Cita rasa kudapan tradisional memang tidak ada duanya. Di tengah serbuan jajanan modern dan kekinian, makanan macam gethuk, thiwul, cenil, kue pukis, serta lupis masih punya penggemar setia. Salah satu contohnya adalah Lupis Mbah Satinem yang sudah begitu terkenal di seantero Jogjakarta.
Baca juga : Begini Cara Menghindari Koper Hilang atau Tertukar saat di Bandara
Masih mempertahankan resep otentik, Lupis Mbah Satinem hadirkan rasa khas yang ngangeni. Tak heran hingga kini penikmatnya tetap banyak, bahkan terus bertambah. Mari Teman Traveler, kita simak seperti apa istimewanya jajanan satu ini.
Berjualan Sejak 1963
Di sebuah ujung pertigaan jalan di Jogjakarta, tampak kerumunan orang mengerubungi seorang nenek. Sambil tersenyum beliau menyambut kedatangan semua pelanggan. Sosok renta tersebut bernama
Mbah Satinem, seorang penjual kue lupis legendaris di Kota Pelajar. Meski usianya sudah lebih dari setengah abad, dengan telaten beliau meladeni tiap permintaan pembeli.
Mbah Satinem telah berjualan kue lupis sejak 1963. Kini usia beliau sudah mencapai tujuh puluh tahun, namun hal tersebut tak menghalanginya untuk tetap berdagang. Bedanya jika dulu Si Mbah bekerja sendiri, kini beliau ditemani sang putri. Kabarnya Mbah Satinem merasa masih cukup sehat untuk bekerja dan ingin punya uang jajan sendiri, tanpa bergantung pada suami atau anak.
Bertahan dengan Resep Tradisional Turun Temurun
Ketika ditanya apa resepnya hingga bisa bertahan sampai sekarang, Si Mbah menjawab bahwa resep tradisional dan cara memasaknya tidak pernah berubah sejak dulu.
Beras ketan selalu dipilih yang kualitasnya paling bagus. Bahan dasar tersebut kemudian dimasukkan ke dalam daun pisang, dibentuk
lonjong mirip lontong. Selanjutnya, lupis dikukus untuk waktu yang lumayan lama. Proses ini sangat penting dalam menentukan kualitas lupis. Kuncinya ada di panas api dan kontrol yang baik.
Setiap hari Mbah Satinem sanggup menghabiskan kurang lebih sepuluh kilogram beras ketan sebagai bahan dasar kue lupis. Sayangnya beliau tak tahu pasti bisa menghasilkan berapa biji kue. Pasalnya jika ada kue yang tak matang sempurna, beliau takkan berani menjualnya.
Demi menjaga kualitas, beliau mengukus lupis menggunakan kompor dengan sumber api dari kayu bakar. Inilah yang membuat proses memasaknya membutuhkan waktu lama. Mbah Satinem biasanya mulai membuat lupis dari sore hingga pagi hari. Sementara untuk jajanan lain seperti cenil, Si Mbah mulai membuatnya sejak pukul 01.00. Begitu waktu menunjukkan pukul 05.00, semua sudah siap dijual.
Menggunakan Benang untuk Memotong Lupis
Begitu sampai di tempat jualan, kue-kue lupis yang masih terbungkus daun pisang dibuka satu persatu sesuai kebutuhan oleh putri Mbah Satinem. Si Mbah lantas mengiris kue sesuai ukuran, tidak tebal tapi juga tidak tipis. Benar-benar pas. Uniknya, agar irisan tersebut rapi, beliau menggunakan benang jahit yang dililitkan ke jari telunjuk.
Ramai Sampai Antre
Lantaran antreannya yang sangat panjang, Mbah Satinem menggunakan sistem nomor antrean untuk para pelanggannya. Masing-masing calon pembeli akan mendapat potongan karpet berbentuk persegi, dengan angka antara satu hingga lima puluh.
Setiap pembeli wajib mengambil nomor antrean ini. Jika sudah mencapai urutan lima puluh, urutannya kembali lagi ke nomor satu lagi. Begitu seterusnya hingga habis. Mbah Satinem akan memanggil satu persatu sesuai urutan dan meladeni permintaan sang pelanggan. Menurut pengakuannya, beliau bisa menjual lebih dari seratus porsi lupis per hari.
Mendunia Melalui Netflix
Tempo hari salah satu raksasa jasa streaming, Netflix, meluncurkan serial dokumenter berjudul Streetfood Asia. Kerennya, Mbah Satinem adalah salah satu tokoh yang masuk di dalamnya. Beliau dianggap sebagai legenda kuliner lantaran lupis buatannya sangat enak. Sensasi gurihnya sangat cocok dipadukan dengan kelapa dan gula cair manis. Sangat nikmat disantap di pagi hari.
Kemunculan Mbah Satinem di serial Streetfood Asia membuat lupisnya kini semakin laris. Tak jarang meski beliau mulai berjualan sejak pukul 05.30, antrean sudah ditutup pada pukul 07.30. Menurut penuturan Si Mbah, wisatawan lokal dan mancanegara juga ikut mengantre untuk menikmati lupis buatannya. Bahkan ada juga yang meminta foto bersama.
Itulah pengalaman saya mencicipi Lupis Mbah Satinem. Tak hanya sekadar
pedagang kue tradisional, beliau kini sudah ditahbiskan menjadi seorang legenda sekaligus artis! Buat Teman Traveler yang tengah liburan di Jogjakarta, jangan lupa mampir ke sini ya. Next