Baru saja sebuah media wisata asal Amerika Serikat, Fodor’s Travel mengeluarkan daftar destinasi dunia yang tidak dianjurkan untuk dikunjungi di tahun 2020. Yang membuat kaget, Bali termasuk di dalamnya.
Baca juga : Keindahan Coban Tengah di Pujon, Wisata Kabupaten Malang yang Menawan
Menurut mereka, destinasi Pulau Dewata ini sudah sangat ‘menderita’ karena dieksploitasi secara berlebihan oleh para wisatawan. Hal ini ditinjau dari segi lingkungan hidup. Apakah benar demikian? Mari kita coba kulik satu demi satu.
Di Tahun 2017, Pemerintah Daerah Menyatakan Bali “Darurat Sampah”
Pengelolaan limbah dan sampah di Bali yang buruk sudah jadi masalah serius sejak lama. Bahkan, di tahun 2017, Pemerintah Daerah mengaku kewalahan hingga menjuluki fenomena ini sebagai ‘Darurat Sampah’.
Bayangkan, sampah yang dihasilkan di Bali tiap harinya mencapai 4.281 ton, yang mana 11 persen di antaranya mengalir ke laut. Jika ditotal tiap tahun, jumlahnya bisa mencapai 1,5 juta ton!
Ironisnya, sampah-sampah ini juga tersebar di beberapa destinasi wisata, contohnya adalah Pantai Kuta. Hal ini membuat sepanjang kawasan terlihat kumuh dan memprihatinkan.
Perilaku Wisatawan yang Tidak Sopan di Tempat Ibadah
Selain sampah, permasalahan lainnya yang harus diperhatikan adalah sikap dan perilaku wisatawan. Sudah banyak terjadi kasus desakralisasi tempat ibadah, di mana pelaku kebanyakan adalah turis asing.
Contohnya, mulai dari berpakaian terlalu terbuka dan melanggar pantangan saat masuk pura. Bahkan yang paling parah adalah tindakan beberapa turis yang buang air sembarangan di kawasan pura, seperti diutarakan Satpol PP daerah Bali pada bulan Agustus 2019 kemarin.
Kelangkaan Air Bersih karena ‘Diekspoitasi’ Vila dan Lapangan Golf
Problematika lain yang menjadi sorotan adalah soal kelangkaan air bersih. Berdasarkan riset Yayasan Idep Selaras Alam, beberapa wilayah selatan Bali mengalami penurunan muka air tanah hingga lebih dari 50 meter. Ini terjadi dalam waktu kurang dari 10 tahun.
Lebih lanjut, banyak ditemukan sumur dan sumber air yang mulai mengering, bahkan tercemar. Hal ini disebabkan tingkat pengambilan air tanah yang berlebihan. Menurut Fodor’s Travel, vila dan lapangan golf menjadi pihak yang paling bertanggung jawab atas terjadinya peristiwa ini.
‘Black List’ Ini Justru Bawa Dampak Buruk Bagi Bali, Loh!
Meskipun tulisan Fodor’s Travel bermaksud ‘menyelamatkan’ Bali, tetapi membuat Pulau Dewata menjadi sepi dari wisatawan bukanlah solusi terbaik. Malahan, ‘memboikot’ Bali dari daftar wisata tahun depan bisa jadi malapetaka, tidak hanya bagi Pemerintah Bali ataupun tempat wisata khas Pulau Dewata, melainkan juga warga lokal yang sudah berpuluh tahun menyambung hidup dari para turis yang datang.
Apa yang Harus Dilakukan?
Pertama, sebagai wisatawan lokal, kita harus tetap gencar mempromosikan Bali sebagai destinasi favorit terbaik dengan seluruh pesona alamnya yang indah. Hal ini guna membuktikan bahwa ‘black list‘ yang diterapkan Fodor’s Travel tidak berdasar.
Selain itu, kita bisa berkontribusi secara aktif dalam memperbaiki citra Pulau Dewata yang indah dan magis. Contoh sederhana, seperti tidak membuang sampah sembarangan, menghormati tata tertib dan aturan tempat ibadah yang berlaku, hingga berani mengingatkan wisatawan lain yang terindikasi berbuat tidak patut.
Bagaimana, Teman Traveler? Sudah siap membuat serangan balik untuk membuktikan bahwa Bali tetap istimewa? Next