in , , ,

Wajah Baru Malioboro Tanpa PKL, Panggung Street Art Bakal Menghibur Wisatawan

Siapa yang tidak kenal dengan Malioboro Yogyakarta? Tempat satu ini kerap kali dijadikan destinasi tujuan bagi setiap pelancong yang mampir ke Daerah Istimewa Yogyakarta. Hingga akhir pekal ataupun liburan, tempat ini sangat penuh hingga berjubel sepanjang jalan Malioboro. Nama Malioboro memang memiliki arti dari perpaduan pusat pembelanjaan, andong, dan pdagang kaki lima yang selalu ngangenin.

Baca juga : Jelajah Air Terjun di Bantaeng Sulawesi Selatan, Tersembunyi dan Belum Terjamah

Tampak bersih dan nyaman saat Malioboro tanpa PKL. Foto via detik.com

PKL ini sering disebut perko, singkatan dari emperan toko. Sesuai dengan namanya memang berjualan tepat diemperan toko. Emperan Malioboro memang dikenal wisatawan nasional sebagai tempat bazar terpanjang di Indonesia. Uniknya mereka selalu berebut riuh pembeli. Hingga pemilik toko kadang hanya dapat sisa beberapa space saja. Teras toko di Malioboro memang bagaikan goa yang menaungi pejalan kaki serta lapak PKL.

Sisi Malioboro tanpa PKL jalanan semakin longgar dan nyaman. Foto via tempo.com

Berbagai pernak pernih, cideramata, pakaian, hingga jajanan oleh oleh dapat kamu temukan dengan mudah di sepanjang teras ini. Namun awal tahun 2022 adalah akhir dari kehadiran PKL selama ini. Namun bukanlah menggusur mereka melainkan proses penataan ulang kawasan Malioboro yang terlanjur penuh sesak dengan merelokasikan ke dua tempat yang berbeda yaitu bekas Bioskop Indra yang penuh sengketa dan bekas Gedung Dinas Pariwisata DIY.

Revitalisasi Malioboro bersih tanpa PKL. Foto via kompas.com

Proses relokasi ini bakal menjadi pro dan kontra, semisal mereka yang kontra merasa relokasi PKL membunuh ciri khas Malioboro, hingga pendapatan mereka. Sedangkan para PKL ini telah berdagang lebih dari 25 tahun lamanya, dan sudah menjadi keistimewaan serta daya tarik Malioboro akan hadirnya para PKL. Sisi lain banyak yang mempertanyakan akan budaya khas Malioboro. Apakah PKL yang menjadi ciri khas Malioboro ini perlu hengkang? Apakah demi tata ruang yang (katanya) demi mengejar Kota Warisan Budaya Dunia, keistimewaan Malioboro harus direlokasi?

Namun hadirnya PKL tidak selamanya positif, ada kalanya pengunjung juga mengalami kecopetan akibat jalanan makin menyempit namun pengunjung semakin banyak. Sejak 2008 pihak pertokoan juga mengeluhkan kehadiran PKL yang menyerobot konsumen mereka. Relokasi PKL ini menjadi langkah tepat ketika melihat permasalahan ini.

Penampakan tanpa PKL, lebih begah dan nyaman. Foto via merdeka.com

Rencananya kawasan Malioboro bakal disulap jadi panggung Street Art dengan tampilan acara acara oleh Balai Cagar Budaya Pemkot Jogja baik diteras Malioboro maupun sepanjang jalan kota yang sudah disampaikan oleh Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X saat meninjau Malioboro. Sultan menyebut penataan terus dilakukan di Malioboro demi membuat pengunjung nyaman.

Untuk meramaikan Teras I Malioboro dan Teras Malioboro II rencananya akan digelar pentas seni seminggu kali. Pihak pemerintah Jogjakarta telah berkoordinasi dalam waktu tiga bulan akan diselenggarakan dua kali dalam seminggu. Yakni dihari Selasa dan Sabtu. Teman traveler pastinya tetap menaati aturan protokol kesehatan demi menjaga diri dan lingkungan sekitar. Next

ramadan

Melipir di Lembah Tanah Wuk Bali yang Kian Asri dan Teduh

Nikmati Jacuzzy Alami di Tukad Tista, Pesonanya Bikin Lupa Waktu