Sebagai salah satu kota besar di Indonesia, Bandung juga memiliki jejak sejarah dari masa kolonial Belanda. Paris van Java sejak dulu memang sudah dirancang untuk menjadi wilayah penting. Jejak-jejaknya bisa disaksikan di Kawasan Heritage Walk, Braga.
Baca juga : Danau Kakaban, Liburan ke Kerajaan Ubur-Ubur Tanpa Sengat
Pada 1800, Gubernur Jenderal Belanda, Daendels, mendapat tugas membuat jalur pos. Jalur ini membentang dari Anyer di Banten, hingga Panarukan di Situbondo. melewati beberapa wilayah di Jawa. Begitu sampai di Kabupaten Bandung, sang gubernur menancapkan tongkat dan memerintahkan Wiranatakusumah II, Bupati Bandung Saat itu, membangun ibu kota baru.
Titik menancapnya tongkat tersebut kemudian dikenal sebagai titik nol kilometer Bandung, yang sekaligus jadi permulaan pembangunan kota. Dimulai dari pusatnya di Jalan Raya Pos atau kini dikenal sebagai Jalan Asia Afrika. Bangunan-bangunan penting dibangun di sekitar sini dan meluas ke kawasan Braga.
Setelah Indonesia merdeka, bangunan-bangunan penting bersejarah di kawasan tersebut diambil alih. Sebagian dialihfungsikan tanpa menghilangkan bentuk aslinya. Braga dan sekitarnya jadi tampak megah seperti di Eropa. Berikut adalah beberapa bangunan bersejarah di heritage walk Braga.
Museum Bank Indonesia
Gedung ini dulunya bernama De Javasche Bank dan kini menjadi bank tertua dan terbesar Indonesia. Bangunan ini tampak sangat megah, tinggi, dan gagah. Sangat lekat dengan gaya art deco, berkat sentuhan dingin arsitek Belanda bernama Eduard Cuypers, dibantu Arthur Fermont dan Marius J. Hulswit. Sekarang gedung ini digunakan sebagai kantor Bank Indonesia dan memiliki museum di dalamnya.
Hotel Savoy Homann
Salah satu hotel mewah di Bandung ini menjadi saksi sejarah penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika tahun 1950. Perwakilan beberapa delegasi menginap di sini kala itu. Dibangun pada 1939, lokasi hotel ini berada tak jauh dari pertigaan Jalan Asia Afrika – Braga.
Dulunya tempat ini dikenal dengan nama Hotel Savoy Homann karena dimiliki oleh keluarga Homann. Selain peserta Konferensi Asia Afrika, artis-artis terkenal juga pernah menginap di sini. Di antaranya Charlie Chaplin dan Mary Pickford.
Gedung De Vries
De Vries adalah salah satu gedung ikonik di Bandung. Dulunya, tempat ini difungsikan sebagai toko serba ada. Pemiliknya bernama Andreas de Vries, seorang warga Belanda.
Sebelum akhirnya direnovasi dan digunakan salah satu bank swasta, gedung bersejarah ini sempat dibiarkan kosong. Sekarang keberadaannya banyak dimanfaatkan sebagai salah satu spot foto di kawasan heritage walk Braga oleh para pelancong.
Kopi Toko Djawa 79
Meski sepintas hanya seperti bangunan kecil di tengah himpitan gedung-gedung besar, Kopi Toko Djawa memiliki magnet tersendiri untuk menarik orang datang. Pengunjung tak pernah berhenti lalu lalang.
Sebelum menjadi kedai kopi, bangunan ini adalah sebuah toko buku yang terkenal punya koleksi lengkap. Sayang, mereka harus gulung tikar pada tahun 2015. Bangunannya lantas diakuisisi oleh Alvin Jaunardi. Tanpa banyak mengubah bentuknya, ia menyulap bekas toko buku ini menjadi kedai kopi yang selalu ramai.
Gedung Merdeka
Bangunan megah lain di kawasan heritage walk Braga adalah Gedung Merdeka. Tempat diselenggarakannya Konferensi Asia Afrika pada 1955 ini dulunya bernama Societeit Concordia, gedung yang dikenal sebagai tempat hiburan malam. Tak sembarang orang bisa masuk sini, khusus untuk ekspatriat Belanda yang bermukim di Bandung.
Gedung yang didirikan tahun 1895 oleh dua guru besar Arsitektur Techniche Hogenschool (sekarang dikenal dengan Institut Teknologi Bandung) ini mengusung gaya arsitektur modern. Kini, Gedung Merdeka menjadi salah satu landmark utama Bandung.
Sebetulnya masih ada banyak gedung mewah nan megah lain di sepanjang Jalan Braga. Teman Traveler bisa membuktikan langsung betapa menariknya bangunan-bangunan tua bersejarah tersebut dengan berjalan kaki menyusuri kawasan ini. Apalagi sekarang Braga sudah ditetapkan sebagai salah satu lokasi wisata walking heritage Bandung sehingga sangat ramah untuk pejalan kaki. Next