Bali punya segudang pesona untuk memikat kedatangan wisatawan. Tak hanya dari pantai, namun juga budayanya. Salah jejak warisan tradisi apik yang wajib dikunjungi ketika berada di Pulau Dewata adalah Pura Lempuyang.
Baca juga : Paras Paros Lodge Marina Bali, 300 Ribuan View Menakjubkan!
Tak hanya eksotis, Pura Lempuyang juga menyimpan kisah menarik di balik keberadaannya. Banyak orang menyebutnya sebagai Gerbang Surga. Penasaran? Mari simak pengalaman kontributor Travelingyuk, Nova Kurniawan, berikut ini.
Keunikan Pura Lempuyang
Pura Lempuyang terletak di Bukit Birbis, Kecamatan Karangasem Kabupaten Karangasem, Bali. Terdapat keunikan tersendiri di balik keberadaannya.
Bangunan peribadatan yang berhadapan langsung dengan Gunung Agung ini dipercaya sebagai tempat Sang Hyang menempatkan Dewa-Dewi untuk menjaga Pulau Bali dari bencana alam. Hal tersebut menurut penuturan Bli Made pemandu asli di Pura Lempuyang yang saya temui.
Gerbang Pura Lempuyang juga sangat instagramable. Dari sini terlihat jelas kegagahan Gunung Agung. Total ada tujuh pura dalam satu kompleks besar. Jika semuanya dijelajahi, membutuhkan waktu kurang lebih tiga jam dengan berjalan kaki.
Biasa digunakan sebagai tempat peribadatan di hari-hari besar umat Hinddu, pura ini jadi salah yang disucikan di Bali. Dengan ketinggian sekitar 1.100 meter di atas permukaan laut, Lempuyang sekaligus merupakan pura tertinggi di Pulau Dewata.
Eits Teman Traveler jangan salah dulu. Kebanyakan orang mengira Pura Besakih merupakan yang tertinggi di Bali. Padahal faktanya Besakih adalah pura terbesar, begitu ungkap Bli Made kepada saya.
Berangkat Menuju Pura Lempuyang
Setelah selesai bersantap pagi di hotel, saya langsung memacu motor sewaan dari hotel. Berbekal google maps dan informasi seadanya dari staff hotel, saya beranikan diri menempuh perjalanan sejauh 85 km dari Kuta ke Kabupaten Karangasem.
Sepanjang perjalanan saya dibuat takjub dengan pemandangan yang tersaji. Kebanyakan orang berpikir ke manapun pergi di Bali pasti akan menemui pantai. Selama perjalanan, saya justru melihat perkebunan salak, pegunungan, dan pedesaan dengan rumah adat khas Bali.
Jika berangkat dari Kuta Teman Traveler langsung saja menuju arah Kabupaten Karangasem. Kalian akan melewati Gianyar, sebelum berbelok ke arah Klungkung hingga akhirnya sampai di Pura Lempuyang.
Oh iya, sedikit tips dari saya. Ada baiknya lakukan pengecekan bahan bakar dan pastikan kendaraan dalam kondisi prima. Pasalnya, ketika memasuki kawasan pegunungan, akan susah mencari tempat pengisian bahan bakar. Tenang, jika memang benar-benar kepepet bisa membeli eceran di pinggir jalan kok.
Setelah menempuh perjalanan kurang lebih dua jam, saya akhirnya tiba di Kabupaten Karangasem. Memasuki wilayah ini saya disambut sebuah terminal kecil. Di sini Teman traveler bisa menitipkan kendaraan dan menumpang mobil pickup untuk menuju ke Pura Lempuyang.
Namun saat itu saya yakin kondisi motor sewaan cukup memadai untuk naik sampai pura. Saya pun memutuskan melanjutkan perjalanan tanpa menaiki pick-up.
Tiket Masuk Terjangkau
Setelah 30 menit perjalanan dari Terminal Kabupaten Karangasem, saya sampai di pintu masuk Pura Lempuyang. Saya langsung memarkirkan kendaraan, tarifnya free alias gratis.
Setelah itu saya disambut oleh Bli Made, salah satu pengelola pura yang juga menjadi pemandu wisata. Jika sempat bertemu, Teman Traveler pasti akan disambut ramah dan hangat.
Ada satu kejadian lucu di sini Teman Traveler. Kala itu Bli Made menanyakan nama dan asal saya menggunakan Bahasa Inggris. Ketika saya menjawab dengan bahasa Indonesia dan menjelaskan saya berasal dari Malang, ia langsung tertawa terbahak-bahak. Sambil merangkul pundak saya, Bli Made berkata, “Saya kira orang Thailand Bli.” Saya pun ikut tertawa mendengar penjelasan tersebut.
Di depan loket masuk saya disambut satu lagi pengelola pura yang membawa sejumlah sarung Bali. Perempuan yang tidak saya ketahui namanya itu lantas menanyakan apakah saya sudah membawa sarung sendiri.
Jika belum, saya wajib menyewa. Saya mengiyakan karena memang tidak membawa sarung pibadi. Harganya Rp.10.000 untuk satu orang. Setelah sepakat, ibu-ibu tersebut memakaikan sarung dan mempersilahkan antri untuk pembelian tiket masuk.
Begitu giliran saya tiba, saya diminta untuk mengisi buku hadir terlebih dahulu. Tiket masuk di sini tidak dibanderol dengan harga khusus, Teman Traveler cukup memberi uang sumbangan seikhlasnya. Berlaku untuk turis domestik maupun asing.
Pantangan Selama di Pura
Setelah melakukan pembayaran sumbangan sukarela, Bli Made mengantarkan saya ke pos pertama dan menjelaskan tata tertib serta pantangan yang tidak boleh dilanggar selama berada di Pura Lempuyang.
Pantangan dan tata tertib tersebut meliputi:
- Tidak diperbolehkan melakukan pose foto dengan mengangkat kaki terlalu tinggi. Bli Made menjelaskan bahwa tidak sopan jika kaki kita berada terlalu tinggi mendekati kepala kita.
- Tidak diperbolehkan berbicara kotor dan berprasangka buruk selama berada di areal pura.
- Terdapat tiga pintu gerbang, masing-masing punya tangga sendiri-sendiri. Jika ingin menaiki tangga tersebut, wajib melalui sebelah kanan atau kiri. Tangga bagian tengah pantang diinjak karena diperuntukan sebagai jalan masuk bagi Dewa-Dewi saat upacara keagamaan.
- Teman traveler juga tidak diperkenankan menduduki patung naga di kanan dan kiri tangga masuk pura.
- Teman Traveler yang sedang dalam masa haid tidak diperbolehkan masuk ke areal pura.
Setelah penjelasan tersebut saya pun melanjutkan perjalanan menuju gerbang pertama. Lokasi ini juga jadi spot foto favorit wisatawan. Banyak yang menamakannya gerbang menuju surga.
Setelah perjalanan sekitar 15 menit, saya akhirnya sampai di gerbang samping pura pertama. Saya langsung disambut pengelola pura dengan secawan air suci. Setiap pengunjung yang masuk memang wajib diberi cipratan air suci.
Untuk menuju pura pertama, ada dua akses jalan yang bisa dipilih. Pertama dengan menapaki sekitar 1.100 anak tangga. Kedua dengan melalui jalan aspal di samping bangunan pura. Saat itu saya memilih opsi kedua, karena lebih ringan daripada harus menaiki tangga.
Spot Foto Gerbang Menuju Surga
Selesai dengan prosesi air suci, saya dipersilahkan mengikuti antrian untuk berfoto di gerbang pura. Saya sempat terkejut ketika melihat antrian mengular. Akan tetapi itu tidak menyurutkan semangat saya.
Saya melihat kondisi sekeliling, bangunan pura yang sangat khas dan megah membuat saya takjub. Panorama lereng Gunung Ggung pun mampu menghilangkan rasa bosan akibat mengantre.
Tak terasa 90 menit sudah saya mengantre berfoto di depan gerbang menuju surga. Kini tiba giliran saya untuk mengambil gambar. Saya lalu berjalan menghampiri petugas foto yang sudah disiapkan pihak pengelola.
Saya serahkan handphone untuk mengabadikan gambar. Satu hal menarik perhatian saya, petugas foto memegang cermin gelap berbentuk persegi panjang dituang air dan ditaruh di depan kamera saya. Sempat penasaran, petugas foto lantas menjelaskan fungsinya adalah untuk memberikan efek pantulan air pada hasil foto.
Saya berjalan menuju bibir gerbang diiringi oleh hembusan angin sejuk kepada saya. Saya sempat terdiam sekian detik di bibir gerbang. Pemandangannya sangat indah. Gunung agung terlihat sangat gagah di depan mata.
Saya baru tersadar oleh teriakan petugas foto yang mengatur pose. Kurang lebih delapan kali jepretan saya dapatkan. Setelah melihat hasilnya, saya memberikan sumbangan sukarela kepada mereka. Saya benar-benar dibuat takjub oleh hasil foto yang didapatkan.
Nih saya pamerin ya hasil fotonya.
Keren kan Teman Traveler hasil fotonya. Lihat tuh, efek pantulan airnya terlihat sangat sempurna. Puas mendapat foto-foto epic, saya lantas berswafoto sendiri di sekitar gerbang pura.
Berikutnya saya menjelajah bangunan pura dan menikmati pemandangan sekitar. Setelah puas, saya memutuskan turun dan kembali ke Kuta.
Sebelumnya saya sempatkan ke Tirta Gangga, pemandian kuno peninggalan Kerajaan Bali. Dulunya dipergunakan oleh para putri raja. Jaraknya hanya 20 menit dari Pura Lempuyang. Lokasi ini akan saya kupas di tulisan saya selanjutnya Teman Traveler.
Itulah secuil cerita saya ketika mengunjungi Pura Lempuyang, bangunan suci dengan ‘Gerbang Surga’ di dalamnya. Teman Traveler ada yang sudah pernah mengunjunginya? Next