Berlibur ke Jogjakarta akan kurang lengkap tanpa berkunjung ke sejumlah tempat bersejarah peninggalan Keraton. Selain kental nilai historis, deretan lokasi tersebut juga punya arsitektur memukau. Salah satunya yang tak boleh dilewatkan adalah Sumur Gumuling.
Baca juga : Kopituju Malang, Serunya Ngopi ala Australia di Kota Bunga
Destinasi yang terletak di Patehan ini cukup unik karena dulunya merupakan tempat ibadah alias masjid. Namun berbeda dari bangunan sejenis pada umumnya, Sumur Gumuling terletak di bawah tanah. Penasaran? Berikut penjelasan lengkap dari kontributor Travelingyuk, Reksita Wardani.
Masjid Peninggalan Sultan Hamengku Buwono I
Berdasarkan informasi yang didapat Reksita dari pemandu setempat, Sumur Gumuling yang masih menjadi bagian dari Pesanggrahan Taman Sari ini merupakan masjid bawah tanah yang dibangun pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono I (sekitar tahun 1758 M).
Wisatawan yang tertarik berkunjung ke sini harus melewati kawasan perumahan
warga. Konon, dahulu area pemukiman tersebut merupakan danau buatan atau segaran yang menghubungkan Taman Sari dengan Sumur Gumuling. .
Pusat Tempat Ibadah dan Kegiatan Keagamaan
Semasa kejayaan Keraton Jogja, Masjid Sumur Gumuling sempat digunakan sebagai tempat beribadah dan kegiatan keagamaan. Lantai satu untuk jamaah perempuan, sedangkan lantai dua untuk imam dan jamaah laki-laki.
Di bagian tengah bangunan terdapat lima buah tangga perlambang rukun Islam. Pijakan yang menghubungkannya merupakan tempat berwudu. Sementara air wudu sendiri diambil dari sumur kecil di bawah tangga-tangga tersebut.
Meski berada di bawah tanah, Masjid Sumur Gumuling justru memberikan atmosfer tenang dan sejuk. Khusyuk sekali jika digunakan sebagai tempat beribadah. Selain itu, udara dan cahaya juga tetap bisa masuk dengan baik berkat desain kubah berupa rongga terbuka berbentuk cincin.
Sayangnya, masjid unik ini sudah tak digunakan sejak berabad-abad yang lalu. Terakhir ada jamaah beribadah di sini pada masa kepemimpinan Sultan Hamengkubuwono I.
Lorong Panjang Penghubung Pantai Selatan
Dirancang dengan gaya arsitektur Jawa-Portugis, Sumur Gumuling hanya memiliki satu pintu. Hal ini melambangkan manusia diciptakan dari tanah dan akan kembali ke tanah. Selain itu karena bangunannya melingkar, pengunjung yang masuk maupun keluar harus melewati lorong-lorong gelap yang cukup panjang.
Konon lorong-lorong tersebut terhubung hingga ke wilayah Pantai Parangtritis di selatan Jawa. Namun karena beberapa alasan jalan tembus tersebut sudah tidak bisa diakses lagi.
Sepaket dengan Istana Taman Sari
Bagi yang ingin berkunjung dan berfoto-foto di Sumur Gumuling, tak perlu mengeluarkan biaya ekstra. Tiket masuk kawasan masjid bawah tanah ini sepaket dengan Istana Air Taman
Sari. Wisatawan lokal cukup membayar 5 ribu rupiah, sementara turis asing harus membayar 10 ribu rupiah.
Pengunjung juga bisa menggunakan jasa guide setempat untuk sajian info dan fakta menarik selama berada di Taman Sari maupun di Masjid Sumur Gumuling. Biaya untuk jasa guide biasanya ditentukan secara sukarela atas keikhlasan pengunjung. Sebab para pemandu tersebut murni membantu untuk tujuan edukasi.
Patut diperhatikan bahwa situs bersejarah Jogjakarta ini tidak bisa dikunjungi sepanjang waktu seperti Malioboro. Lokasi wisata unik ini baru buka pada pukul sembilan pagi dan tutup pada pukul lima sore.
Demikian ulasan mengenai masjid bawah tanah Sumur Gumuling, salah satu warisan bersejarah di Jogjakarta. Hayo yang mengaku sering pelesir ke Kota Gudeg, pernah menyambangi masjid ini? Next