Salah satu momen penting di Bulan Ramadan adalah malam Lailatul Qadar. Malam yang dipercaya sangat berharga, dan bahkan lebih baik dari seribu bulan. Waktunya adalah 10 hari terakhir di Bulan Ramadan. Nah oleh karena itu terdapat tradisi sambut Lailatul Qadar yang dilakukan orang di Indonesia. Mulai dari seribu tumpeng sampai malam ketupat.
Baca juga : Bukit Igir Kandang, Pesona 360 Derajat Pemalang dari Ketinggian
Malam Ketupat, Masyarakat Betawi
Masyarakat betawi menjalankan tradisi Malam Ketupat demi sambut malam Lailatul Qadar. Masing-masing keluarga mempunyai tugas untuk membuat makanan tertentu. Setelah salat tarawih, mereka berkumpul untuk menyantap makanan tersebut sembari mengobrol. Makna kegiatan tersebut adalah untuk mempererat tali silaturahmi.
Menu utamanya adalah ketupat dan kue abug, terbuat dari tepung beras ketan, isinya gula merah dan kelapa. Ia dibungkus daun pisang dan punya bentuk segitiga. Malam ketupat juga disebut sebagai Sedekah Abug. Jajanan tersebut merupakan salah satu yang populer di masyarakat Betawi.
Malem Selikuran, Surakarta
Malem Selikuran adalah tradisi sambut Lailatul Qadar yang dilaksanakan oleh Keraton Kasunanan Surakarta. Wujud kegiatan tersebut adalah kirab lentera, dimulai dari keraton sampai dengan Masjid Agung. Pada saat proses kirab, seribu tumpeng diletakkan dalam peti kayu.
Banyaknya yang hampir seribu, menggambarkan baiknya malam Lailatul Qadar seperti seribu bulan. Nasi tumpeng tersebut berisi nasi gurih, kedelai hitam, mentimun, daging ayam kampung, dan lalapan lombok hijau. Nantinya ia akan diperebutkan di akhir kegiatan tersebut.
Selo Buto, Tidore
Masyarakat Tidore juga mempunyai tradisi menarik untuk sambut malam Lailatul Qadar, disebut Selo Buto. Tradisi tersebut dilaksanakan oleh orang di Tidore kepulauan, sebagai bentuk komitmen mereka demi melestarikan warisan leluhur. Kegiatan adat istiadat tersebut memiliki beberapa rangkaian acara.
Pertama, orang-orang memasang beberapa tiang kayu dengan tinggi sekitar 2 meter ke dalam tanah, di pekarangan rumahnya. Ia dibentuk melingkar dengan diamater kira-kira 5 meter. Kemudian batang enau, pisang, jagung, dan tebu diikat di tiang-tiang. Tanaman tersebut adalah hasil panen masyarakat setempat, dan harus punya buah yang bisa dimakan.
Selanjutnya, beberapa pria menari cakalele diiringi tabuhan tifa, di antaranya ada yang memegang parang. Setelah kurang lebih 30 menit, pria yang pegang parang, membabat tanaman yang telah diikat pada tiang. Saat itulah para penonton mengambil buah-buahan yang berjatuhan.
Saji Maleman, Cirebon
Keraton Kasunanan Cirebon mempunyai tradisi sambut malam Lailatul Qadar yang bernama Saji Maleman. Kegiatan adat istiadat tersebut pada dasarnya memasang wewangian di cungkup makam Sunan Gunung Jati sampai Sultan Keraton Kasepuhan di Astana Gunung Jati.
Wewangian itu berwujud dlepak dan ukup. Dlepak adalah piring tembikar berisi minyak maleman yang terbuat dari minyak kelapa plus bunga tujuh rupa. Ukup sendiri terbuat dari campuran pohon cendana, akar wangi, kayu wangi, dan rempah yang disangrai dengan gula merah.
Dlepak lalu dinyalakan dengan api karena terdapatu sumbu. Sedangkan ukup dibakar di dalam dupa. Tebaran wewangian itu merupakan wujud bahwa orang-orang harus selalu harum dalam menyambut ribuan malaikat yang turun membawa berkah dan kemuliaan.
Itulah setidaknya 4 tradisi sambut malam Lailatul Qadar yang dilakukan masyarakat Indonesia. Kalau di tempat Teman Traveler, ada kegiatan apa? Next