in , ,

Jelajah Bukit Ongakan, Nikmati Indah Panorama Sekitar Kelud

Bersepeda Seru Menuju Puncak Bukit Ongakan

Menikmati Pemandangan di Bukit Ongakan
Menikmati Pemandangan di Bukit Ongakan (c) Indah Rahmasari/Travelingyuk

Ada banyak cara menikmati liburan. Bagi yang suka bersepeda ria, kegiatan ini bisa jadi alternatif asyik mengisi akhir pekan. Seperti yang saya lakukan beberapa waktu lalu saat menaklukkan Bukit Ongakan.

Baca juga : HaloNiko! Jakarta, Bertemunya Kuliner Jawa dan Yunani

Udara pagi terasa amat dingin. Angin bertiup perlahan, merasuk melalui celah pori-pori. Sepeda kesayanganku, Selena, nampak tergolek murung dan berdebu. Seolah memanggil untuk mengajak berkencan. Hari ini aku memang berencana tamasya berdua bersamanya.

Kencan ke Bukit Ongakan Bersama Selena

Selena, sepeda kesayangan (c) Indah Rahmasari/Travelingyuk

Sekian lama tidak bertemu Selena, akhirnya bisa berduaan juga. Bukit Ongakan menjadi tujuan kami. Ongakan merupakan salah satu bukit di kawasan Gunung Kelud, secara administrasi masuk wilayah kecamatan Kepung, Kabupaten Kediri.

Nama Ongakan diambil dari bahasa Jawa ‘mengongak’, yang berarti melongok atau melihat. Konon tempat ini dulu digunakan sebagai tempat melihat aktivitas Kelud. Sudah lama aku mendengar kabar tentang keindahan kawasan yang juga disebut bukit kura-kura ini.

Gowes ke Ongakan membutuhkan waktu sekitar 10 jam dari Kertosono. Lantaran termasuk perjalanan panjang, semua hal harus dipersiapkan matang. Kondisi fisik dan sepeda harus dalam keadaan baik.

Perjalanan Menyenangkan

Pemandangan keren selama perjalanan (c) Indah Rahmasari/Travelingyuk

Tepat pukul 5:30 aku mulai perjalanan ditemani dingin yang seolah menusuk tulang. Perjalanan ke Ongakan sendiri terasa sangat menarik. Sebelum melewati Jembatan Papar, aku ditemani ‘tangkis’ yang membumbung tinggi tertutup rumput.

Jalan berikutnya masih lurus dan lumayan sepi, hingga akhirnya sampai pasar sekitar perempatan Plemahan. Di sini terlihat kesibukan para penjual dan pembeli melakukan transaksi.

Sekitar satu setengah jam mengayuh pedal sampailah di Pare, kecamatan yang terkenal dengan Kampung Inggrisnya. Akupun rehat sejenak untuk sarapan. Sekitar pukul 08.00 aku melanjutkan perjalanan menuju Desa Siman, sebelum kemudian dilanjutkan ke Desa Besowo.

Asyiknya bertamasya bersama Selena. Memang benar apa kata Shagy Dog hahaha. Salah satu lagu mereka punya lirik bernuansa ceria, yang bunyinya, “Jalan-jalan di akhir pekan lihat ke kiri dan ke kanan, pohon-pohon dan burung-burung semua menyambut riang.” Sungguh pas dengan suasana yang kurasakan.

Keseruan di Desa Besowo

Berfoto dari atas gardu pandang (c) Indah Rahmasari/Travelingyuk

Keasyikan bertambah ketika menuju Besowo, desa yang secara administrasi merupakan ‘pemilik’ Bukit Ongakan. Jalur di sini mulai menanjak dan melelahkan. Jalannya sudah beraspal dan lumayan ramai kendaraan bermotor. Apalagi cuaca kala itu lumayan panas, membuat dehidrasi dan kepala terasa ‘klemun-klemun’. Rasanya ngeri-ngeri sedap, gimana gitu.

Selain Bukit Ongakan, hal menarik lain dari Desa Besowo adalah toleransi antar umat beragama. Di wisata Kediri ini, ada masjid yang lokasinya bersebrangan dengan gereja. Sekitar 200 meter dari situ ada Pura menjulang tinggi. Sungguh asyiknya perbedaan yang menandakan betapa kaya negeri ini.

Sekitar pukul 10:00 aku sampai di Desa Besowo, Dusun Besowo Timur. Jalannya mulai sepi, jalur ekstrem berpadu dengan keindahan panorama sekitar. Bukit Ongakan sudah terlihat di depan mata.

Ada banyak tanjakan dan turunan curam yang harus dilalui. Ada satu turunan yang kemiringannya cukup ekstrem, butuh konsentrasi tinggi dan harus pandai pegang kendali atas Selena. Begitu melewati hadangan tersebut, ada sensasi tersendiri yang kurasakan. ‘I feel free and flying’ pengalaman inilah yang paling kurindukan bersama Selena.

Pemandangan Alam Menakjubkan

Menikmati keindahan alam sekitar (c) Indah Rahmasari/Travelingyuk

Setelah melewati dusun yang dipadati rumah penduduk, saya sampai di sebuah perkebunan. Tak sampai setengah jam kemudian, mulai masuk area hutan. Suasana sekitar sungguh membuat adem jiwa dan sanubari. Pemandangan pohon-pohon berdiameter besar dan berusia ratusan tahun tampak sejauh mata memandang.

Kala itu hutan sepi, kadang terlihat beberapa orang sedang mencari kayu. Rimbun dan sunyinya mengingatkanku pada Argopuro. Dua ekor babi hutan sempat melintas di depanku. Melihat mereka berlari kencang membuatku sangat bahagia.

Hutan menuju Ongakan lokasinya sangat dekat dengan pemukiman. Aku membayangkan betapa asyik kehidupan penduduk sekitar. Mereka punya kadar toleransi sangat tinggi, hidup berdampingan dengan keberagaman, serta punya kawasan hutan yang menyimpan sejuta misteri.

Menuju Puncak Bukit Ongakan

Menempuh perjalanan dengan sepeda (c) Indah Rahmasari/Travelingyuk

Butuh sekitar dua jam perjalanan menuju puncak Bukit Ongakan. Kawasan ini sudah dikelola oleh dinas setempat. Beberapa warung dan musola berbaris rapi, bersebrangan dengan tempat parkir. Selain itu tersedia pula beberapa spot selfie yang jadi daya tarik tersendiri untuk wisatawan.

Perjalanan ‘gowes’ butuh tenaga ekstra (c) Indah Rahmasari/Travelingyuk

Pemandangan di area puncak sangat menarik. Gradasi warna hijau tampak dari kawasan hutan rimbun di bukit sebelahnya. Sesekali terdengar gemericik air dari bukit seberang. Alirannya sekaligus jadi jalan lahar kala Gunung Kelud erupsi.

Pemandangan indah dari atas bukit (c) Indah Rahmasari/Travelingyuk

Bukit-bukit kecil di bawah Ongakan seolah mengoda untuk memintaku ke sana dan menjamahnya. Ah, mungkin suatu saat kita kesana Selena. Next

ramadan

Timlo Solo, the Eclectic Soup with Long History

Gemercik Air Terjun Alam Kandung, Keindahan di Tulungagung