Ada banyak cara untuk menjalin silaturahmi. Namun para pemuda di Solok Selatan, Sumatra Barat, punya cara unik. Mereka melakukannya lewat tradisi khusus yang disebut Makan Gadang. Hmm mendengar namanya saja sudah terasa unik ya Teman Traveler? Daripada penasaran, yuk simak ulasan saya berikut ini.
Baca juga : Batik Tulis ‘Diklaim’ Jadi Kerajian Tradisional China, Indonesia Membara!
Menjalin Kebersamaan
Makan Gadang dalam Bahasa Indonesia bisa diartikan sebagai makan besar. Bukan dari segi ukuran, namun kebersamaan pesertanya. Tradisi ini pada dasarnya merupakan acara makan bersama yang umumnya diikuti oleh para muda-mudi di Kabupaten Solok Selatan. Tujuannya tentu saja untuk menjalin kebersamaan dan keakraban.
Kebiasaan ini juga dijadikan sebagai ajang silaturahmi antar muda-mudi dan warga sekitar. Makanan dan nasi disajikan di atas daun pisang yang berjejer rapi. Setelah berdoa, semuanya lantas disantap bersama-sama. Sungguh menarik bukan?
Dirindukan Perantau
Tradisi ini kerap dirindukan para perantau dari Solok Selatan. Setiap pulang kampung, mereka hampir dipastikan bakal menggelar kebiasaan unik satu ini. Selain mengobati kangen akan masakan asli dari kampung halaman, tradisi makan bersama ini juga bisa jadi sarana untuk bersosialisasi dengan sesama kaum muda.
Lauk Pauk Beragam
Salah satu keunikan Makan Gadang adalah lauknya. Biasanya yang disuguhkan adalah sarden goreng balado, dicampur pucuk daun ubi singkong dan nangka muda goreng yang dipotong kecil serta dicampur cabai. Selain itu masih ada jengkol goreng yang tak kalah unik. Deretan lauk ini jarang muncul dalam suguhan sehari-hari warga Solok Selatan dan hanya bisa ditemui saat tradisi Makan Gadang.
Bentuk Kebersamaan
Tradisi ini juga menjadi perlambang gotong royong dan kerja sama, sebab masing-masing orang akan mendapat tugas khusus. Ada yang bertugas belanja lauk pauk, memasak, serta menyiapkan. Begitu pula dengan biaya yang dikeluarkan, didapat dari hasil patungan para perantau atau beberapa pemuda.
Nangka muda dan pucuk daun singkong biasanya cukup meminta pada tetangga sekitar. Begitu pula dengan beras, umumnya ada yang menyumbang antara satu sampai dua kilogram. Dana hanya dikeluarkan untuk membeli sarden, jengkol, dan cabai.
Setelah semua bahan terkumpul, tugas akan kembali dibagi-bagi. Ada yang menggiling cabe, ada yang memotong bawang, menggoreng, menanak nasi, hingga mencari daun pisang. Ada pula yang bermain gitar untuk menghibur semua orang. Sama sekali tidak ada perbedaan gender, semuanya ikut terlibat.
Begitu masakan selesai, semuanya akan dituang di atas daun pisang yang dijejer rapi. Berikutnya para pemuda dan masyarakat sekitar akan berkumpul makan bersama. Beberapa orang yang lewat pun boleh bergabung jika ingin. Sembari makan, biasanya akan ada yang berbagi cerita menarik selama di perantauan, berdiskusi, atau saling bersuka cita.
Itulah pengalaman saya seputar tradisi Makan Gadang. Bagaimana Teman Traveler, menarik bukan? Apakah ada tradisi serupa di daerah asal kalian, boleh berbagi di kolom komentar ya. Next