Bali tak pernah gagal menarik perhatian wisatawan domestik maupun mancanegara. Aura magis di Pulau Dewata ini selalu membuat decak kagum para traveler, baik karena keindahan alam maupun peninggalan sejarahnya. Salah satu yang tak boleh terlewatkan adalah Istana Klungkung yang merupakan saksi bisu Perang Puputan di masa lalu.
Baca juga : 4 Daftar Kafe di Malang, Asik Buat Nongkrong di Akhir Pekan
Seperti apa keindahan dari destinasi wisata di Bali ini? Berikut penuturan dari Kontributor Travelingyuk, Prisca Lohuis.
Sejarah Berdirinya Istana Kerajaan Klungkung
Seperti yang diketahui, dulunya pemerintahan di Indonesia didominasi kerajaan. Di Pulau Dewata, Klungkunglah yang tercatat sebagai kerajaan Bali terakhir. Istana kerajaan tersebut berada di Semarapura yang diperkirakan dibangun sekitar tahun 1686. Sementara itu, kerajaan tersebut diperintah oleh Dewa Agung sekitar tahun 1710 hingga 1770.
Sayangnya, bangunan di istana ini tak lagi utuh seperti sediakala. Beberapa bagian hancur akibat invasi Belanda di tahun 1908. Konon, Klungkung disinyalir sebagai istana terakhir yang melakukan perlawanan terhebat terakhir terhadap Belanda atau disebut sebagai Perang Puputan Klungkung.
Bangunan Peninggalan yang Tersisa
Bagian Istana Klungkung yang tersisa adalah Kertha Gosa dan juga Bale Kambangnya. Kertha Gosa yang disebut balai keadilan, digunakan sebagai tempat terakhir untuk memecahkan masalah atau memberikan satu keadilan untuk setiap masalah. Balai ini menjadi semacam pengadilan di masa tersebut. Jika ada permasalahan yang tidak bisa diselesaikan di desa, maka akan dibawa ke Kertha Gosa. Setiap sudutnya masih terawat, terutama bagian langit-langit balai yang tertutup lukisan bergaya Klungkung. Hingga kini, lukisan yang diperbarui sekitar tahun 40an ini masih dapat dinikmati.
Paviliun Mengapung yang Tak Kalah Istimewa
Agak ke tengah istana, terdapat tempat yang mirip dengan Kertha Gosa. Namanya Bale Kambang atau paviliun mengapung. Biasanya, bale ini juga disebut taman Kertha Gosa. Desain bangunan mirip dengan balai pengadilan, termasuk langit-langit yang penuh dengan lukisan. Hanya saja lukisan di sini menceritakan hal yang berbeda di setiap bagiannya.
Bagian pertama tentang astrologi, sementara bagian kedua tentang cerita rakyat yang melegenda yaitu Pan dan Men Brayut beserta 18 anaknya. Sedangkan bagian atasnya tentang petualangan Sutasona. Di sini pula terdapat beberapa seniman yang mewarnai cinderamata untuk kemudian dijual kepada pengunjung. Harga yang ditawarkan sekitar Rp50.000. Namun masih bisa dapat harga lebih murah jika Teman Traveler ingin menawar.
Museum Semarajaya di Istana Klungkung
Berjalan ke arah kanan, terdapat museum bernama Semarajaya. Museum ini menyajikan berbagai koleksi arkeologi, hingga display bergerak dari perang puputan 1908. Tak hanya itu, di sini juga menampilkan foto-foto lama dari istana. Hanya saja pintu masuknya tidak dibuka lebar karena ruangan ber-AC sehingga harus selalu tertutup. Jadi mungkin agak sulit menemukan pintu masuk jika pertama kali mengunjunginya.
Monumen Puputan yang Bisa jadi Spot Foto
Di depan lingkungan istana ini terdapat monumen puputan. Seperti yang kita ketahui, perang puputan berprinsip lebih baik mati bunuh diri daripada menyerahkan diri atau mengalah kepada penjajah. Perang ini terjadi tak hanya di Klungkung, tapi di seluruh Bali. Seperti Badung, Margarana, hingga Kusamba.
Nah, untuk mengunjungi Istana Klungkung ini harus membayar tiket masuk sebesar Rp12.000. Harga tersebut berlaku untuk WNI dan WNA. Sementara pos pembelian tiket berada di dekat monumen Puputan tersebut. Mereka mengklaim jika harga tersebut termasuk dengan sewa sarung untuk masuk lingkungan istana. Untuk menghindari orang-orang yang berjualan sarung, Teman Traveler bisa membawa sarung sendiri. Jika ingin beli, sarung ini dibanderol sekitar Rp100.000. Jangan ragu untuk menawar, ya. Next