Lebaran selalu jadi momen istimewa bagi umat Islam seluruh dunia. Indonesia tak terkecuali, dengan adanya beragam tradisi unik menjelang Hari Kemenangan di berbagai daerah. Khusus untuk masyarakat Osing di Banyuwangi, ada sebuah kebiasaan menarik yang disebut Puter Kayun.
Baca juga : Berkunjung ke Fujian Tulou China, Lihat Uniknya Permukiman Bersejarah Suku Hakka Berbentuk Tabung
Komunitas Osing sendiri sudah lama dikenal sebagai kelompok yang kaya akan tradisi. Menjelang bulan Syawal, mereka selalu punya menerapkan sejumlah kebiasaan menarik seperti Barong Ider Bumi dan Seblang Olehsari. Namun selain itu masih ada budaya Puter Kayun yang tak kalah uniknya.
Tradisi Kusir Delman
Puter Kayun merupakan tradisi khas masyarakat osing Boyolangu, Kecamatan Giri, Kabupaten Banyuwangi. Tiap tanggal 10 Syawal, mereka mengadakan pawai delman warni-warni menuju Pantai Watudodol. Delman-delman milik warga Boyolangu tersebut akan menempuh rute sepanjang kurang lebih 15 kilometer. Hal inilah yang membuat Puter Kayun sering disebut tradisi Lebaran untuk kusir delman.
Hikayat Ki Buyut Jakso
Tradisi Puter Kayun digelar bukan tanpa sebab. Kebiasaan tersebut diyakini merupakan warisan turun temurun dari seorang leluhur Desa Boyolangu bernama Ki Buyut Jakso. Konon beliau adalah seorang sakti yang tinggal di Gunung Silangu (kini Boyolangu).
Pada saat masih berkuasa di Indonesia, Pemerintah Belanda ingin membangun jalan tembus dari Situbondo ke Banyuwangi. Namun mereka terkendala dengan adanya gunung batu yang sulit ditembus. Belanda akhirnya meminta bantuan Ki Buyut Jakso untuk membuka jalan di kawasan utara Banyuwangi tersebut.
Sang pertapa sakti lantas bersemedi. Dengan kemampuannya, Ki Buyut Jakso akhirnya sanggup menembus gunung batu tersebut. Namun demikian, beliau mendapat syarat dari penunggu gunung untuk menyisakan sebongkah batu di lokasi tersebut (kini menjadi Watudodol).
Sejak saat itu, Ki Buyut Jakso berpesan kepada keturunannya untuk berkunjung ke Pantai Watudodol dan melakukan napak tilas atas apa yang telah dilakukannya. Saat itu hampir semua masayrakat Boyolangu berprofesi sebagai kusir, hingga mereka melakukan tradisi tersebut sembari mengendarai delman.
Persiapan Matang
Tradisi ini diawali dengan sejumlah ritual. Dimulai dari nyekar (mengunjungi) makam Ki Buyut Jakso dan tradisi kupat sewu (seribu ketupat) yang digelar tiga hari sebelum tradisi Puter Kayun.
Dalam tradisi kupat sewu masyarakat Boyolangu membuat ketupat serta lepet untuk acara selamatan dan dibagi-bagikan kepada tetangga maupun saudara. Ketika acara selamatan dilangsungkan, warga menggelar tikar di depan rumah mereka dan menyajikan ketupat.
Rangkaian acara dilanjutkan dengan tradisi bersih desa keesokan harinya. Selain itu masih ada arak-arakan budaya keliling kampung, terdiri dari tapekong, kebo-keboan, kuntulan, barong, ondel-ondel, gandrung, hadrah, dan patrol. Setelah itu barulah para warga berziarah ke makam Ki Buyut Jakso dan melangsungkan tradisi Puter Kayun.
Mengunjungi Pantai Watudodol
Tradisi Puter Kayun biasanya ditutup acara selamatan di Pantai Watudodol. Warga akan makan bersama di sepanjang pantai dan sebagian tokoh adat bakal menaburkan bunga beragam rupa ke laut. Hal ini merupakan bentuk penghormatan pada para pendahulu yang meninggal saat pembuatan jalan, sekaligus ungkapan syukur atas rejeki berlimpah.
Jumlah Delman Kian Berkurang
Namun demikian, saat ini delman warga Boyolangu jumlahnya semakin sedikit. Hanya ada beberapa puluh saja. Kondisinya berbeda dengan zaman dahulu, di mana Tradisi Puter Kayun bisa dimeriahkan hingga 100 delman lebih.
Ada banyak faktor yang menyebabkan kondisi tersebut, salah satunya karena delman kini sudah tidak sepopuler kendaraan modern. Penggunaannya hanya sebatas menjadi kendaraan wisata saja. Semoga keberadaan Festival Puter Kayun bakal semakin melestarikan tradisi yang jadi identitas bangsa Indonesia.
Well, itulah tadi sekilas gambaran mengenai daya tarik dan detail tradisi Puter Kayun di Banyuwangi. Bagaimana menurut Teman Traveler, tertarik menyaksikan langsung tradisi unik masyarakat Osing ini? Next