Streetfood sering menjadi incaran para wisatawan saat mengunjungi suatu tempat karena selain harganya murah, siap disantap, dan mudah didapat. Streetfood identik dengan lapak-lapak penjual makanan di pinggir jalan yang tidak permanen dan merupakan cara yang tepat untuk menikmati makanan lokal dari tempat yang Teman Traveler kunjungi. Yogyakarta juga memiliki beberapa tempat berburu streetfood. Salah satunya bahkan masuk ke dalam salah satu serial Netflix loh. Penasaran? Simak ulasan berikut ya.
Baca juga : Buper Huludayeuh Trijaya, Spot Outbound, Kemah dan Lokasi Prewedding Favorit di Kuningan
Es Goreng Pak Gatot Alun-Alun Kidul
Masyarakat Yogyakarta tentu tidak asing dengan beliau yang satu ini. Bapak penjual es goreng ini terkenal karena cara beliau menjajakan jajanannya yang ikonik. Dengan menggunakan microphone dan speaker sederhana, beliau memanggil para pelanggannya dengan kalimat-kalimat yang lucu. Es goreng itu makanan seperti apa? Es kok digoreng?
Rupanya jawabannya sederhana saja, es goreng ini hanya istilah saja karena sebetulnya es tidak benar-benar digoreng. Es lilin yang terbuat dari santan kelapa dan ditusuk dengan lidi ini dicelupkan coklat panas. Coklat yang masih leleh karena digoreng di atas sebuah wajan seketika mengeras sesaat setelah bersentuhan dengan es lilin yang bersuhu rendah. Pak Gatot menemukan resep ini ketika usahanya sedang jatuh bertahun-tahun lalu. Sejak saat itu beliau berjualan di Alun-Alun Kidul sisi barat mulai pukul 15:00. Harga jajanan ini sangat murah yakni Rp3.000. Teman Traveler tidak hanya mendapatkan es goreng yang lezat tapi juga doa dari Pak Gatot. Doanya seperti apa? Langsung datang dan coba saja jajanan yang satu ini.
Wedang Tahu Bu Sukardi
Di sisi barat Pasar Kranggan, juga terdapat sebuah stand makanan legendaris bernama Wedang Tahu. Bu Sukardi, nama sang penjual yang mulai berjualan sejak tahun 2008. Wedang tahu buatannya terbuat terbuat dari sari pati kedelai yang dimasak hingga berbentuk seperti agar-agar berwarna putih pucat, kemudian dimasukkan ke dalam mangkuk kecil dan disiram dengan air jahe.
Rasa wedang tahunya sangat lezat. Tahunya lembut, air jahenya manis dan hangat. Perpaduan sempurna untuk mengawali hari. Seporsi wedang tahu dijual dengan harga Rp7.000. Bu Sukardi berjualan di Jalan Asem Gede, depan Gudeg Bu Djuminten dan buka mulai pukul 06:30 hingga habis.
Wedang Ronde Mbah Payem
Seorang nenek berdiri di balik sebuah gerobak dengan penerangan sederhana berisi beberapa toples kaca yang antik. Sang nenek menyendok satu persatu isi toples tersebut, memindahkan ke sebuah mangkuk kecil. Beliau lantas mengguyur berbagai bahan tersebut dengan air yang tampak masih panas berwarna coklat. Beliau bernama Mbah Payem, penjual wedang ronde yang melegenda dan menjadi langganan Bapak Soeharto, Presiden kedua Republik Indonesia.
Beliau mulai berjualan wedang ronde sejak tahun 1960an. Mbah Payem mulai melayani pembeli pada pukul 19:30. Berlokasi di Jalan Kauman, tidak jauh dari Pasar Ngasem lama. Satu mangkuk Wedang Ronde yang hangat buatan beliau dihargai sebesar Rp8.000. Saat ini, beliau tidak berjualan sendirian dan dibantu oleh seorang gadis berusia belasan tahun.
Rujak Es Krim Pak Nardi
Rujak Es Krim adalah salah satu makanan penutup yang sudah banyak dikenal wisatawan ketika berkunjung ke Yogyakarta. Pak Nardi adalah orang pertama yang menjual streetfood yang satu ini. Mulanya beliau hanya menjual rujak namun akhirnya mendapat ide untuk menambah es krim yang lembut terbuat dari santan kelapa ini langsung lumer di mulut saat disantap.
Lapak Rujak Eskrim Pak Nardi (c) Gallant Tsani A/Travelingyuk
Rasa yang manis dari es krim juga tidak merusak rasa rujak buah yang manis, segar, dan sedikit pedas membuat ide brilian tersebut menjadi legenda streetfood Yogyakarta. Beliau biasa ditemui di Pakualaman. Harga satu mangkuk rujak es krim hanya sebesar Rp8.000.
Es Jaipong Kotabaru
Es Jaipong pasti sudah tidak asing lagi di telinga Teman Traveler. Sajian es yang menyegarkan ini memang sudah dikenal oleh banyak orang, terutama di wilayah Jawa Barat dan Jakarta. Rupanya, salah satu streetfood asal Jawa Barat ini sudah menginvasi Yogyakarta, terlihat dari banyaknya penjual es jaipong di kota ini.
Ada satu keluarga yang bertanggungjawab sebagai pembawa kuliner ini dari tanah asalnya. Dari awal, mereka setia menjual Es Jaipong di Kota Baru. Tepatnya tidak jauh dari Gereja St. Antonius Kotabaru. Ciri khas Es Jaipong masih mereka pertahankan dengan isian berupa mutiara, tapai singkong, cincau hitam, dan selendang mayang (sejenis bubur sumsum berwarna hijau). Kemudian disajikan dengan santan dingin yang akan membuat kerongkongan tak lagi kering. Satu mangkuk Es Jaipong dijual dengan harga Rp5.000.
Kue Leker
Wajahnya serius, tegang, tak tampak senyum dari bibirnya ditambah dengan kulitnya hitam legamnya. Dengan tangkas beliau mengoles adonan, memasukkan ke dalam wajan, mengiris pisang, menaburi dengan gula dan coklat, lalu mengangkatnya setelah jadi. Beliau adalah Mbah Man, sang legenda Kue Leker di Yogyakarta. Teman Traveler tentu sudah tidak asing dengan kue leker. Jajanan yang sering berada di depan sekolah saat masih kecil ini memang sangat dinanti. Mbah Man begitu beliau dipanggil, sudah berjualan kue leker sejak tahun 1978. Lokasinya pun tak berubah, di Jalan Soragan, tepat di depan rumah makan Soto Sawah Bu Hadi.
Beliau memutar-memutar wajan kecilnya di atas sebuah anglo, kompor yang terbuat dari tanah liat. Mbah Man membuat kue lekernya dengan menggunakan arang sebagai pemanas. Keuntungan menggunakan arang adalah selain membuat aromanya lebih unik juga panas yang dihasilkan lebih tinggi, sehingga jajanan ini akan lebih cepat matang.
Setelah adonan dioleskan ke atas wajan yang panas, beliau mengiris pisang, meletakkannya ke tengah wajan, kemudian ditaburi gula dan coklat. Tanpa menunggu lama beliau langsung mengangkat adonan yang sudah matang tersebut. Kue leker yang dihasilkan tidak terlalu kering, pisangnya juga masih utuh, tidak lembek karena terkena panas. Teman Traveler hanya perlu merogoh uang sebesar Rp2.000 untuk sebuah kue leker legendaris buatan Mbah Man ini.
Lupis Mbah Satinem
Inilah legenda yang banyak diperbincangkan orang. Tidak lain karena beliau masuk ke dalam sebuah serial berjudul “Street Food” yang ditayangkan oleh Netflix. Meman tidak salah jika beliau dimasukkan ke dalam serial tersebut dan bersanding dengan banyak penjual dari negara-negara lain. Salah satu legenda street food di Yogyakarta ini kesehariannya menjual lupis, makanan tradisional yang dibuat dari beras.
Beliau mulai membuka lapak pada pukul 05:30 pagi. Sejak lapak dibuka, pengunjung sudah antre untuk mendapatkan sebungkus kue lupis buatan Mbah Satinem. Beliau dengan cekatan membuka kue lupis yang masih dibungkus daun pisang, kemudian diiris dengan menggunakan benang yang sudah diikatkan di ujung jari beliau. Selain kue lupis, ada juga beberapa jajanan pasar lain seperti cenil, getuk, juga thiwul. Satu bungkus kue lupis dibanderol seharga Rp5.000. Jadi sudah siap untuk mencoba salah satu streetfood di atas? Next