in , ,

Warung Bu Haji Ridwan, Berjuang di Ranah Kuliner Sejak Indonesia Merdeka

Sop Buntut dan Rawon Jadi Menu Andalan Warung Bu Haji Ridwan

Warung Bu Haji Ridwan
Warung Bu Haji Ridwan (c) Ica Nafisa/Travelingyuk

Tanggal 17 Agustus 1945 dikenal sebagai Hari Kemerdekaan Indonesia. Menariknya, di saat bersamaan, pasangan Siti Rohmah dan Haji Ja’far merintis usaha kulinernya. Upaya tak kenal lelah keduanya berjuang di ranah kuliner membuahkan hasil, dengan lahirnya sebuah warung legendaris di kawasan Pasar Besar Malang. Hingga kini Warung Bu Haji Ridwan, demikian usaha kuliner tersebut kini dikenal banyak orang, terus memiliki banyak pelanggan setia.

Baca juga : Warung Nasi Cumi Waspada, Kuliner Legendaris Surabaya Sejak 1917!

Lantas seperti apa keiistimewaan hidangan di sana dan apa saja kisah menarik yang mengiringi perjalanan warung ini meraih status legenda? Berikut ulasan lengkapnya.

Berawal dari Mimpi Sederhana

Pelanggan menikmati kudapan di Warung Bu Haji (c) Ica Nafisah/Travelingyuk

Dikisahkan bahwa Haji Ja’far memiliki profesi utama sebagai guru madrasah. Untuk menambah penghasilan, ia menjual roti di kios sederhana yang terletak di Pasar Besar Malang.

Sementara itu, Siti Rohmah ikut membantu perputaran roda ekonomi keluarga dengan membuat pecel, rujak cingur, rawon, lodeh, dan masakan lainnya. Semua masakan tersebut dijajakan di rumah, sekedar untuk menambah pemasukan demi menghidupi 15 orang anak.  

Haji Ja’far dan Siti Rohmah semasa hidup (c) Ica Nafisa/Travelingyuk

Tahun demi tahun berlalu, penjualan roti Haji Ja’far tidak seindah awal buka, sementara makanan yang dijajakan Siti Rohmah justru kian laris. Pasangan suami istri tersebut lantas sepakat untuk fokus menjual makanan. Keduanya berjualan berbagai macam masakan di kios sederhana tanpa nama di area belakang Pasar Besar, kini digunakan untuk area buah.

Sekitar 1998 Haji Ja’far dipanggil Sang Kuasa dan disusul Siti Rohmah pada tahun 2000. Beruntung, dua dari tiga putri mereka sudah akrab dengan pengelolaan warung sejak 1971. Usaha warung makan pun tetap berjalan meski kedua pendirinya sudah tiada.

Lahirnya Warung Bu Haji Ridwan

Daftar menu Warung Bu Haji (c) Ica Nafisah/Travelingyuk

Siti Azimah dan kakaknya saling bekerjasama untuk terus mempertahankan kios warisan kedua orang tua mereka. Menu warung yang awalnya hanya beberapa, saat ini sudah berkembang hingga lebih dari 25 jenis masakan. 

Renovasi Pasar Besar Malang di 2005 menggiring Siti Azimah untuk pindah ke pasar bagian depan. Lokasi tersebut saat ini dikenal banyak orang dengan nama Warung Baru Bu Haji. Tak sedikit pula yang menyebutnya Warung Baru Bu Haji Ridwan, lantaran beliau merupakan istri Haji Ridwan.

Kepindahan Siti Azimah tersebut tak diikuti oleh Sang Kakak. Saudara perempuannya yang lebih senior tersebut memilih untuk membuka usaha sendiri di pasar bagian belakang.  

Haji Ridwan sendiri adalah seorang pedagang. Ia memiliki toko barang kebutuhan rumah tangga, meliputi pakaian dan beragam asesoris, di lantai dua Pasar Besar Malang. Meski demikian, bersama Sang Istri ia terus berupaya keras mempertahankan eksistensi Warung Baru Bu Haji.

Rawon dan Sop Buntut Jadi Menu Favorit

Nasi rawon, menu terlaris di Warung Bu Haji

Sop buntut adalah salah satu menu yang paling dicari pelanggan, setelah rawon dan sate daging. Warung Baru Bu Haji menghabiskan rata-rata 25 kilogram daging (termasuk buntut dan jeroan) dan 20-25 kilogram setiap harinya. 

Selain makanan berat, mereka juga menjual serabi dan petulo. Dua menu ini juga jadi favorit pelanggan karena kuahnya yang beda. Sayangnya, serabi hanya bisa dinikmati pada hari Senin, Kamis, Sabtu dan Minggu.  

Nasi Sambal Goreng Ati (c) Ica Nafisah/Travelingyuk

Rawon di Warung Bu Haji Ridwan sungguh istimewa. Sepiring nasi panas disiram kuah rawon, ditambah beberapa potong daging sapi, taburan tauge, serta sambal. Jika ingin tambahan lauk, sate daging dan sate usus yang menggoda untuk disantap sudah tersedia di meja. Ada juga tempe, kerupuk, air mineral, dan lauk jeroan lainnya.

Nasi Rawon bersanding dengan beberapa lauk yang tersedia di atas meja (c) Ica Nafisah/Travelingyuk

Cukup merogoh kocek sebesar Rp17.500, Teman Traveler sudah bisa menikmati sepiring rawon. Sop Buntut dibanderol Rp20.000, sementara sate daging dan usus dihargai Rp12.000.

Pertahankan Resep Asli demi Pelanggan

Suasana di dalam Warung Baru Bu Haji Ridwan (c) Ica Nafisah/Travelingyuk

Lokasinya Warung Baru Bu Haji Ridwan cukup mudah dijangkau, dari pintu masuk utama Pasar Besar Malang tinggal lurus. Begitu sampai di gang kedua, belok kanan. Teman Traveler akan menemukan tempat makan mungil bertuliskan ‘Warung Bu Haji’.  

Warung yang buka setiap hari mulai pukul 08.00 sampai 16.00 ini masih menggunakan resep asli dari pendirinya, Siti Rohmah. Tak hanya kualitas masakan, Siti Azimah mengaku pelayanan ramah juga jadi strategi andalan untuk memikat hati pelanggan.

Tak perlu terkejut jika saat jam makan siang Warung Bu Haji selalu ramai dikunjungi pelanggan setianya. Terlebih saat akhir pekan, sejumlah pelanggan sengaja datang dari luar kota untuk sekedar mengobati rasa kangen akan masakan di sini.

Berkomitmen Lakukan Inovasi

Sajian beragam makanan di Warung Bu Haji (c) Ica Nafisah/Travelingyuk

Bersama empat orang karyawannya di rumah, Siti Azimah memasak semua menu yang disajikan di Warung Bu Haji. Sementara di Pasar Besar, salah satu dari empat putranya bersama lima orang karyawan lain bekerja keras melayani para pelanggan.

Bakat sebagai pengusaha kuliner rupanya menurun pada putranya tersebut. Siti Azimah mengatakan saat ini Warung Bu Haji mulai dikenal di dunia maya berkat upaya yang dilakukan putranya tersebut.

Tak mau hanya sekedar jalan di tempat, Siti Azimah dan keluarganya juga punya sederet rencana. Beberapa di antaranya adalah membuka cabang, memperbaiki manajemen, dan menghidupkan pemasaran lewat dunia maya. Citarasa masakan juga terus dikembangkan demi memanjakan lidah pelanggan.

Selain membuka warung di Pasar Besar Malang, Warung Bu Haji juga melayani pelanggan yang ingin memesan nasi kotak. Tentunya dengan harga yang disesuaikan.  

Terus Berjuang demi Eksistensi

Siti Azimah, generasi kedua Warung Bu Haji (c) Ica Nafisah/Travelingyuk

Sebagai generasi kedua penerus Warung Bu Haji, Siti Azimah sempat coba mengembangkan usaha kulinernya dengan membuka cabang di Sarangan. Namun wanita kelahiran 1951 dengan delapan orang cucu tersebut harus menelan pil pahit. Anak usahanya tersebut hanya bertahan 1-2 bulan dan tidak dilanjutkan karena masalah internal.

Selama menjalani usaha kuliner legendaris ini, Siti Azimah sudah merasakan banyak hal. Mulai dari yang menyenangkan hingga mengiris hati. Namun semua dijalaninya dengan keyakinan akan rahmat dari Tuhan. Ia juga berharap berharap keturunannya dapat melanjutkan perjuangan Warung Bu Haji.

Itulah sekilas ulasan mengenai Warung Bu Haji Ridwan. Bagaimana Teman Traveler, siap menjajal kelezatan deretan menu dengan resep legendaris sejak era kemerdekaan? Yuk, datang dan rasakan sendiri kenikmatannya.   Next

ramadan
Kafe Instagenic dan Unik Baru di Jakarta

Keren! Kafe Instagenic dan Unik Baru di Jakarta, Anak Hits Udah Mampir?

Tempat menginap murah di Gianyar

Deretan Akomodasi Murah di Gianyar, Hanya Kisaran 200 Ribuan dan Bikin Liburan Makin Hepi