Jika Teman Traveler sedang liburan ke Labuan Bajo, cobalah melipir sejenak melipir ke Kampung Cecer di Desa Liang Ndara. Jaraknya hanya sekitar satu jam perjalanan. Di sana kalian bisa melihat langsung pertunjukan Tari Caci, tarian perang khas Manggarai yang menantang.
Baca juga : Museum Gedung Sate, Romansa antara Budaya dan Heroiknya Pemuda
Lambangkan Keperkasaan
Tari Caci bermula dari tradisi masyarakat lokal Manggarai, Nusa Tenggara Timur. Dalam pertunjukan budaya ini, dua pria dewasa bertarung satu sama lain. Mereka saling menguji keberanian dan ketangkasan.
Seiring perjalanan waktu, kebiasaan ini berkembang menjadi kesenian yang ditampilkan dalam beberapa acara penting seperti syukuran musim panen atau hang woja, ritual tahun baru alias penti, serta berbagai upacara adat lainnya.
Duel Satu Lawan Satu
Sebelum memulai tarian, pemuka adat akan melakukan ritual pembuka dengan jamuan sopi, minuman tradisional setempat. Para pemain lantas bakal lakukan pemanasan melalui gerakan-gerakan tarian ringan. Berikutnya mereka akan masuk arena pertarungan sambil menyanyikan lagu-lagu adat.
Dalam Tari Caci, para pemain akan bertarung dengan berbekal cambuk dan perisai. Pemain pertama disebut paki dan bertindak sebagai penyerang. Pemain kedua berperan sebagai ta’ang atau penangkis.
Menggunakan cambuk kulit kerbau atau kulit sapi yang dikeringkan, paki bakal berusaha sekuat tenaga menyerang lawan. Bagian tubuh yang boleh diserang hanya lengan, punggung, dan dada. Tidak boleh sembarangan.
Sementara itu, ta’ang harus bisa menangkis dan menghindar dari serangan sang penantang. Ia hanya boleh bertahan menggunakan perisai bundar berlapis kulit kerbau dan busur bambu dengan lilitan rotan.
Kedua pemain berikutnya akan berganti posisi dan peran. Di sela-sela pertarungan mereka diberi sopi untuk menambah semangat. Setelah tarian selesai, tidak boleh ada dendam di antara peserta. Aktivitas ini menjunjungi tinggi sportivitas dan asas saling menghormati. Melambangkan semangat juang tinggi dan jiwa kepahlawanan.
Dimainkan Bergantian
Tari Caci dimainkan secara bergiliran. Ada dua kelompok yang saling berhadapan satu sama lain. Setiap kubu bakal mengirimkan satu perwakilan per babak. Suasana bakal makin seru karena tiap kelompok memiliki suporter, layaknya pertandingan sepakbola. Mereka bersorak sorai memberikan dukungan agar jagoan mereka menang.
Pertunjukan biasanya diiringi alat musik tradisional seperti gendang dan gong. Selain itu, para pendukung akan menyanyikan lagu tradisional seperti nenggo atau dare.
Berpakaian Ala Prajurit
Para penari memakai kostum seperti prajurit hendak berangkat ke medan laga. Kepala dilindungi penutup kain khusus yang diikat dan topeng kayu menyerupai kepala sapi. Tubuh bagian atas dibiarkan terbuka tanpa busana, memperlihatkan otot kekar para pemain.
Untuk bawahan, para penari biasanya mengenakan celana kain putih dan dililit kain tenun khas Flores. Sebagai pelengkap, ditambahkan lonceng-lonceng kecil dan asesoris mirip ekor sapi di bagian belakang tubuh.
Ajang Cari Jodoh
Di balik pertarungan yang seolah penuh rivalitas, tarian ini ternyata menyimpan nilai romantisme. Pada zaman dulu, pertunjukan Caci menjadi ajang tebar pesona bagi para pemuda untuk memikat gadis-gadis di desanya. Mereka bakal sepenuh hati menunjukkan keberanian dan keperkasaan. Semuanya akan bertarung habis-habisan demi menarik perhatian gadis incaran.
Itulah sedikit ulasan mengenai Tari Caci, pertunjukan tari perang ala Manggarai yang benar-benar menantang. Jangan lupa menyaksikan tarian ini jika sedang mampir menjelajah wisata Nusa Tenggara Timur ya. Next