Aku mengajak salah satu rekan kerja untuk menemaniku ke kawah yang
fenomenal ini. Dengan berbekal camilan, air minum dan menggunakan sweater aku berangkat menuju titik temu dengan temanku di jalan K.H Wasyid atau sering disebut Kopo. Kami akan mengambil rute dari Kopo menuju Soreang kemudian Ciwidey dengan menggunakan satu
motor milik temanku.
Baca juga : Pilihan Bestik di Solo, Steak dengan Kearifan Lokal Khas Kota Budaya
Kawah Putih ini berada di Sugihmukti, Pasir Jambu, Bandung atau
sering dikenal kawasan Ciwidey. Waktu yang di tempuh untuk sampai ke kawah ini kurang lebih 1 jam 40 menit dengan menggunakan kendaraan roda dua. Kami sampai di sana hampir mendekati waktu sholat dzuhur yaitu sekitar jam 11.30 siang hari.
Sambil menunggu waktu solat, kami beristirahat dari perjalanan panjang di mushola yang tersedia di tempat wisata ini. Sebelumnya di parkiran motor kami dikenakan biaya Rp 10.000 untuk menitipkan helm. Kami juga membeli tiket seharga Rp 37.500,- per orangnya, sudah termasuk biaya parkir untuk 1 motor.
Jarak dari tempat parkir menuju Kawah Putih cukup jauhdengan track yang lumayan ekstrim. Tenang saja, tiket yang kita beli sudah termasuk dengan angkutan yang akan membawa kita ke Kawah Putih baik untuk berangkat maupun pulang menuju tempat parkir. Angkutan ini disebut odong-odong.
Hanya kendaraan roda empat saja yang boleh melewati track ini karena belokannya lumayan curam sehingga motor tidak diperbolehkan untuk melewatinya. Menurutku lebih seru naik odong-odong ketimbang membawa mobil sendiri. Selain supirnya sudah berpengalaman, jalannya memang agak berbahaya bagi pengendara mobil yang belum pernah mengemudi ke jalan yang berliku-liku serta curam.
Setelah perjalanan yang memacu adrenalin dan menyenangkan dengan odong-odong selesai, kami tiba di area Kawah Putih. Ketika sampai di Ciwidey pun udaranya sudah dingin, apalagi di dataran yang lebih tinggi ini. Sangat disarankan kamu menggunakan sweater atau jaket yang
tebal dan menggunakan sarung tangan. Jika kamu tidak tahan dengan bau belerang sebaiknya membawa masker dari rumah. Karena untuk satu masker disini harganya Rp 10.000,-. Aku tidak bermasalah dengan bau belerang jadi aku tidak menggunakan masker. Lagipula aku melihat ada poster manfaat masker wajah dari belerang, jadi aku pikir tidak masalah untuk menghirupnya selama beberapa jam.
Kawah ini terbentuk karena letusan Gunung Patuha. Bentuknya
seperti danau dengan daratan yang berwarna putih sehingga dari kejauhan aku sudah bisa melihat airnya memancarkan warna biru langit yang sangat indah. Waktu itu jalan menuju kawah ini sedang direnovasi agar semakin nyaman untuk berjalan kaki.
Temanku sering kali menertawakanku karena menggigil dan excited di waktu yang bersamaan. Pemandangannya sangat indah sangat
sepadan dengan perjalanan yang kami tempuh. Dia bilang, hiasan kapas di
pepohonan ini baru ia lihat. Sebelumnya hanya pepohonan kering saja. Rasanya seperti sedang di tempat yang bersalju. Area ini tempat favorit sebagai spot foto bagi para pengunjung .
Disini juga ada dermaga jika kamu ingin melihat ke tengah danaunya dari jarak yang sangat dekat atau sekedar berfoto-foto. Untuk memasuki dermaga itu dikenakan biaya Rp 15.000,-. Tapi kami lebih memlih untuk memotretnya dari jauh dan berkeliling di sekitar danaunya.
Bagi pengunjung yang sudah lanjut usia, disini juga ada balkon untuk melihat pemandangan danau kawah dari kejauhan. Jalan menuju tempat melihat pemandangannya pun mudah di akses baik untuk pejalan kaki atau jika menggunakan kursi roda.
Jalan Menuju Balkon di Kawah Putih, by Lina Auliani
Dari sini pengunjung bisa melihat seluruh pemandangan danau kawah yang sangat indah. Bau belerangnya pun tidak tercium menyengat kalau dari tempatini. Itulah mengapa balkon ini direkomendasikan untuk orang tua atau orang lanjut usia.
Setelah berkeliling dan menikmati pemandangan selama 4 jam,
kami memutuskan untuk pulang karena udaranya semakin dingin dan sebelum hari semakin gelap. Kami langsung saja mengahampiri odong-odong yang sedang mengumpulkan penumpang untuk pulang ke parkiran. Tidak lupa juga kami ke toilet sebelum melanjutkan perjalanan yang panjang menuju rumah masing-masing.
Kesalahanku waktu itu, aku hanya menggunakan sweater tipis. Padahal di Bandung kota saja pagi hari sedang dingin-dinginnya sampai 15 derajat. Lain kali jika aku mengunjungi tempat ini lagi, aku akan memakai jaket atau sweater yang tebal dengan beberapa lapis baju. Aku nyaris tidak bisa mengetik di ponselku saking jari-jariku membeku kedinginan. Tapi aku sangat menikmati bau belerang, pemandangan pepohonan kering yang tetap berdiri kokoh sehingga menciptakan suasana yang
dramatis, juga danau yang berwarna biru cerah atau aku rasa ini
warna cyan. Luar biasa indah bukan? Next