Selain terkenal akan keindahan alamnya yang memukau, Provinsi Sumatera Barat juga menyimpan banyak kekayaan objek wisata peninggalan sejarah. Salah satu destinasi wisata sejarah itu berada di kota Sawahlunto.
Baca juga : Berawal dari Klaten Sate Kardjan Tetap Eksis Hampir 100 Tahun
Bulan lalu, nama Kota Sawahlunto melesat hingga mancanegara. Bagaimana tidak, kota ini berhasil disulap dari kota mati menjadi kota yang patut dimasuki dalam daftar wisata sejarah. Apalagi Pertambangan Batubara Ombilin Sawahlunto atau ‘Ombilin Coal Mining Heritage of Sawahlunto’ menjadi Warisan Dunia kategori budaya yang ditetapkan UNESCO di Azerbaijan pada 9 Juli 2019.
Nuansa Kolonial Belanda di kota ini begitu terasa, terlihat dari arsitektur bangunan tua peninggalan Belanda yang awet hingga saat ini. Bangunan-bangunan tersebut ditetapkan sebagai cagar budaya, sehingga menarik banyak wisatawan datang untuk bernostalgia. Berikut tempat yang bisa Teman Traveler kunjungi saat bermain ke Kota Arang itu.
Museum Goedang Ransoem
Museum Goedang Ransoem pada zaman pemerintahan Kolonial Belanda digunakan sebagai dapur umum untuk memasak pekerja tambang yang jumlahnya mencapai ribuan orang. Lantaran pekerja tambang begitu banyak, alat-alat digunakan di bekas dapur umum ini pun hampir semuanya berukuran luar biasa besar, yaitu dua buah tungku memasak setinggi 4 meter buatan Jerman, sejumlah periuk dengan tinggi 62 cm dan garis tengah 132 cm, kuali, dan aneka peralatan dapur berukuran besar lainnya.
Setidaknya, di dapur ini bisa memasak lebih dari 65 pikul atau setara dengan 3.900 kg nasi setiap harinya untuk 6.000 pekerja tambang. Besar sekali ya Teman Traveler.
Jika ingin melihat secara langsung Kota Sawahlunto di masa lalu, Teman Traveler juga bisa menyaksikan foto-foto lama yang tersimpan di bangunan utama Museum Goedang Ransoem. Di sini terdapat sekitar 250 lembar foto lama kehidupan masyarakat di sekitar pertambangan batubara, termasuk suasana pertambangan dengan orang-orang rantai yang bekerja keras menambang batubara.
Lubang Tambang Mbah Soero
Taukah Teman Traveler, nama Lubang Tambang Mbah Soero diambil dari tokoh asal Jawa yang menjadi pimpinan alias mandor pakerja tambang batubara, atau disebut dengan orang rantai bernama Suro. Julukan ‘orang rantai’ diberikan lantaran pekerja paksa tambang beraktivitas dalam kondisi kaki dan tangan terikat rantai.
Lubang Tambang Mbah Soero merupakan lubang tambang batu bara pertama di Pulau Sumatera. Di depan lubang Teman Traveler bisa menjumpai patung dua pekerja yang sedang mendorong sebuah lori (kereta kecil) berisi batu bara dan satu mandor Belanda.
Di dalam lubang ada barisan anak tangga menuju terowongan bawah tanah yang merentang sepanjang 186 meter. Mulut lubang berupa bangunan bata dan coran beton setinggi 2 m, lebar mulut terowongan 2 m, ketebalan dinding 40 cm. Luar mulut terowongan terdapat tangga beton dua tingkat dan arah ke dalam berupa tangga hingga ke persimpangan sepanjang 29 m dengan kemiringan antara 45°– 47° dan, lebar 2,2 m dan tinggi 2,75.
Museum Kereta Api
Di Museum ini, Teman Traveler bisa menjumpai Kereta Api ”Mak Itam”, sebuah lokomotif uap buatan Jerman yang digunakan sampai tahun 1963. Museum ini adalah satu-satunya museum kereta di Sumatera Barat, dan kedua di Indonesia setelah Museum di Ambarawa.
Moda transportasi ini dibangun oleh pemerintah Hindia Belanda untuk mengangkut batu bara. Rute yang dilintasi kereta batu bara ini adalah Sawahlunto, Muara Kalaban, Solok, Batu Tabal, Padang Panjang, Kayu Tanam, dan Teluk Bayur (Padang).
Masih banyaknya bangunan berarsitektur khas Belanda yang dilestarikan keberadaannya membuat warisan kolonial Belanda terasa kental di kota ini. Tidak mengherankan ada yang menjuluki Sawahlunto sebagai Belanda Kecil. Untuk memperkuat objek wisata Kota Tua, Pemerintah Kota Sawahlunto mempertahankan konsep homestay sebagai tempat penginapan turis. Next