Sedang menjelajah wisata Jepang dan ingin merasakan pengalaman liburan yang beda? Teman Traveler bisa coba mampir ke Gokayama. Di sini kalian bakal temukan dua desa kuno yang sudah dinyatakan masuk dalam warisan dunia versi UNESCO. Seperti apa serunya menghabiskan waktu di sana? Yuk, simak ulasan berikut ini.
Baca juga : AYCE Gang Gang Sullai Semarang, Puas Babeque-an Sampai Kenyang
Menuju Gokayama
Gokayama secara harafiah berarti lima gunung. Kawasan ini berada di sisi barat daya Perfektur Toyama di Nanto. Sebutan Gokayama mulai digunakan pada 1513, untuk memudahkan penyebutan sekumpulan desa yang tersebar di sana.
Total ada kurang lebih 40 desa tersebar di wilayah Gokayama. Namun dua yang terindah adalah Ainokura dan Suganuma. Keduanya sudah terdaftar sebagai warisan dunia UNESCO sejak 1995, bersamaan dengan Desa Ogimachi di Shirakawa-go.
Teman Traveler bisa naik bus menuju Desa Suganuma dari Takayama. Perjalanan akan memakan waktu kurang lebih satu setengah jam. Berikutnya, kalian hanya bakal butuh waktu sekitar lima belas menit untuk sampai di tujuan utama.
Sebagai catatan, bis ini akan lebih dulu singgah di Stasiun Ogimachi, Shirakawa-go. Jaraknya kurang lebih satu jam dari Stasiun Takayama. Teman Traveler juga bisa pilih berangkat dari Toyama maupun Kanazawa.
Tak sedikit traveler yang salah kaprah dan mengira Shirakawa-go serta Gokayama berada dalam satu kawasan. Padahal posisi keduanya agak berjauhan. Shirakawa-go ada di Perfektur Gifu, bukan Toyama.
Gassho-Zukuri
Pemandangan khas yang bakal menyambut Teman Traveler begitu sampai di Desa Suganuma dan Ainokura adalah gassho-zukuri, rumah dengan atap panjang yang hampir menyentuh lantai. Sebutan gassho-zukuri secara harfiah bisa diartikan ‘konstruksi tangan berdoa’, lantaran atapnya membentuk posisi tangan sedang berdoa.
Keberadaan rumah dengan bentuk ini diperkirakan sudah ada sejak zaman Edo (1603-1867), masa ketika ketika Lord Maeda sedang berkuasa. Atapnya memiliki kemiringan hingga 60 derajat untuk membuat salju cepat turun. Penumpukan salju berlebihan berpotensi menambah beban atap dan membuatnya roboh. Sementara itu, penggunaan jerami dimaksudkan untuk mengurangi hawa dingin dalam rumah ketika musim salju.
Hebatnya lagi, konstruksi rumah ini dibuat hanya dengan ikatan-ikatan tali jerami, tanpa menggunakan paku sama sekali. Untuk perawatan, atapnya diganti setiap 15-20 tahun sekali secara manual. Semuanya dilakukan sukarela oleh para anggota Gokayama Forest Owners’ Cooperative dan hanya memakan waktu sehari.
Meski sepintas terlihat sama, bentuk atap gassho-zukuri di Gokayama lebih curam daripada yang ada di Shirakawa-go. Hal ini diduga karena hujan salju di Gokayama lebih deras.
Desa Suganuma
Desa Suganuma hanya memiliki total sembilan rumah tradisional dan hampir semuanya tidak berpenghuni. Salah satu yang tertua kini sudah beralih fungsi menjadi Gokayama Folklore Museum. Di sini Teman Traveler bisa melihat gambaran kehidupan penduduk lokal di masa lampau.
Kebanyakan dulunya merupakan memproduksi potassium nitrate atau ensho, bahan dasar bubuk mesiu. Ada juga yang membuat sutera serta kertas buatan tangan alias washi.
Salah satu penanda bahwa Teman Traveler sudah sampai di Desa Suganuma adalah ketika kalian menjumpai rumah gassho-zukuri dengan kolam dikelilingi pagar di depannya. Kawasan ini juga memiliki tiga rumah non-gassho-zukuri, beberapa gudang dengan tembok kayu, dan tanah milik negara.
Salah satu rumah tersebut difungsikan sebagai kafe, yang sempat saya sambangi untuk berteduh dari hujan deras. Di sini saya sempat mencicipi teh kombu, minuman hangat berbahan dasar rumput laut. Biasanya disajikan bersama kerupuk beras. Benar-benar unik.
Desa Ainokura
Mrs. Shimizu, pemilik guest house di Shirakawa-go tempat saya menginap, mengakui bahwa Ainokura merupakan desa favoritnya. Selain tenang dan asri, pemandangan di sekitar sini juga sangat indah. Setelah melihatnya dengan mata kepala sendiri, saya rasanya ikut sepakat. Panorama yang disuguhkan benar-benar indah. Atmosfernya sungguh terasa damai.
Ainokura sendiri merupakan desa terbesar di Gokayama. Meski demikian, suasananya tak seramai Suganuma. Dari 23 rumah gassho-zukuri berusia 100, 200, hingga 400 tahun, sebagian besar masih dihuni penduduk lokal.
Sebagai pengunjung, Teman Traveler harus menghormati kebudayaan masyarakat sekitar. Jangan merokok di sekitar sini karena atap jerami sangat mudah terbakar. Selain itu kalian juga dilarang memasuki pekarangan rumah dan kebun, memetik bunga serta sayuran, dan wajib menjaga ketenangan.
Tanpa harus memasuki pekarangan mereka pun, Teman Traveler sebenarnya sudah bisa melihat area dalam rumah mereka. Sebagian besar ada yang sudah disulap menjadi kafe, restoran, serta penginapan.
Sama seperti di Suganuma, masyarakat Ainokura merupakan penghasil ensho, washi dan sutera. Teman Traveler bisa mempelajari semua informasi ini dengan lebih detail di Ainokura Folk Village. Di sini kalian bisa coba praktek membuat washi. Pastinya bakal seru dan jadi pengalaman liburan tak terlupakan.
Destinasi Favorit Pangeran Jepang
Lantaran Gokayama sama sekali tak terdampak Perang Dunia II, keaslian dan keindahan alam, serta kecantikan bangunannya tetap terjaga hingga kini. Kawasan ini sangat cocok buat Teman Traveler yang kurang suka dengan keramaian.
Pangeran Akishino tercatat pernah menginap di Ainokura sebanyak dua kali, masing-masing pada 1983 dan 1992. Dalam satu kesempatan ia bahkan pernah mengatakan punya tiga tempat favorit di dunia, salah satunya adalah Gokayama.
Itulah sedikit ulasan mengenai Gokayama, sebuah kawasan desa tradisional yang tawarkan suasana asri dan luar biasa tenang. Jika sedang menjelajah wisata Jepang dan inginkan suasana tenang, tak ada salahnya Teman Traveler mampir ke sini. Next