jadi ujung tombak promosi Soto Daging Rahayu. Tak heran jika kedai ini begitu terkenal dan melegenda.

Murah Meriah

Sebelumnya Hj.Tutik menjual semangkuk soto seharga Rp.20.000. Tapi semenjak pindah ke Jl.Mergosono, ia harus melakukan penyesuaian dengan situasi lingkungan dan daya beli masyarakat sekitar. Kini, cukup bermodal Rp10.000 pelanggan sudah bisa menyantap semangkuk nasi soto nan melegenda.

Di zaman serba mahal seperti sekarang ini, siapa sih yang tidak ingin menikmati makanan enak tapi murah? Faktor ini jadi salah satu yang menyebabkan sebagian pembeli terus setia menikmati soto racikan Hj. Tutik.

Daging Kualitas Terbaik

Hanya menggunakan daging segar (c) Sri Rahayu/Travelingyuk

Yessi Indrawati, putri Hj. Tutik, merupakan generasi ke-4 penerus Soto Rahayu. Yessi pun benar-benar menjaga agar rasa soto tidak berubah.  Salah satunya dengan memilih daging berkualitas sebagai bahan utama. Ia paham betul bahwa kesegaran daging akan mempengaruhi rasa. 

Setiap harinya Yessy mengaku menghabiskan 1,5 kilo daging sapi untuk kebutuhan warung.  Memang tidak terlalu banyak, namun setiap rezeki yang datang selalu ia syukuri.

Sebuah pelajaran penting kita dapatkan dari Soto Daging Rahayu Malang. Untuk bisa bertahan dalam sebuah bisnis, dibutuhkan semangat pantang menyerah, pelayanan bagus, dan menjaga kualitas produk. Bagaimana Teman Traveler, tertarik menyantap soto di sini? Next

ramadan

Discovering Wonders on the Infamous Buru Island

Suasana di Dafen Village

Dafen Village, Desa Tiongkok Unik Penghasil Lukisan Kelas Dunia