in , , , , , ,

Sam Poo Kong, Wisata Sejarah dan Kebudayaan Di Semarang

Belajar Sejarah dan Kebudayaan di Sam Poo Kong Semarang, Tidak Perlu Terbang Jauh ke Tirai Bambu

Sam Poo Kong (c) Ika Septiyani/Travelingyuk

Sam Poo Kong atau yang lebih dikenal dengan nama Kuil atau Kelenteng Sam Poo Kong ini terletak di Kota Semarang tepatnya di Jalan Simongan No.129 Bongsari, Kec. Semarang Barat, Kota Semarang, Jawa Tengah. Tempat wisata yang bersejarah ini kerap kali dikunjungi dengan wisatawan domistik maupun mancanegara. Kelenteng Sam Poo Kong terkenal hingga mancanegara, kabarnya tempat ini telah ditetapkan oleh Pemerintah Tiongkok sebagai tujuan wisata bagi pelancong asal Tiongkok.

Baca juga : Island Hopping in Tobelo, North Halmahera

Sam Poo Kong dulunya menjadi tempat persinggahan dan pendaratan pertama seorang Laksamana Tiongkok yang bernama Zheng He / Cheng Ho. Laksamana Zheng He (Cheng Ho) terlahir dengan nama Ma San Bao. Itulah mengapa klenteng / tempat petilasan untuk Zheng He menggunakan nama Sam Poo Kong. Dalam dialek Hokkian, Sam Poo Kong atau San Bao Dong (Mandarin) artinya adalah gua San Bao. Asal muasal Kelenteng Agung Sam Poo Kong adalah ketika armada Zheng He merapat di pantai Simongan, Semarang karena juru mudinya, Wang Jing Hong sakit keras. Sebuah gua batu dijadikan tempat beristirahat Zheng He dan mengobati Wang Jing Hong. Sementara juru mudinya menyembuhkan diri, Zheng He melanjutkan pelayaran ke Timur untuk menuntaskan misi perdamaian dan perdagangan keramik serta rempah-rempah.

Gedung Batu (c) Ika Septiyani/Travelingyuk

Tempat ini biasa disebut Gedung Batu, karena bentuknya merupakan sebuah Gua Batu besar yang terletak pada sebuah bukit batu. Uniknya tujuan wisata ini kebanyakan oleh warga Muslim Tiongkok atau bernuansa budaya Islam, bukan nuansa budaya Tiongkok yang lekat dengan dupa dan lilin. Hal ini disebabkan warga muslim Tiongkok dari provinsi Yunnan sangat akrab dan mengenal baik serta menyakini bahwa Laksamana Cheng Ho sebagai panglima perang utusan Tiongkok keturunan Persia memiliki latar belakang Islam. Kelenteng Sam Poo Kong sendiri bernuansa merah khas bangunan cina pada umumnya. Sekarang tempat tersebut dijadikan tempat peringatan dan tempat pemujaan serta tempat berziarah. Sejumlah lampion merah tidak saja menghiasi kelentengnya, tetapi juga pohon – pohon menuju pintu masuk. Bangunan ini mempunyai bangunan inti yang disebut Goa Batu yang dipercaya sebagai tempat awal mendarat dan markas Laksamana Cheng Ho beserta anak buahnya ketika mengunjungi Pulau Jawa di tahun 1400-an. Goa Batu ini tertutup longsor pada tahun 1700-an, kemudian dibangun kembali oleh penduduk setempat sebagai penghormatan kepada Cheng Ho.

Kelenteng Sam Poo Kong (c) Ika Septiyani/Travelingyuk

Teman Traveler akan dikenakan biaya masuk Rp 25.000/orang jika ingin berkunjung ke Kelenteng Sam Poo Kong ini. Banyak cerita sejarah dan kebudayaan yang bisa Teman Traveler pelajari di Kelenteng Sam Poo Kong. Selain sejarah yang sudah diceritakan, Teman Traveler juga bisa mempelajari sejarah tempat sembahyang yang bernama Kelenteng Thao Tee Kong yang merupakan tempat pemujaan Dewa Bumi untuk memohon berkah dan keselamatan hidup. Nama Kelenteng ini dinamai sesuai dengan peruntukannya. Sedangkan tempat lainnya yaitu tempat Pemujaan Kyai Juru Mudi berupa makam juru mudi kapal yang ditumpangi Laksamana Cheng Ho.

Tempat Pemujaan (c) Ika Septiyani/Travelingyuk

Adapun tempat pemujaan lainnya dinamai Kyai Jangkar, karena di sini tersimpan jangkar asli kapal Cheng Ho yang dihias dengan kain warna merah pula. Di sini digunakan untuk sembahyang arwah Ho Ping, yaitu mendoakan arwah yang tidak bersanak keluarga yang mungkin belum mendapat tempat di alam baka. Lalu ada tempat pemujaan Kyai Cundrik Bumi, yang dulunya merupakan tempat penyimpanan segala jenis persenjataan yang digunakan awak kapal Cheng Ho, serta Kyai dan Nyai Tumpeng yang mewakili tempat penyimpanan bahan makanan pada jaman Cheng Ho. Kelenteng ini mengalami renovasi besar – besaran dari tahun 2002 sampai 2005 dan menelan biaya yang cukup besar yaitu 20 Milyar. Next

ramadan

Museum R.A.A. Adiwidjaja, Rekam Jejak Garut dari Dulu Hingga Kini

4 Bakso Tersembunyi di Malang, Rasa Mewah dengan Harga Murah