Melalui jalur darat dan air, melewati kota minyak. Mata diajak mengintip laut lepas perbatasan negeri Jiran, Malaysia. Berikut adalah pengalaman istimewa saya kala menjelajah indahnya kawasan sekitar Desa Teluk Rhu, Rupat Utara, Bengkalis, Riau.
Baca juga : Spot Instagenic Baru, Ditemani Kerlap-Kerlip Lampu nan Cantik
Rupat Utara sendiri merupakan kawasan mungil yang dikarunia pesona keindahan alam nan memukau. Benar-benar epik dan memanjakan mata.
Perjalanan Menuju Rupat
Butuh waktu sekitar enam jam dari Pekanbaru untuk bisa sampai di Rupat Utara. Jika berangkat dari Kota Minyak, Dumai, perjalanan akan memakan waktu kurang lebih dua jam. Teman Traveler akan dibawa melintasi jalur darat dan air.
Perjalanan melalui jalur darat dimulai dari Pekanbaru – Dumai. Dilanjutkan dengan penyebrangan selama dua jam dari Pelabuhan Dumai menuju Desa Teluk Rhu, Pulau Rupat. Jalur ini belakangan mulai populer, lantaran perairan sekitar sini kaya akan hasil laut. Selain itu, hanya butuh 45 menit untuk meneruskan perjalanan ke Malaysia .
Teman Traveler bisa menyebrang dengan dua tipe kapal. Speedboat khusus untuk mengangkut penumpang dan barang, sementara roro atau feri kecil juga sanggup menampung kendaraan. Perjalanan dengan kapal tipe terakhir akan lebih lama satu jam, namun biayanya lebih murah.
Pout, pout, pout! Kira-kira begitulah bunyi mesin speedboat yang saya tumpangi kala itu. Saya merasa bagaikan berada di kapal pelabuhan Merak atau dan Bakauheni. “Jom! (ayo-red)” demikian seru para penumpang.
Mampir ke Titi Akar
Secara geografis Rupat berbatasan dengan Dumai, Rokan Hilir dan Selat Malaka. Kawasan ini dihuni kurang lebih tiga puluh tujuh ribu jiwa. Perairannya dikarunia kekayaan laut mempesona. Nelayan serta petani karet menjadi sebagai mata pencaharian dominan di sana.
Menariknya, di tengah penybrangan speedboat yang saya tumpangi sempat berhenti di Desa Titi Akar. Nama tersebut diberikan karena orang-orang di sana datang untuk mengambil akar-akar manrove. Suatu ketika sekelompok orang memutuskan tinggal disana, hingga akhirnya muncullah Desa Titi Akar.
Panorama Mangrove
Sepanjang perjalanan menuju Rupat, tampak deretan hutan mangrove terhampar luas di pinggir pantai. Tersapu ombak silih berganti dari speedboat maupun kapal berukuran besar. Sangat asri dan indah, sudah selayaknya kita menjaga dan merawat karya Maha Pencipta ini.
Grudug, grudug, grudug begitu kira-kira bunyi bebatuan dan karang ketika berbenturan dengan bagian dasar speedboat yang saya tumpangi. Terdengar begitu jelas oleh semua penumpang, termasuk dua puluh delapan teman rombongan saya.
Menumpang Bus ke Desa Teluk Rhu
Setelah melewati perjalanan panjang bagai lagu Chibi Maruko-chan, ‘Jalan panjang menuju langit biru’ eaaa asik hahaha, bus yang menjemput rombongan kami sudah siap menyambut.
Dalam waktu kurang lebih 15 menit, rombongan saya sampai di Desa Teluk Rhu. Kami langsung beristirahat di sebuah pendopo beratapkan ijuk, lengkap dengan deretan kursi dan meja. Payung-payung terlihat sudah terbentang di pesisir, menandakan suasana pantai siap dicicipi.
Suara debur ombak dan semilir angin seolah merasuki pikiran. Beberapa di antara kami ada yang langsung mencelupkan kakinya bahkan sampai berbasah-basah ria. Jarang-jarang ada tempat main seperti ini di Riau.
Menginap di Homestay
Homestay menjadi pilihan kami untuk membersihkan diri dan beristirahat. Kami juga mendirikan empat tenda di bibir pantai, masing-masing bermuatan empat orang. Begitu malam tiba, kami berencana membakar jagung dan ubi yang sudah disiapkan dari Pekanbaru
Warga sekitar juga akan menyiapkan ikan segar hasil tangkapan laut untuk kami olah. Jika ingin, pengunjung juga bisa ikut memancing dan merasakan sensasi menjala ikan bersama penduduk sekitar.
Saya juga sempat menikmati panorama sunset di sekitar pantai, meski pandangan sedikit terhalang pepohonan. Tapi jangan khawatir karena pemandangan matahari terbit di sini jauh lebih mengesankan. Apalagi air akan surut di pagi hari.
Memancing Bersama Warga
Selain menikmati pemandangan sekitar, Teman Traveler juga bisa merasakan asyiknya mancing bersama warga. Cukup menyewa kapal pompong milik nelayan, dengan biaya sekitar Rp700.000. Kalian akan dibawa kira-kira satu kilometer ke arah laut, dekat Selat Malaka, dengan perairan sedalam 28 meter.
Di sini Teman Traveler bisa menangkan ikan jenak maupun ikan mirip kakap merah. Tak perlu takut gagal karena hasil tangkapan laut di sini sangat berlimpah.
“Tangkapan bisa mencapai 150kg untuk bisa pulang,” tutur Rizal, salah seorang nelayan di Teluk Rhu.
Senam Gembira dan Jelajah Pulau
Begitu pagi tiba, kami melakukan senam gembira bersama warga sekitar. Kegiatan ini rutin dilakukan para penduduk Rupat Utara. Dibuka dengan lantunan lagu ‘Lancang Kuning’ dan diakhiri dengan ‘Pantai Solop’. Mengingatkan saya saat masih sering senam di Sekolah Dasar.
Setelah senam, kami melanjutkan perjalanan untuk menjelajah Pulau Beting Aceh, kawasan yang lahir dari daratan pasir alamiah seluas satu kilometer persegi. Masih satu kawasan dengan Rupat Utara dan bisa ditempuh dalam 15 menit menggunakan perahu kecil bermesin.
Hamparan pasir putih, lautan dengan corak hijau dan biru, deburan ombak yang tak terlalu besar, pulau ini cocok bagi Teman Traveler yang hobi berenang. Pas juga untuk kalian yang senang berfoto-foto karena ada begitu banyak spot menarik.
Di balik keindahannya, pulau satu ini menyimpan misteri. Konon dinamakan Beting Aceh karena seorang warga Aceh pernah datang ke sini dan meninggal dunia. Entah benar atau tidak, tak ada yang bisa memastikan.
Itulah sedikit pengalaman saya selama menjelajah kawasan Rupat Utara. Bagaimana Teman Traveler, tertarik berlibur ke tempat ini suatu saat nanti? Next