in , ,

Kampung Adat Todo, Desa Tertua Tempat Asal Raja Manggarai

Melihat Warisan Budaya Kuno di Kampung Adat Todo

Kampung Adat Todor
Kampung Adat Todor (c) Rachmad Ari Fatah/Travelingyuk

Jika Teman Traveler berkesempatan liburan ke Nusa Tenggara Timur, cobalah mampir ke Kampung Adat Todo. Tempat ini sangat istimewa lantaran menjadi tempat lahirnya para Raja Manggarai. Selain itu adat-istiadat kuno juga masih dijunjung tinggi di sana. Yuk, simak ulasannya.

Baca juga : 4 Wisata Alam Kebanggaan Banyumas Siap Takjubkan Mata Wisatawan!

Kampung Adat Tertua di Indonesia

Rachmad Ari Fattah Suasana Adat Todo
Suasana di Kampung Adat Todo (c) Rachmad Ari Fattah/Travelingyuk

Kampung Adat Todo terletak kaki Gunung Anak Ranaka, tepatnya di Kec. Satar Mese Utara, Kab. Manggarai. Asal-usulnya sendiri cukup menarik untuk dikulik. Ada yang mengatakan bahwa penduduk kampung ini berasal dari keturunan Suku Minangkabau, namun ada juga yang menyebutnya berasal dari Bugis.

Rachmad Ari Fattah Tetua Adat Todo
Bersama tetua Adat Todo (c) Rachmad Ari Fattah/Travelingyuk

Kesimpulan tersebut diambil dari perkakas maupun aksen bahasa yang lebih dekat dengan kebudayaan Bugis. Berdasarkan catatan sejarah, kampung ini telah eksis sejak sebelum pendudukan Belanda.

Terjaga dengan Baik

Rachmad Ari Fattah Ketinggian Todo
Berada di ketinggian 1.000 mdpl (c) Rachmad Ari Fattah/Travelingyuk
Rachmad Ari Fattah Registrasi
Registrasi untuk pengunjung kampung (c) Rachmad Ari Fattah/Travelingyuk

Desa Todo berada di ketinggian 1.000 mdpl, membuat kondisi alam dan budayanya terjaga dengan sangat baik. Modernisasi dan masuknya listrik sama sekali tak merusak tatanan wilayah mereka. Tak heran jika kawasan ini kerap jadi destinasi pilihan para turis dan peneliti.

Mitos Genderang Kulit Manusia

Rachmad Ari Fattah Genderang
Genderang dari kulit manusia (c) Rachmad Ari Fattah/Travelingyuk

Satu hal menarik dari desa ini adalah mitos mengenai sebuah genderang yang konon terbuat dari kulit manusia. Artefak tersebut masih tersimpan dengan baik hingga kini, namun hanya bisa dilihat pada waktu-waktu tertentu.

Genderang ini bermula usai Raja Todo mendapat penolakan dari wanita pujaannya. Si cantik lantas mendapat kemalangan karena ia dibunuh untuk mengakhiri peperangan. Kulitnya lantas dijadikan genderang sebagai lambang perdamaian.

Benar tidaknya mitos tersebut, masih jadi misteri hingga kini. Namun sebagai penghormatan, genderang yang dimaksud masih tersimpan baik di rumah utama yang disebut Mbaru Niang.

Pusat Pemerintahan Kerajaan Manggarai

Rachmad Ari Fattah Pos
Kawasan kampung adat yang terjaga baik (c) Rachmad Ari Fattah/Travelingyuk

Sebelum Belanda menguasai Manggarai, terdapat beberapa suku berdaulat, yakni Lamba, Cibal, Welak, Todo-Pongkor dan Bajo. Sebelumnya Suku Cibal atau Nggaeng Cibal sering bertempur dengan Adak Todo.

Pertempuran tersebut akhirnya dimenangkan Adak Todo. Dalam masa kekuasaan mereka, wilayah kekuasaan diperluas hingga ke arah timur hingga akhirnya menjelma menjadi Kerajaan Manggarai. Tak heran jika raja-raja Manggarai semuanya merupakan turunan Suku Todo.

Penghargaan UNESCO

Rachmad Ari Fattah Adat
Pelestarian adat dari generasi ke generasi (c) Rachmad Ari Fattah/Travelingyuk

Mbaru Niang merupakan rumah utama Kampung Adat Todo yang terdiri dari delapan bangunan utama. Jumlah tersebut merepresentasikan delapan keluarga pendahulu yang pertama kali menempati kawasan ini.

Usaha untuk melestarikan Mbaru Niang telah mendapat penghargaan tertinggi dari UNESCO lho. Hal ini merupakan bukti nyata atas apresiasi tinggi masyarakat setempat pada warisan leluhur. Oleh karena itu Teman Traveler harus pastikan warisan semacam ini tak sampai hilang ditelan pengaruh zaman modern.

Rachmad Ari Fattah Lompat
Berfoto dengan anak-anak kampung (c) Rachmad Ari Fattah/Travelingyuk

Demikian cerita soal kunjungan ke Kampung Adat Todo. Jika tertarik mampir, Teman Traveler bisa menempuh perjalanan pdarat dari Labuan Bajo. Selamat jalan-jalan! Next

ramadan
Restoran Makanan Pesawat

Penasaran Rasa Makanan Pesawat Hemat? Coba di Restoran Santan and T&CO

Mendaki Kopi Cafe, Rebahan Sejenak di Kaki Gunung Salak