Ketangkasan menjadi poin yang penting agar seseorang bisa disebut sebagai seorang kesatria. Pada zaman dulu, kekuatan dan kemampuan bela diri menjadi modal untuk meraih kemenangan di medan laga. Entah itu perang atau perkelahian memperebutkan sesuatu. Selain itu, adu ketangkasan juga bisa menjadi bagian dari ritual untuk mendapatkan berkah di waktu yang akan datang. Di indonesia sendiri, ada banyak tradisi pergulatan. Sebut saja silat, hingga saat ini seni bela diri tersebut masih tetap ada dan terjaga kelestariannya.
Baca juga : Pelesir di Peternakan Kuda, Bisa Bergaya bak Koboi di 5 Tempat Ini
Namun silat bukan satu-satunya yang masih eksis, jika kamu datang ke Pulau Sumba di waktu tertentu, mungkin akan berkesempatan menyaksikan gelaran megah pertarungan para laki-laki yang dianggap sebagai kesatria dalam ajang Pasola. Bagi masyarakat Sumba, Pasola memiliki makna yang sangat penting. Agar kamu lebih tahu soal acara yang digelar dalam sebuah rangkaian festival tersebut, simak beberapa informasi berikut ini.
1. Apa itu Pasola
Pasola adalah sebuah istilah yang berasal dari kata “sola” atau “hola”. Dalam bahasa masyarakat Sumba, kata tersebut berarti lembing yang terbuat dari kayu. Sedangkan Pasola sendiri berarti permainan lempar lembing yang dilakukan oleh para penunggang kuda. Kuda-kuda yang dinaiki akan dipacu dengan begitu kencangnya, dalam jarak tertentu dua kelompok yang saling berlawanan akan melempar lembing ke arah musuh. Karena membutuhkan kekuatan otot dan strategi, maka permainan tersebut bisa disebut sebagai adu ketangkasan.
Pasola bukan hanya sekadar permainan, gelaran tersebut adalah bagian penting dalam ritual adat Marapu, yaitu kepercayaan masyarakat lokal yang diyakini hingga saat ini. Marapu adalah agama asli orang Sumba. Saat waktunya telah ditentukan, maka beberapa kampung di Sumba akan melakukan adat Pasola sesuai dengan ketentuan dan tradisi yang berlaku. Misalnya saja Kodi, Lamboya, Wonokaka, dan Gaura. Setelah dicapai kesepakatan, maka Pasola akan digelar setahun sekali secara bergiliran dan biasanya antara bulan Februari hingga Maret.
2. Asal-Usul Pasola
Pasola tentu tidak serta merta ada. Nenek moyang masyarakat Sumbalah yang mengenalkan tradisi tersebut. Ada cerita di balik asal-usul Pasola yang dipercayai oleh sebagian masyarakat Sumba. Dulunya ada seorang wanita berparas cantik bernama Rabu Kaba. Dia tinggal di Desa Waiwuang bersuamikan Umbu Amah yang menjabat sebagai salah satu pemimpin di Waiwuang. Suatu ketika Rabu Kaba ditinggal oleh suaminya untuk melaut. Namun setelah lama ditunggu, suaminya tidak kunjung datang.
Rabu Kaba berpikir Umbu Amah telah meninggal, kemudian ia menjalin asmara dengan lelaki lain bernama Teda Gaiparona. Namun setelah keduanya menikah, justru Umbu Amah kembali dan mendapati istrinya telah bersama dengan orang lain. Rabu Kaba yang sudah terjerat asmara tidak mau kembali pada Umbu Amah dan meminta Teda untuk membayar belis yaitu semacam mas kawin yang diberikan oleh pengantin laki-laki. Setelah belis dibayar dengan lunas, penduduk desa mengadakan acara Pasola untuk melupakan pertikaian tersebut.
3. Rangkaian Adat Pasola
Sebelum pertandingan lempar lembing yang disebut dengan Pasola digelar, terlebih dulu diadakan adat Nyale. Masyrakat Sumba mewujudkan rasa syukur dengan upacara Nyale yaitu penyambutan musim panen dan munculnya cacing laut. Waktu yang tepat untuk melakukan Nyale adalah saat bulan purnama, di mana saat itu cacing-cacing yang melimpah bisa diburu di pantai. Yang pertama kali mengambil nyale (cacing laut) adalah para Rato yaitu julukan untuk pemuka adat di Sumba. Nyale pertama akan menunjukkan bagaimana hasil panen berikutnya. Jika nyalenya memiliki kondisi yang bagus baik dari segi ukuran dan warna, maka panen diprediksi akan memberikan hasil yang melimpah dan baik. Begitu juga sebaliknya, saat nyalenya memiliki ukuran yang kecil dan rapuh, maka di masa mendatang kemungkinan akan ada bencana dan malapetaka.
Menurut adat Sumba, Pasola tidak bisa dilakukan tanpa menggelar Nyale. Lokasi berupa padang yang luas dipilih sebagai tempat diadakannya Pasola dengan jumlah peserta di masing-masing kelompok mencapai 100 orang. Setiap orang memegang satu lembing berujung tumpul yang akan dilemparkan ke arah musuh. Permainan ini cukup berbahaya bahkan bisa memakan korban. Meski begitu tetap dilakukan karena merupakan sebuah pertanda. Korban yang tewas dalam Pasola dianggap telah melangar aturan adat dan darah yang mengucur ke tanah dipercaya bisa membawa kesuburan.
Pertandingan yang menantang menjadi daya tarik tersendiri. Suara kaki kuda dan teriakan para peserta Pasola bisa membuat para penonton tegang, namun selalu penasaran dengan apa yang akan terjadi. Biasanya area Pasola akan dipenuhi dengan para penonton yang terdiri dari masyarakat setempat maupun wisatawan dari luar daerah. Suara langkah kuda dan alunan musik yang menyemangati para peserta menjadi tontonan yang begitu keren. Jika kamu tertarik untuk melihatnya dengan mata kepala sendiri, langsung saja datang ke Pulau Sumba Provinsi Nusa Tenggara Timur sekitar Bulan Febuari hingga Maret. Jangan khawatir, karena fasilitas pendukung seperti akomodasi dan transportasi bisa kamu dapatkan dengan mudah. Next