‘Batabuik mangko karami.’ Kata-kata ini tentu sudah tidak asing di telinga Orang Minang. Artinya, ketika tradisi Tabuik diadakan, barulah Pariaman jadi lebih meriah karena didatangi wisatawan dari penjuru Sumatera Barat. Tradisi Oyak-oyak Tabuik sendiri sudah diselenggarakan sejak 1831 dan masih dipertahankan hingga kini.
Baca juga : Fakta Menarik Tentang GWK, Salah Satu Patung Megah dan Tertinggi di Dunia
Kegiatan ini diselenggarakan sekali dalam setahun, tepatnya pada 10 Muharram. Tujuannya untuk memperingati meninggalnya cucu Nabi Muhammad SAW, Imam Hussein, di Padang Karbala.
Proses Membuat Tabuik Tidak Sembarangan
Biasanya ada dua kelompok masyarakat Pariaman yang menggagas acara ini, yaitu Kelompok Subarang dan Kelompok Pasar. Tabuik yang mereka buat merupakan perwujudan dari seekor Buroq yang membawa jasad Hussein terbang ke langit.
Tabuik biasanya dibuat bersama-bersama dan melibatkan para ahli sejarah, budayawan, secara dan tokoh-tokoh adat terkait. Semuanya saling -menolong untuk memperlancar proses pembuatan Tabuik.
Oyak-oyak Tabuik biasanya berlangsung antara tanggal 1 hingga 10 Muharram. Rangkaian acaranya terdiri dari tujuh tahapan, yaitu mengambil tanah, menebang batang pisang, mataam, mengarak jari-jari, mengarak sorban, tabuik naik pangkek, hoyak tabuik, dan membuang tabuik ke laut.
Dua Tabuik Saling Beradu
Tinggi tabuik bisa mencapai 15 meter dan berbentuk seperti kuda. Bahan utamanya menggunakan bambu serta rotan, serta dilengkapi baju aneka warna. Tabuik dari kedua kelompok masyarakat punya ciri khas berbeda. Satunya dominan berwarna merah dan tabuik lainnya berwarna hitam.
Selain berbentuk mirip kuda bersayap, masing-masing tabuik dihiasi motif minang dan payung dengan tempelan potongan-potongan kain dan kertas berwarna.
Begitu acara dimulai, masing-masing Tabuik akan diarak dari tempat tinggal masyarakat Subarang dan pemukiman masyarakat Pasa ke pusat kota. Setelah bertemu, kedua tabuik tersebut akan melakukan semacam perkelahian.
Tabuik Ditenggelamkan di Laut
Sembari mengoyak tabuik, terkadang para peserta yang terlibat akan berusaha mengadu kedua tabuik. Warga yang turut serta bisa mencapai 50 hingga 100 orang keran ukuran tabuik sangat besar.
Setelah perkelahian selesai, tabuik akan diarak ke tempat terakhir yaitu Pantai Gandoriah. Di sana kedua tabuik bakal ditenggelamkan menjelang senja. Pada momen seperti ini masyarakat biasanya berebut untuk mengambil pakaian dan aksesori yang menempel di tabuik.
Bagaimana Teman Traveler, seru bukan tradisi Oyak-oyak Tabuik khas Minang? Meski sepintas hanya terlihat sebagai kemeriahan biasa, aktivitas ini ternyata menyimpan filosofi dan latar belakang cukup menarik. Adakah di antara kalian yang tertarik menyaksikannya secara langsung tahun ini? Next
