in , ,

Warung Lama Haji Ridwan, Kuliner Legendaris di Balik Padatnya Pasar Besar Malang

Sate Komoh Jadi Menu Andalan Warung Lama Haji Ridwan

Warung Lama Haji Ridwan
Warung Lama Haji Ridwan (c) Ica Nafisah/Travelingyuk

Apa yang pertama kali terlintas saat mendengar Pasar Besar Malang? Toko pakaian, peralatan rumah tangga, atau kebutuhan dapur? Sama seperti pasar tradisional pada umumnya, Pasar Besar memang diisi beragam lapak pedagang. Namun di balik padatnya kawasan pasar yang sudah ada sejak zaman Belanda ini, berdiri Warung Lama Haji Ridwan.

Baca juga : Saran Dokter Patologi Terkait Persyaratan Perjalanan di Masa Transisi

Suguhan di meja Warung Lama H. Ridwan (c) Ica Nafisah/Travelingyuk

Tempatnya mungil, namun jangan ditanya soal cita rasanya. Sudah melegenda dan bikin banyak orang ketagihan. Seperti apa? Mari simak ulasannya.

Sate Komoh Menjadi Andalan

Menu terbaru Warung Lama H. Ridwan, Ayam Lodho Pedas (c) Ica Nafisah/Travelingyuk

Seperti yang sudah disinggung sebelumnya, Warung Lama Haji Ridwan adalah warung sederhana yang terletak di lantai dasar Pasar Besar Malang. Jika masuk dari pintu utama, tinggal lurus kemudian belok kanan di gang kedua.  

Ayam Lodho Pedas jadi salah satu menu terbaru Warung Lama Haji Ridwan. Ayam kampung dimasak dengan bumbu kuning, disajikan bersama acar plus nasi hangat. Cocok mengisi perut yang mulai keroncongan di siang hari.

Beberapa masakan Warung Lama H. Ridwan (c) Ica Nafisah/Travelingyuk

Semua menu di warung ini memang tepat disantap saat perut kosong. Sebab semuanya termasuk kategori makanan berat. Di atas meja kayu jati yang dipakai sejak tahun 1922, tersedia suguhan tempe, telur asin, sate komoh, sate usus, air mineral, sambal dan kerupuk sebagai pelengkap makan.

Sate komoh yang sedang dibakar (c) Ica Nafisah/Travelingyuk

Sate komoh yang jadi andalan warung ini wajib hukumnya untuk dicicipi. Daging sapi dengan bumbu meresap sempurna dibakar hingga matang. Rasanya bakal lebih nikmat jika disantap selagi hangat. Saat digigit, dagingnya terasa empuk. Bumbunya yang sedikit manis juga sangat memanjakan lidah.

Asal-usul Sebutan Warung Lama

H. Yusuf melayani pelanggan dibantu seorang pegawai (c) Ica Nafisah/Travelingyuk

Warung Haji Ridwan sekilas memang tampak sederhana, namun berada di dalamnya sungguh terasa nyaman. Meski sudah melewati tiga kali renovasi pasar, suasana klasik masih sangat terasa di sini. Mulai dari perabotan warung hingga beberapa foto yang dipajang di dinding.

Jika diperhatikan seksama, ada satu foto suami-istri berukuran besar dan foto dua orang laki-laki. Mereka adalah pengelola turun temurun Warung Lama Haji Ridwan. Sempat buka cabang di luar pasar besar, kini pemilik memilih untuk fokus di satu warung saja.  

Haji Ridwan sendiri adalah seorang bapak sembilan anak. Ia mulai berjualan nasi rawon tahun 1919. Bersama dua orang karyawan, Haji Ridwan berkeliling menawarkan dagangannya sambil dipikul.

Dari kiri: H. Yusuf – H. Ridwan dan istri – H. Imam Basuki (c) Ica Nafisah/Travelingyuk

Tahun 1925, Pasar Besar Malang selesai dibangun. Haji Ridwan lantas memutuskan untuk mulai berjualan di dalam pasar. Lantaran sebelumnya sudah punya banyak langganan sejak masih berjualan dengan dipikul, kata ‘lama’ disematkan dalam nama warungnya. Hal tersebut sebagai pengingat untuk para konsumen bahwa usahanya sekarang sama dengan yang dulu dipikul.

Selain itu, nama ‘lama’ juga memiliki makna filosofis. Dikisahkan bahwa H. Ridwan juga berharap warung yang didirikannya akan bertahan lama.

Resep Turun-Temurun 

Daftar menu Warung Lama H. Ridwan (c) Ica Nafisah/Travelingyuk

Dalam mengelola warung H. Ridwan dibantu sang putra, H. Imam Basuki. Usaha kuliner ini lantas diwariskan ke generasi berikutnya, ketika pada 1971-an H. Imam Basuki mulai bekerja bersama putranya, H. Yusuf – sekaligus cucu kesayangan H. Ridwan.

Hingga tulisan ini diturunkan, H. Yusuf menjadi pengelola utama Warung Lama Haji Ridwan. Mereka buka tiap hari mulai pukul 07.00 hingga 16.00. Selama Ramadan, warung akan tutup 40 hari penuh. Mulai puasa hari pertama hingga setelah lebaran.

Semua masakan di Warung Lama H. Ridwan dibuat berdasarkan resep warisan mendiang istri H. Ridwan. Resep turun-temurun tersebut terus dimodifikasi sesuai perkembangan dunia kuliner, tanpa menghilangkan ciri khas utama kuliner Malang satu ini.

Filosofi Bersyukur

H. Yusuf, generasi ketiga pengelola Warung Lama H. Ridwan (c) Ica Nafisah/Travelingyuk

Mempertahankan usaha keluarga dengan usianya hampir satu abad bukanlah hal mudah. Penerus generasi ketiga, H. Yusuf, mengaku harus membantu di warung terlebih dahulu sebelum mendapatkan uang jajan semasa kecilnya.

Menurutnya, hal tersebut sekaligus mengajarkan dirinya soal betapa sulit perjuangan mendapatkan uang. Prinsip ini ditanamkan sejak dini dan terus diajarkan turun-temurun. Dengan merasakan sendiri tidak mudahnya mendapatkan uang, timbullah rasa syukur.

Bisa jadi inilah salah satu kunci terus bertahannya Warung Lama H. Ridwan. Sembari terus bersyukur, beliau juga tak lupa menyisihkan sebagian rezeki bagi yang berhak.  

“Saya berbohongpun tidak akan menambah rejeki saya, jujurpun tidak akan mengurangi rezeki saya. Bersyukur adalah jalan satu-satunya,” demikian tutur H. Yusuf, ketika ditanya soal motto hidupnya.

Warung Lama Haji Ridwan juga mengusung nilai kekeluargaan. Tiga orang karyawan dengan setia membantu operasional warung. Salah satunya bernama Saji, bahkan sudah bekerja di warung sejak tahun 1984. Uniknya tiap karyawan yang sudah bekerja selama sepuluh tahun akan dihadiahi umroh sebagai bentuk apresiasi.

H. Yusuf sendiri berharap Warung Lama H. Ridwan bisa diteruskan ketiga putranya. Meski warung tanpa pendingin ruangan ini jauh dari kata mewah, di sinilah saksi bisu perjuangan Haji Ridwan dan keturunannya.

Bagaimana, tertarik menikmati sate komoh resep warisan sembari mengagumi perjuangan mempertahankan usaha keluarga? Langsung saja berkunjung ke Warung Lama Haji Ridwan. Next

ramadan

Kalau Punya Pacar Setampan Shawn Mendes, Ini Lokasi Kencan yang Pas!

Kokoon Hotel Surabaya

Kokoon Hotel Surabaya, Keindahannya Bagai Permata di Lautan Pasir