in ,

Gelang Kopi Banyuwangi, Buah Tangan Unik Tanah Dewi Sri

Gelang Kopi Banyuwangi, Asesoris Etnik Beraroma Unik

Oleh-oleh gelang kopi dari Banyuwangi
Oleh-oleh gelang kopi dari Banyuwangi

Berbicara Banyuwangi, salah satu yang melintas di pikiran tentu kopi. Kopi yang dihasilkan pun punya cita rasa khas. Namun uniknya, Teman Traveler bisa menikmatinya dengan cara berbeda. Bukan diseduh lantas di- sruput, tapi sebagai aksesoris. Penasaran? Inilah uniknya gelang kopi Banyuwangi.

Baca juga : The Oldest and Most Authentic Mosques in Indonesia

Proses pembuatan gelang dari biji kopi di Desa Singolatren Kecamatan Singojuruh Banyuwangi / Travelingyuk / Ismiraa
Proses pembuatan gelang dari biji kopi di Desa Sin

 Unik Buatan Anak Muda

Pembuatan gelang kopi oleh karangtaruna Desa Singolatren Banyuwangi / Travelingyuk / Ismiraa
Pembuatan gelang kopi oleh karangtaruna Desa Singolatren Banyuwangi (c) Ismiraa/Travelingyuk

Aksesoris dari berbahan biji kopi ini dibuat oleh anak muda karangtaruna Desa Singolatren Kecamatan Singojuruh. Awalnya salah satu anggota mereka berprofesi sebagai barista. Ia menjual kopi Banyuwangi jenis green bean, biji kopi roasting, dan kopi bubuk untuk diseduh.

Ide muncul saat sedang menyangrai dan melihat biji kopi seperti manik-manik. Sang Barista lantas mengajak rekannya membuat gelang dari kopi dan menjualnya. Walaupun hanya dipromosikan dari mulut ke mulut, asesoris tersebut ternyata banyak yang mencari.

Karangtaruna Desa Singolatren lantas mengembangkan usaha tersebut, dari awalnya gelang kemudian menjadi kalung, bros gantungan kunci hingga tasbih. Mereka mengajak rekan-rekan sesama anak muda untuk berkreasi membuat asesoris tersebut.

Dalam sehari, mereka bisa menyelesaikan minimal 20 gelang kopi. Buah tangan unik tersebut dikemas dengan merek Bikopin, singkatan bahasa Using – ‘Biji Kopi Nisun’ yang artinya biji kopiku.

Gunakan Biji Kopi Berkualitas

Biji kopi yang digunakan untuk gelang adalah jenis Arabika dengan biji lebih kecil / Travelingyuk/ Ismiraa
Gelang menggunakan biji kopi Arabika (c) Ismiraa/Travelingyuk

Dalam pembuatan aksesoris Bikopin, anak muda desa Singolatren menggunakan biji kopi berkualitas. Gelang, bros, kalung dan gantungan dirangkai dengan biji kopi Arabika, yang berukuran lebih kecil. Sedangkan untuk tasbih, mereka memakai kopi Robusta dengan ukuran sedikit lebih besar.

Awalnya kopi disangrai untuk mendapatkan warna coklat kehitaman, sekaligus mengeluarkan aroma yang khas. Proses ini akan menentukan kualitas aksesoris yang dihasilkan. Terlalu hitam, biji akan mudah pecah, Namun jika disangrai terlalu cepat, biji akan keras sehingga sulit dilubangi.

Setelah disangrai biji kopi akan masuk proses sortir. Akan dipilih yang bentuknya bagus, ukuran sama, dan permukaan mulus.

Setelah itu baru kemudian di-bor. Proses ini membutuhkan ketelitian, karena dari 10 biji kopi, tiga sampai empat biasanya akan pecah. Setelah semua rampung, baru kemudian biji dirangkai sesuai model yang diinginkan.

Aroma Kopi Sepanjang Hari

Biji kopi yang digunakan bisa untuk gelang, kalung, bross, gantungan kunci hingga tasbih / Travelingyuk/ Ismiraa
Biji kopi dibentuk menjadi kalung, bros, hingga tasbih (c) Ismiraa/Travelingyuk

Bukan hanya sekedar hiasan, menggunakan asesoris berbahan kopi akan membuat Teman Traveler lebih rileks. Aroma khas kopi yang dikeluarkan akan mengikuti kalian sepanjang hari.

Ada tips agar akesoris ini tidak mudah rusak. Pertama, jangan dibanting, diseduh, atau terkena air sabun. Jika aroma kopi mulai memudar, Teman Traveler cukup basahi gelang dengan sedikit air atau simpan dalam toples berisi minimal 20 biji kopi yang sudah disangrai semalaman.

Tertarik membeli gelang kopi Banyuwangi sebagai buah tangan dari Tanah Dewi Sri? Jangan lupa datang ke Desa Singolatren, Kecamatan Singojuruh ya. Next

ramadan

Written by Ismiraa

Penulis adalah kontributor lepas di travelingyuk.com

Wild life in Baluran National Park, East Java, Indonesia (c) Shutterstock

Banyuwangi, a Great Adventure in the Easternmost Part of Java

Gudeg Mbak Sasha

Gudeg Tengah Malam di Jogja, Rekomendasi Tempat Makan Para Manusia ‘Kalong’