Pembangunan masjid yang megah umumnya sebagai simbol kecintaan manusia pada Sang Pencipta yang bertujuan untuk menciptakan rumah ibadah yang nyaman sehingga ibadah menjadi tenang dan khusuk. Seperti masjid di Kepulauan Riau berikut, selain megah masjid ini punya sejarah panjang dan material penyusun yang tidak biasa.
Baca juga : Moja Museum di Jakarta, Destinasi Wisata Baru Tawarkan Banyak Spot Foto Cinema Art
Provinsi Kepulauan Riau layak menjadi salah satu tujuan wisata favorit traveler dunia. Pasalnya daerah-daerah yang menjadi bagian dari provinsi ini menyimpan banyak kekayaan alam yang indahnya tiada dua. Sebut saja gugusan kepulauan di wilayah Batam, Anambas, Natuna hingga ibukota provinsi, Tanjungpinang di pulau Bintan.
Kepulauan Riau adalah tujuan wisata yang sempurna jika traveler mencari keindahan pulau tropis lengkap dengan taman laut yang indah serta dibalut dengan kebudayaan masyarakat yang kental. Seperti diketahui bahwa asal usul kebudayaan Melayu berasal dari salah satu kawasan di Provinsi Kepulauan Riau ini.
Menilik ke kota Tanjungpinang yang tidak lain adalah ibukota provinsi, di dalam wilayah administratif kota ini berdiri bangunan kuno peninggalan kerajaan Islam Kesultanan Riau-Lingga berupa masjid. Masjid tersebut dikenal dengan nama Masjid Raya Sultan Riau yang terletak di Pulau Penyengat. Pulau ini dikenal sebagai lokasi cikal bakal kebudayaan Melayu hingga bahasa Melayu yang menjadi induk dari Bahasa Indonesia.
Berkunjung ke Pulau Penyengat traveler akan disuguhi pemandangan alam yang indah plus kesempatan untuk berwisata sejarah. Seperti halnya saat berkunjung ke Masjid Raya Sultan Riau, masjid ini menjadi saksi bisu sejarah kejayaan kerajaan Islam di Indonesia. Masjid dengan warna kuning dan hijau yang mendominasi ini dibangun sekitar tahun 1761-1812 yang artinya proses pembangunannya memakan waktu lebih dari setengah abad.
Dilansir Travelingyuk dari berbagai sumber, awalnya masjid ini ukurannya tidak terlalu besar. Namun seiring berjalannya waktu jemaah kian membludak dan masjid tak mampu lagi menampung. Maka dari itu Yang Dipertuan Muda Raja Abdurrahman Sultan Kerajaan Riau memperluas masjid di tahun 1831-1844.
Saat itu pembangunan masjid ini dilakukan secara swadaya melibatkan seluruh penduduk Pulau Penyengat hingga penduduk di kawasan Kepulauan Riau. Mereka menyumbangkan bahan material hingga bahan makanan. Salah satu bahan makanan yang paling banyak disumbangkan adalah telur. Dari sana para pekerja merasa bosan setiap hari makan telur hingga yang dimakan hanya kuning telurnya saja.
Sang arsitek memiliki ide cemerlang agar putih telur tidak terbuang sia-sia. Ia memerintahkan untuk mencampur putih telur ke dalam material bangunan bersama dengan pasir dan kapur. Ternyata putih telur tersebut berhasil menjadi perekat yang kokoh hingga menjadi bangunan masjid yang keren seperti sekarang.
Keunikan lain dari Masjid Raya Sultan Riau adalah di dalam masjid ini tersimpan mushaf dengan umur yang sudah tua yakni 1752 masehi. Selain itu mimbar masjid juga terbuat dari kayu jati yang dibawa langsung dari Jepara. Ada pula sepiring pasir dari tanah Mekkah di dekat mimbar yang katanya dibawa oleh Raja Ahmad Engku Haji Tua, bangsawan Riau pertama yang menunaikan ibadah haji, yaitu pada tahun 1820.
Tertarik mengunjungi Masjid Raya Sultan Riau ini? Dari kota Tanjungpinang traveler bisa menyeberang menggunakan pompong (perahu tradisional) dari dermaga Sri Bintan Pura. Datang ke masjid ini tidak dipungut biaya, namun buat traveler yang ingin beramal disediakan kotak amal di pintu utama masjid. Next