Masuknya suku Tionghoa tidak lain karena aspek perdagangan yang terjadi di Indonesia pada zaman kerajaan Hindu-Budha. Selain potensi hasil alam yang sering menjadi incaran, lokasi strategis Indonesia yang berada di jalur perdagangan Cina dan Romawi membuat negara kita menjadi persinggahan para pedagang Tionghoa. Karena itu percampuran budaya lokal dengan Tionghoa sangat kental terasa. Riau adalah salah satu contohnya. Walaupun 89,86% masyarakat Riau adalah Muslim, namun kelenteng di sini cukup terjaga hingga berusia ratusan tahun.
Baca juga : Sebelum Berkunjung, Baca Dulu Fakta Unik tentang Komodo
Kelenteng Ing Hok Kiong, Saksi Bisu Masuknya Perantau Tionghoa
Ing Hok Kiong berdiri pada tahun 1823 di Bagansiapiapi. Keberadaannya saat ini tak lepas dari tangan para perantau dari Provinsi Fu-Jian, Cina, yang datang ke Indonesia. Karena menjadi bagian dari perjalanan tumbuh kembang Kota Bagansiapiapi, hingga sekarang kelenteng yang masih menjadi pusat budaya Tionghoa ini masih dipertahankan dalam bentuk aslinya.
Nilai Seni yang Tinggi di Kelenteng Hock Siu Kiong
Bagian bawah patung singa yang ada di sini bertuliskan angka 1898. Angka ini tidak lain adalah tahun saat Kelenteng Hock Siu Kong dibangun. Meskipun telah berusia 120 tahun, Hock Siu Kong tetap memiliki kondisi yang baik. Nilai seni dari ukir-ukiran yang ada pada setiap bagian kelenteng ini masih sangat terlihat. Tak heran jika tempat ini masih menjadi tempat utama untuk merayakan hari besar atau gelaran budaya bagi warga Tionghoa di Kabupaten Siak.
Perjalanan 150 Tahun Kelenteng Hoo Ann Kiong
Kelenteng dengan bangunan tunggal beratap susun ini dibangun pada tahun 1868. Meskipun telah berusia 150 tahun, saksi sejarah ini tetap berdiri kokoh. Terlebih lagi kelenteng tertua di Kota Selat Panjang ini menjadi salah satu cagar budaya yang dijaga kelestariannya. Selain menjadi pusat untuk kegiatan keagamaan, tempat ini juga memperbolehkan siapa saja untuk datang berkunjung.
Kelenteng Hok Hian Kiong
Saat Hari Raya Imlek datang, setiap kelenteng pasti memiliki agenda tertentu untuk merayakan momen besar Tionghoa tersebut. Begitu pula dengan Hok Hian Kiong yang rutin mengadakan perayaan Cue Lak (hari keenam Imlek). Berbagai macam atraksi seperti menyalakan berbagai jenis petasan dan arak-arakan barongsai dimulai dari kelenteng ini.
Dengan komposisi masyarakat Indonesia yang majemuk, keragaman suku, ras, dan agama harusnya tak lagi menjadi masalah. Seperti yang dapat kita lihat di Riau, hidup dalam toleransi tentu saja menjadi hal yang menarik. Apalagi kita dapat mempelajari budaya baru bukan?