Sama seperti daerah lainnya, Provinsi Suamtra Barat juga memiki jajanan tradisional. Salah satunya adalah lompong sagu. Kue yang terbuat dari campuran sagu dan pisang ini, lebih mudah ditemukan di daerah pesisir pantai dibandingkan area pegunungan atau darat.
Baca juga : Selain Bus Horor Bekasi-Bandung, Ini 4 Kisah Transportasi Hantu di Indonesia
Hal itu disebabkan ada banyak pohon sagu di daerah pantai dibanding daratan yang digunakan untuk menanam padi-padian. Namun sayangnya, kini kue tradisional ini semakin lama semakin langka. Daripada penasaran, simak ulasan singkat tentang lompong sagu berikut ini!
Cara pembuatan lompong sagu
Ada beberapa bahan yang diperlukan dalam pembuatannya, yaitu pisang kepok, sagu, garam, kelapa parut, gula merah, daun pandan, tepung ketan, dan air. Pisang harus dihaluskan terlebih dahulu, kemudian dicampur dengan sagu dan garam. Sebaiknya gunakan sagu berwarna cokelat yang diambil langsung dari pohonnya untuk mendapatkan cita rasa yang lebih lezat.
Isian lompong dibuat dengan mencampurkan gula merah dan daun pandan yang dimasak dengan air hingga larut. Setelah air menyusut, tepung ketan bisa ditambahkan. Masukkan adonan ke dalam daun pisang dan tambahkan isian gula merah sesuai selera, kemudian gulung seperti membuat lontong. Terakhir, panggang hingga daunnya menjadi layu dan sedikit gosong. Tambahkan kelapa parut dan lompong sagu pun siap disajikan.
Cita rasa lompong sagu
Jika dilihat sekilas, jajanan ini mirip dengan kue khas Betawi ketimus. Namun aroma lompong sagu terasa lebih kuat karena proses pemanggangan. Ia memiliki cita rasa manis dan sedikit gurih, teksturnya kenyal dan padat. Kue ini cocok menjadi camilan saat musim penghujan datang.
Kue khas Minang yang kian jarang ditemukan
Sayangnya, jajanan khas Minang ini justru semakin langka. Bahkan di Sumatera Barat, kue ini sudah sulit ditemukan. Penyebabnya lantaran tampilan kue ini dinilai kurang menarik untuk camilan kekinian karena ukurannya yang terlalu besar. Lompong sagu tradisional memang dibungkus menggunakan daun pisang sepanjang 20 cm.
Resep lompong sagu yang belum distandarisasi juga menjadi salah satu alasan yang dipercaya mengapa kue ini kurang diminati. Resep dengan takaran yang tak sama membuat rasa di setiap daerah berbeda-beda. Kue ini juga jarang dipromosikan sehingga banyak orang yang belum mengetahui kue tradisional ini.
Tak hanya keindahan alam, jajanan tradisional Indonesia juga perlu dilestarikan. Pasalnya, jajanan tradisional dari setiap daerah adalah bagian dari kekayaan budaya Indonesia. Semoga kue kue tradisional satu ini bisa dikembangkan dengan berbagai inovasi agar diminati oleh banyak orang. Next