in , ,

Wisata Adat Rumah Panggung di Kampung Adat Cireundeu Cimahi

Menelusuri Kampung Adat Cireundeu untuk melihat keunikan dan keindahan rumah panggung dengan filosofi tersendiri yang begitu mendalam.

Rumah Panggung Kampung Adat Cireundeu

Perjalanan wisata adat memiliki nilai edukasi yang positif untuk mengenal, mengingat kembali, dan belajar tentang keluhuran budaya yang semenjak dulu dikembangkan oleh nenek moyang sebagai landasan kehidupan sehari-hari. Di Kampung Adat Cireundeu, Teman Traveler akan menjumpai karya cipta budaya hasil peninggalan nenek moyang yang hingga kini masih dilestarikan dan berdampingan dengan perkembangan zaman yang begitu pesat, salah satunya rumah panggung.

Baca juga : Mencicipi Dawet Beras Pak Koentjoeng, Kuliner Nostalgia Khas Malang

Kearifan lokal yang terus dipertahankan oleh masyarakat Desa Cireundeu berhasil memberikan manfaat untuk masyarakat desa dan juga setiap pengunjung yang datang ke desa ini.  Namun demikian, masyarakat di desa juga tetap terbuka dengan arus moderniasi dari luar dan bisa memilih efek positif dan negatifnya dengan tetap teguh berpedoman pada keluruhan filosofi hidup yang diturunkan oleh nenek moyang mereka. 

Rumah Panggung Kampung Adat Cireundeu
Rumah adat di desa ini secara bentuk memiliki gaya arsitektur tradisional Julang Ngapak (burung yang sedang mengepakkan sayap) (c) Lutfi Dananjaya/Travelingyuk

Salah satu ikon budaya yang tetap bertahan dan terus dilestarikan oleh masyarakat di desa ini adalah rumah adat, masyarakat menamainya Imah Panggung. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki filosofinya sendiri dalam membuat sebuah bangunan, filosofi ini menunjukan rasa dalam membangun. 

Rumah bagi masyarakat Jawa Barat secara umum, selain berfungsi sebagai tempat tinggal juga sebagai tempat seluruh aktivitas keluarga dalam berbagai sendi kehidupan yang sarat dengan nilai-nilai tradisi. Berdasarkan hal tersebuh, peranan rumah menurut masyarakat Sunda adalah tempat jeung rabi (keluarga dan keturunan), serta tempat memancarkan rasa, karsa, dan karya.

Imah Panggung
Bagian Hareup (depan) Imah Panggung yang difungsikan untuk menjamu para tamu yang datang berkunjung (c) Lutfi Dananjaya/Travelingyuk

Imah Panggung merupakan rumah adat bagi masyarakat Kampung Adat Cireundeu. Bangunan ini berbentuk rumah panggung dengan filosofi “Manusia tidaklah hidup di alam langit dan juga tidak hidup di dunia bawah. Manusia hidup di pertengahnya dan tinggal di tengah-tengah“. Konsep tersebut dituangkan dalam wujud rumah sebagai realisasi dari cara memandang kehidupan secara nyata.

Bentuk Arsitektur rumah panggung bagi masyarakat Sunda memiliki makna yang implisit tentang pola keseimbangan hidup, menyelaraskan hubungan vertikal Manusia dengan Tuhan dan mengharmonisasikan hubungan horizontal Manusia dengan alam semesta. Konsep cara memandang kehidupan ini diwujudkan dalam bentuk bangunan rumah yang tidak langsung menyentuh tanah.

Imah Panggung
Kayu dan Bambu menjadi material dasar pembuatan Imah panggung di Kampung Adat Cireundeu (c) Lutfi Dananjaya/Travelingyuk

Rumah dalam bahasa Sunda adalah bumi (bahasa halus), dan bumi adalah adalah alam tempat kita hidup, berlindung, dan diberikan segala kebaikan. Hal ini mencerminkan bahwa rumah bukan hanya tempat untuk tinggal dan berteduh, tapi lebih dari itu. 

Rumah Panggung Kampung Adat Cireundeu
Suasana asri disekitar Imah Panggung membuat kita betah berlama-lama di sini (c) Lutfi Dananjaya/Travelingyuk

Secara material media yang digunakan untuk membangun Imah Panggung adalah bahan-bahan yang sudah disediakan oleh alam, yaitu kayu dan bambu. Dilihat dari material, rumah adat Sunda ini terkesan tipis dan rapuh, tentu hal ini tidak difungsikan sebagai tempat layaknya sebuah benteng perlindungan dari peperangan. Karakteristik ini melahirkan salah satu pedoman hidup bahwa masyarakat Sunda sangat menjunjung tinggi perdamaian dan kerukunan antar sesama manusia.

“Gunung Kaian, Gawir Awian, Cinyusu Rumanten, Sampalan Kebonan, Pasir Talunan, Dataran Sawahan, Lebak Caian, Legok Balongan, Situ Pulasaraeun, Lembur Uruseun, Walungan Rawateun, jeung Basisir Jagaeun”

Masyarakat Kampung Adat Cireundeu dan masyarakat Sunda pada umumnya,  tetap mempertahankan prinsip kearifan budaya lokal mereka yang berkaitan dengan Bumi tempat mereka berpijak.

Gunung harus penuh kayu-kayuan, merupakan hutan yang selalu dijaga. Wilayah jurang-jurang terus dijaga tanaman bambunya. Bukit-bukit dikelola untuk hutan dan kebun. Daerah yang tidak berbukit dan struktur tanahnya subur diperuntukan untuk rumah.  Sungai kecil harus dijaga mata airnya.  Daerah cekungan dijadikan penampungan air (balong) untuk membudidayakan ikan. Sungai besar menjadi penampungan air dari sungai-sungai kecil dipelihara kelestariannya untuk memberikan sumber air kehidupan. Wilayah Landai dan luas diperuntukan untuk lahan pertanian basah dan pesisir pantai dijaga untuk keseimbangan agar tidak terjadi kerusakan pada wilayah daratan.

Imah Panggung
Berfoto ceria di depan salah satu bagian dari Imah Panggung (c) Lutfi Dananjaya/Travelingyuk

Perjalanan wisata budaya, memberikan banyak pembelajaran untuk kita. Teman traveler bisa menjadikan wisata budaya adat ini sebagai salah satu destinasi yang menyenangkan. Bagi teman traveler yang berminat untuk menjelajahi kontur alam desa dengan kekayaan budaya masyarakatnya, langsung agendakan menuju Kampung Adat Cireundeu ya. Next

ramadan
Paket Bukber Murah Cafe Malang

Paket Bukber Murah Meriah di Cafe Malang, Ada yang Nggak Sampai Rp 20 ribu Per Orang!

Resep Pepes Tahu

Resep Pepes Tahu untuk Menu Sahur dan Buka Puasa, Sehat dan Praktis