Sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia berusaha menyajikan pelayanan terbaik khususnya bagi para turis asing yang berasal dari Timur Tengah. Salah satu caranya adalah dengan mempersiapkan dan membangun berbagai macam wisata religi, syariah, dan halal.
Baca juga : Bebek Goreng Enak di Solo, Tekstur Empuk dengan Cita Rasa Bikin Melongo
Pro dan Kontra, Kenapa Bisa Terjadi?
Namun demikian, seiring berjalannya waktu, program ini mendapat pro dan kontra, khususnya di wilayah-wilayah yang mayoritas didiami masyarakat non-Muslim. Contohlah Bali.
Wacana wisata halal yang hendak diterapkan pada Pulau Dewata dianggap mengganggu norma budaya dan adat yang sudah terbangun selama ratusan tahun di sana. Masyarakat menilai program ini hanya tepat dilaksanakan di daerah mayoritas Muslim saja, tidak perlu sampai menyinggung wilayah lain.
Nah, dari sini mungkin Teman Traveler jadi bertanya. Apa sih wisata halal itu? Terus apa dampaknya bagi masyarakat? Kemudian apa sih wisata religi dan syariah? Apakah sama dengan wisata halal? Supaya lebih jelas, mari kita bahas satu-satu!
Wisata Religi
Bicara tentang wisata religi, maka kita harus menengok pada Peraturan Presiden (Perpres) RI No. 50 Tahun 2011. Aturan ini membahas tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Nasional, secara khusus pada pasal 14 ayat 1.
Kalau disarikan, intinya, wisata religi adalah sebagai segala sesuatu yang memiliki keunikan, keindahan, dan nilai religi yang menjadi destinasi atau sasaran kunjungan wisatawan, khususnya dalam hal ini adalah falsafah Islam.
Biasanya, wisata religi selalu berupa tempat ibadah umat Muslim ataupun kompleks peziarahan para tokoh agama yang dihormati, contohnya Masjid Raya Baiturrahman di Aceh atau makam para Walisongo.
Wisata Syariah
Sebelum membahas poin ini, kita harus kembali pada definisinya dahulu. Intinya, hukum syariah Islam adalah segala bentuk peraturan yang mengatur seluruh sendi kehidupan umat Islam, baik di dunia maupun di akhirat.
Nah, kalau dikaitkan dengan wisata syariah, artinya destinasi turis ini harus berlandaskan prinsip dan nilai sesuai dengan ajaran Islam. Misalkan saja pemisahan tempat antara pria dan wanita, tidak boleh adanya praktik riba, tidak boleh menjual kuliner non halal, menggunakan pakaian yang menutup aurat, dan sebagainya.
Di Indonesia sendiri, sudah ada beberapa tempat wisata yang menerapkan program ini. Contohnya adalah Pantai Santen yang berlokasi di Banyuwangi. Di kawasan ini, pihak pengelola sudah menerapkan aturan untuk memisahkan pengunjung perempuan dan lelaki ke spot yang berbeda.
Wisata Halal
Nah, kalau wisata religi dan syariah lebih menekankan pada lingkup kecil saja, lain halnya dengan wisata halal. Program ini lebih luas cakupannya karena tidak hanya menaungi 1 tempat wisata saja, tetapi juga 1 daerah kota, provinsi, bahkan negara sekaligus.
Kenapa? Karena pada dasarnya, wisata halal hanyalah bentuk guidance atau panduan bagi orang Islam yang hendak berlibur di sebuah wilayah tertentu. Ini penting, mengingat jumlah turis Timur Tengah makin banyak, dan tak jarang, mereka bingung mencari lokasi yang menyajikan destinasi halal.
Kesimpulannya, program ini samasekali tidak menuntut adanya perubahan budaya atau nilai-nilai di kawasan tersebut. Akan tetapi, wisata halal hanya memberikan petunjuk, kira-kira mana nih destinasi wisata, kuliner, ataupun akomodasi yang sudah terjamin jelas halalnya.
Nah, itulah tadi perbedaan wisata religi, syariah, dan halal. Semoga informasi ini bisa menambah wawasan Teman Traveler, ya! Next