Sejarah panjang Indonesia meninggalkan berbagai macam jejak yang patut untuk dilestarikan. Salah satunya adalah Koto Tinggi Sumatera Barat, daerah ini merupakan tempat singgah darurat ibu kota Indonesia kala itu sebelum dipindahkan ke Jakarta. Koto Tinggi merupakan Kecamatan didaerah Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat. Karena kawasan pegunungan nan indah, tak heran kawasan ini selalu menjadi kunjungan banyak traveler.
Baca juga : Wayang Orang Sriwedari, Eksis di Tengah Gempuran Teknologi
Disisi lain Kota Tinggi sebagai penghasil jeruk juga cabai. Namanya jeruk gunung omeh adalah hasil kebun asli daerah ini memiliki ukuran yang lebih besar dan pastinya memiliki rasa manis layaknya madu. Jeruk gunung omeh memang terkenal di kawasan Sumatera dan biasa di ekspor hingga negara seberang seperti Malaysia dan Singapura.
Selain hasil perkebunan yang melimpah, pemandangan pegunungan Bukit Barisan yang tak kalah indah, juga wisata budaya seperti rumah gadang khas Minagkabau kerap menjadi sorotan banyak traveler. Dibalik keindahan semua ini Koto Tinggi juga menyimpan segudang sejarah kelam Indonesia. Daerah ini menjadi pusat pemerintahan Indonesia pada tahun 1948.
Meski tidak banyak peninggalan bangunan yang nyata namun masih menyisakan kenangan begitu mendalam ketika Koto Tinggi menjadi Ibu Kota Indonesia darurat. Perpindahan sementara untuk Ibu Kota ini akibat agresi militer Belanda yang menyerang kembali tanah merdeka Indonesia. Pemerintah didaerah Bukittinggi kala itu bergerak untuk mencegah terjadinya kemunduran pemimpin negara. Mulailah inisiatif untuk membuat pemerintahan darurat di Halaban Limahpuluh Kota.
Koto Tinggi dipilih karena menjadi posko Angkatan Udara Republik Indonesia sehingga merasa keamanannya terjamin. Namun daerah di Bukittinggi mulai dibumihanguskan agar tidak dipakai oleh tentara sekutu. Hanya menyisahkan stasiun radio yang kini menjadi kantor RRI Bukittinggi.
Karena letak daerah Kota Tinggi sangat sulit ditemukan namun wilayah ini sangat strategis bagi kalangan pemerintah Indonesia. Kekautan benteng serta letaknya lebih dekat dengan Sumatera Utara dan Riau maka Koto Tinggi layak dijadikan markas PDRI kala itu. Saking susahnya Belanda mencari keberadaan kantor PDRI hingga tentara kolonial ini menyebutnya dengan sebutan some where in teh jugle.
Hingga kini bangunan yang dulunya sebagai kantor PDRI itu telah berubah menjadi sebuah museum dan auditorium. Tak cukup disitu, bangunan ini juga menjadi pusat pengembangan wisata kawasan Bukittinggi Limapuluh Kota. Next