in , ,

Kampung Kauman Jogja, Lorong-lorong Penuh Cerita

Menjelajah Sudut Penuh Sejarah di Kampung Kauman Jogja

Kampung Kauman Jogja
Kampung Kauman Jogja (c) Gallant Tsany/Travelingyuk

Sebuah kampung kecil sering kali diabaikan begitu saja. Namun tidak dengan Kampung Kauman Jogja. Berada di tengah riuhnya kota, pemukiman mungil ini telah jadi saksi bisu perjalanan panjang perkembangan Islam di Kota Gudeg. Bahkan sebutan kauman sendiri konon berasal dari kata dari kata kaum dan iman.

Baca juga : Tak Hanya Gudeg, Jogja Juga Tawarkan Empat Soto Enak dengan Nama Tak Biasa

Kampung kecil ini cukup padat. Rumah-rumah tanpa teras saling berdempetan. Beberapa di antaranya mengusung gaya arsitektur perpaduan Jawa dan Belanda. Hampir setiap lorongnya menyimpan cerita-cerita menarik untuk dikulik. Mari Teman Traveler, simak kisah seputar Kampung Kauman Jogja berikut ini.

Kampung Para Abdi Dalem

kauman_4_1Hw.jpg
Salah satu rumah terbengkalai di sudut kampung (c) Gallant Tsany/Travelingyuk

Kampung Kauman disebut-sebut sudah ada sejak era kerajaan Mataram Islam atau sekitar tahun 1600-an. Sesuai sebutannya, kampung ini diklaim sebagai tempat tinggalnya orang-orang beriman alias pemeluk agama Islam.

Lokasinya berada di sekitar Masjid Gede. Rasanya memang sudah jadi kebiasaan di Jawa, jika sebuah kampung letaknya dekat dengan masjid utama, maka akan diberi nama kauman. Hal tersebut juga berlaku di Jogjakarta.

kauman_7_LdQ.jpg
Salah satu lorong di dalam kampung (c) Gallant Tsany/Travelingyuk

Sejak dulu, Keraton Jogja kerap mengumpulkan abdi dalem seprofesi di kampung tertentu. Begitu pula dengan Kampung Kauman, yang jadi tempat berkumpulnya para abdi dalem yang berprofesi di bidang keagamaan, mulai dari para penghulu hingga para pemuka agama.

Keberadaan para pemuka agama punya peran sangat penting dalam jalannya roda pemerintahan keraton, bahkan kedudukannya bisa setara dengan seorang penasihat kerajaan. Tak jarang seorang sultan atau pemimpin memiliki lebih dari satu penasihat dari kalangan pemuka agama.

kauman_3_rTL.jpg
Salah satu rumah pengusaha batik (c) Gallant Tsany/Travelingyuk

Terlepas dari latar belakang sejarah dan agamanya, warga kampung ini dulunya juga dikenal sebagai perajin handal. Batik yang dihasilkan di sini diakui punya kualitas jempolan.

Kasta Pengusaha dan Rakyat Jelata

kauman_2_h6a.jpg
Salah satu rumah pengusaha di Kampung Kauman (c) Gallant Tsany/Travelingyuk

Memasuki gang-gang di di sini, Teman Traveler akan temukan berbagai rumah dengan gaya arsitektur berbeda. Beberapa memiliki dihiasi tulisan nama sang pemilik. Dicantumkan dalam sebuah papan yang dibenamkan di rumah atau pagar. Konon rumah-rumah seperti ini dulunya merupakan milik para kaum berada.

kauman_8_Tzn.jpg
H Moeh Batikhandel, salah satu pengusaha batik di Kauman (c) Gallant Tsany/Travelingyuk
kauman_0fo.jpg
Salah satu rumah tua (c) Gallant Tsany/Travelingyuk

Kampung ini juga dikenal punya tradisi membatik yang lumayan panjang. Batik-batik yang dihasilkan memiliki kualitas tinggi, memenuhi standar keraton. Alhasil, Pengusaha batik memiliki status terpandang dan menjadi perhatian tersendiri bagi Belanda.

Untuk membedakan pengusaha dan rakyat biasa, Pemerintah Belanda memerintahkan untuk membuat papan nama khusus, sebagai tanda bahwa rumah tersebut merupakan kediaman pengusaha batik.

Lahirnya Muhammadiyah

kauman_6_dJr.jpg
Masjid Gede Kauman (c) Gallant Tsany/Travelingyuk

Selain jadi penghasil batik, kampung ini juga dikenal sebagai tempat lahirnya salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, Muhammadiyah. K.H. Ahmad Dahlan, sang pendiri, melahirkan dan mengajarkan pendidikan ala Muhammadiyah di sini. Beliau rutin mengaji dan menyebarkan ajaran Islam di Langgar Kidoel, sebuah tempat ibadah mungil di sudut kampung.

kauman_2_ath.jpg
Langgar Kidoel tempat K.H. Ahmad Dahlan mengajar (c) Gallant Tsany/Travelingyuk

Selain K.H. Ahmad Dahlan, beberapa tokoh agama Islam lainnya juga pernah tinggal di sini. Takkan ada habisnya mempelajari sejarah panjang di kampung ini.

kauman_5_j6H.jpg
Monumen Syuhada (c) Gallant Tsany/Travelingyuk

Di ujung gang di tengah kampung, Teman Traveler akan temukan sebuah monumen yang dibangun untuk mengenang para syuhada dari Kauman. Jasa mereka cukup besar dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia kala itu.

Pasar Sore Ramadan

kauman_9_0Un.jpg
Pasar Sore Ramadan (c) Gallant Tsany/Travelingyuk

Bulan Ramadan adalah saat paling tepat untuk mengunjungi dan menjelajahi Kampung Kauman. Dalam momen ini, situasi sekitar kampung akan lebih hidup. Berbagai aktivitas pengajian bakal digelar dan semuanya berpusat di Masjid Gede Kauman. Selain itu, diselenggarakan pula Pasar Tiban yang hanya ada saat bulan puasa.

kauman_3_140.jpg
Salah satu rumah tua di sekitar kampung (c) Gallant Tsany/Travelingyuk

Pasar Sore ini sediakan beragam jajanan dan makanan untuk berbuka. Salah satu yang tak pernah absen hadir adalah kue tradisional Kicak. Terbuat dari ketan, kelapa muda, dan nangka, jajanan satu ini hanya dibuat dan dijual di sini saat Ramadan.

Kampung Kauman memang masih terus eksis hingga kini. Sayangnya, industri batik yang sempat membuat tempat ini ternama sudah mulai punah, lantaran kekurangan generasi penerus. Meski demikian, cerita-cerita sejarah yang melekat di dalamnya masih sangat menarik untuk ditelusuri. Next

ramadan
Rumah Kopi Jan Guno

Rumah Kopi Jan Guno Bali, Gaya Klasiknya Bikin Ogah Pulang

Menyusuri Sungai Serayu

Wisata Alam Purwokerto, Seru dan Menantang