Bicara tentang gunung di Sulawesi Selatan, sudah pasti wajib menyebut Gunung Bawakaraeng yang terkenal dengan Lembah Ramma-nya. Lokasi pendakian ini terletak di Kecamatan Malino, Kabupaten Gowa. Cocok untuk pendaki pemula karena jalurnya tidak terlalu menanjak.
Baca juga : 4 Angkringan di Semarang yang Anti Mainstream, Ada yang Sambil Kemping
Untuk menuju Lembah Ramma, Teman Traveler bisa meluncur ke Malino dari Makassar. Perjalanan akan makan waktu sekitar dua jam. Setelah itu, kalian bisa lanjutkan ke Desa Lembanna dan memarkir kendaraan di sana. Nah, kali ini saya akan berbagi pengalaman menjelajah di sana. Yuk, kita simak bersama.
Juru Kunci Gunung Bawakaraeng
Kala itu saya datang dengan rombongan beranggotakan tujuh orang. Kami sampai di Lembanna sekitar pukul 22.00 dan langsung beristirahat di rumah Tata Rasyid, salah seorang warga lokal yang dituakan. Beliau juga merupakan juru kunci Gunung Bawakaraeng, berhak melarang pendakian jika cuaca sedang buruk.
Suasana terasa hangat lantaran kami disambut secangkir kopi hitam khas Malino dan beberapa potong pisang goreng hangat. Tata Rasyid sendiri sangat ramah pada para pendaki. Pada kami, ia berpesan untuk selalu mengutamakan keselamatan.
Usai asyik bercengkarama, mata saya mulai terasa redup. Tanpa buang waktu, saya langsung memutuskan beristirahat agar tubuh kembali fit untuk pendakian besok.
Pendakian Dimulai
Pagi sekitar pukul 05.00, saya bangun dan langsung mempersiapkan barang-barang. Saya juga berinisiatif membuat sarapan lantaran bangun paling pagi dibanding kawan-kawan lainnya. Pukul 06.00 setelah sarapan kami langsung berangkat ke Selter atau titik nol pendakian Gunung Bawarakaeng.
Begitu sampai Selter, kami berdoa bersama agar perjalanan dimudahkan. Ini juga merupakan pendakian pertama saya, wajar jika saya lantas merasa cukup ngos-ngosan. Bagi para pendaki pemula, mencapai pos pertama bakal terasa sangat sulit sebab jalurnya menanjak tiada henti. Butuh waktu sekitar sejam bagi saya untuk sampai di pos pertama.
Setelah sampai, saya sempat beristirahat selama setengah jam. Kala itu saya mulai mempertimbangkan untuk pulang saja. Namun kawan-kawan coba menyemangati dengan kata-kata, “Sudah dekat kok.” Entah bagaimana, hal tersebut seolah menghipnotis saya untuk berjalan kembali.
Begitu berada di Pos Pertama, saya sempat beristirahat sekitar setengah jam dan mulai berpikir untuk langsung pulang. Namun kawan-kawan terus menyemangati dengan kata-kata, “Sudah dekat kok.” Entah bagaimana, kalimat tersebut seolah menghipnotis saya untuk berjalan kembali.
Menikmati Panorama Ketinggian
Sembari mencangklong tas carrier 60 liter dan menikmati camilan pasta coklat di mulut, saya lantas menjejakkan kaki dengan mantap. Kala itu kami mengambil jalur sebelah kiri. Jalur di sisi lainnya khusus bagi mereka yang ingin menuju puncak Gunung Bawakaraeng.
Sepanjang perjalanan kami dimanjakan suasana hutam rimbun dan asri. Air segar Sungai Binanga mengalir deras, berpadu apik dengan kicauan burung-burung. Saya pun jadi semakin semangat mendaki. Semua tantangan berhasil dilalui hingga akhirnya kami sampai di Talung.
Di sini saya sempat beristirahat sejenak sembari menikmati keindahan Lembah Ramma dari ketinggian. Di sini baru saya sadari bahwa jalur tersulit adalah dari Pos Nol menuju Pos Pertama, di mana di situ kesabaran kita benar-benar diuji.
Menikmati Indahnya Lembah Ramma
Setelah asyik berfoto, kami lantas turun ke Lembah Ramma yang kebetulan sedang ramai. Kala itu kami mendirikan tenda di dekat aliran sungai agar gampang mengambil air. Kami sampai di lokasi pukul 13.00 dan langsung beristirahat. Saya sendiri memilih merebahkan badan di atas hammock.
Begitu sore tiba, waktunya menikmati momen sunset. Sayangnya, kala itu mentari terhalang oleh barisan perbukitan Talung. Menjelang malam, bintang-bintang bermunculan dan suhu udara mulai turun. Kami lantas mengenakan jaket tebal dan saling mendekat untuk menghangatkan tubuh.
Danau Slank
Keesokan harinya, kami mengunjungi Danau Slank, destinasi indah dengan bukit-bukit apik di sekelilingnya. Butuh waktu kira-kira 45 menit dari tempat kami mendirikan tenda untuk menuju tempat ini.
Setelah puas menikmati panorama danau, kami bersiap kembali ke Lembanna. Perjalanan pulang ini tak memakan waktu lama, hanya sekitar dua jam karena kala itu kami memutuskan untuk lomba lari. Waktu menunjukkan sekitar pukul 18.00 ketika kami akhirnya sampai di Desa Lembanna. Tiga jam berselang, baru kami memutuskan kembali ke Makassar.
Itulah sedikit pengalaman seru saya menikmati keindahan menghipnotis di Lembah Ramma. Pesan saya bagi Teman Traveler yang hendak berkunjung ke sini, jangan meninggalkan dan mengambil apapun kecuali gambar. Selamat berlibur. Next