Warung makan di atas gunung adalah hal yang langka dan jarang. Sekalipun ada, pasti menunya sederhana seperti gorengan dan buah-buahan. Namun beda ceritanya jika kamu berangkat ke Gunung Lawu. Di gunung tersebut terdapat penjual pecel legandaris kesayangan para pendaki, yaitu Mbok Yem.
Baca juga : H Island, a Super Exclusive Resort in Kepulauan Seribu
1. Penunggu Gunung Lawu yang Melegenda
Yang dimaksud di sini jelas bukan penunggu berwujud makhluk halus. Mbok Yem memang benar-benar tinggal dan menetap di Gunung Lawu. Lokasinya pun bukan di lereng gunung, tapi menempati pelataran yang berjarak beberapa meter dari Puncak Hargo Dumilah. Wanita bernama lengkap Wakiyem ini telah tinggal di Gunung Lawu sejak tahun 80-an. Meski fisiknya tak sekuat dulu, ibu empat anak tersebut tetap setia memanjakan pendaki dengan hidangannya. Sungguh mengagumkan, mengingat cuaca di gunung yang sangat ekstrem.
2. Pemilik Warung Tertinggi di Indonesia
Warung Mbok Yem digadang-gadang sebagai tempat makan permanen tertinggi di Indonesia. Ketinggian Gunung Lawu sendiri mencapai 3265 mdpl. Memang di beberapa gunung juga ada penjual. Contohnya di Pos Ranu Kumbolo Gunung Semeru yang menjual berbagai minuman ringan, kopi, hingga nasi. Meski begitu, penjualnya tidak menetap di lokasi seperti Mbok Yem.
3. Menu Pecel Favorit Para Pendaki
Di sebuah bangunan sederhana yang terbuat dari kayu, Mbok Yem membuat berbagai macam menu untuk mengenyangkan para pendaki. Tentu pilihannya tidak sebanyak tempat makan di kota. Namun yang paling difavoritkan adalah pecel telur. Apalagi ditambah dengan minuman seperti teh hangat. Harga untuk setiap porsinya tidaklah mahal hanya sekitar Rp10.000. Pada momen tertentu Mbok Yem juga memasak hidangan lain. Kamu bisa mencicipi soto saat mendaki Gunung Lawu di Bulan Suro menurut penanggalan Jawa.
4. Tak Pernah Kehabisan Dagangan
Mbok Yem Tinggal di Gunung dan sudah biasa dengan suasananya. Sepi penuh ketenangan dan tetap nyaman. Udara dingin tak jarang berhembus dengan mesranya. Meski begitu, Mbok Yem juga akan turun gunung pada waktu tertentu. Salah satunya ketika Hari Raya Idul Fitri atau saat keluarganya sedang menggelar hajatan. Walaupun cuma beberapa kali ‘turun gunung’ dalam setahun, untungnya tetap ada yang mengirimkan bahan makanan beberapa kali dalam sebulan untuk Mbok Yem. Alhasil, dia tidak sampai kekurangan bahan dagangan. Untuk persediaan air, beliau mengandalkan aliran Sendang Drajat.
Itulah Mbok Yem dengan warung dan pecel telur legendaris Gunung Lawu. Keberadaannya sudah seperti ibu bagi para pendaki Gunung Lawu. Di sisi lain adanya warung atau penjual makanan di Gunung Juga menuai pro dan kontra. Bagaimana pendapatmu tentang hal tersebut? Next