Jogja bisa dibilang merupakan kawasan yang masih memegang teguh tradisi di tengah gempuran arus modernitas. Salah satunya tercermin dalam kerajinan kain lurik, tenun khas Jogja yang sudah melegenda.
Baca juga : Uniccone Malang, Spot Berburu Es Krim Instagenic
Tak sulit menemukan kain lurik di Jogja. Teman Traveler bisa mendapatkannya di butik hingga lapak pasar tradisional Jogja. Masing-masing punya motif berbeda, melambangkan siapa pemakainya. Bisa masyarakat biasa, abdi dalem, maupun kerabat keraton.
Sejarah Lurik
Dalam sejarah perkembangannya, pembuatan lurik mengalami beragam perubahan. Dulu semua kain dibuat secara tradisional, dengan menenun helai demi helai benang hingga menjadi selembar kain. Namun kini, karena alasan efisiensi tenaga dan waktu, semuanya dikerjakan menggunakan mesin.
Meski begitu pembuatan lurik tradisional tak sepenuhnya punah. Teman Traveler bisa menyaksikannya di kawasan Krapyak Wetan, tak jauh dari daerah kota. Jaraknya hanya sekitar 15 menit berkendara.
Di perkampungan tenang ini, kalian bisa mampir ke produksi kain tenun lurik Kurnia. Rumah produksi ini telah eksis sejak 1962 dan didirikan oleh Bapak H. Dibyo Sumarto.
Proses Pembuatan
Pembuatan lurik di Kurnia terdiri dari serangkaian proses panjang. Bahan baku utama benang didatangkan langsung dari luar kota. Tahap awalnya dimulai dari pemberian warna pada benang.
Begitu pewarnaan rampung sempurna, proses selanjutnya adalah penjemuran benang. Dulu pewarna yang digunakan mengandung bahan kimia. Namun kini yang lebih banyak dipakai adalah pewarna alami dari ekstrak daun.
Setelah benang benar-benar kering, selanjutnya masuk proses palet dan klos. Di sini benang bakal diurai untuk kemudian dipintal. Berikutnya lanjut ke proses skir, di mana semua benang disusun secara teratur. Setelah selesai, dilakukan proses cucuk. Benang pendek akan diselipkan di antara benang panjang.
Setelah itu, benang akan disetel dan baru ditenun. Begitu kain jadi, akan langsung dicuci dan siap dijual. Hmm, prosesnya lumayan panjang dan rumit ya Teman Traveler?
Mendapatkan kain halus dan padat bukan perkara gampang lho. Itulah mengapa dalam proses pembuatan lurik, orang yang menggarapnya harus sama. Tidak boleh berganti-ganti.
Sederhana dan Ramah Lingkungan
Pekerja di sini jumlahnya mencapai sekitar tiga puluh orang. Mereka rata-rata sudah berusia lanjut. Uniknya, tidak semua menyelesaikan pekerjaan mereka di tempat. Pengelola mengizinkan para pegawai untuk membawa pekerjaan pulang. Selain itu, untuk transportasi para pekerja memakai sepeda angin. Semuanya terkesan begitu ramah lingkungan dan sederhana.
Ukuran Kain
Kurnia memproduksi dua lurik dalam dua ukuran, 70 x 110 cm dan 110 x 110 cm. Jumlah benang yang digunakan mencapai masing-masing 2.100 dan 3.300 helai. Harga per meternya dibanderol Rp37.000-an dan Rp55.000-an. .
Tak hanya kain tenun, Kurnia juga melayani pembuatan syal untuk suvenir. Selain membeli langsung, Teman Traveler juga bisa mendapatkan hasil produksi mereka secara daring lho. Bagaimana, ada yang tertarik?
Itulah sedikit ulasan mengenai proses pembuatan kain lurik di Kurnia. Meski sederhana, di dalamnya terdapat pengabdian dan dedikasi tinggi untuk melestarikan warisan budaya lokal. Jika Teman Traveler sedang jalan-jalan di wisata Jogja, jangan lupa mampir ya. Next