Tato, yaitu seni merajah tubuh ternyata merupakan bagian dari budaya beberapa suku di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Tidak hanya berperan sebagai keindahan tubuh, tato tradisional ini pun sebagian besar mempunyai makna mendalam. Seperti menunjukkan kelas sosial maupun gambaran kehidupan sang pemilik tato. Penasaran seperti apa? Langsung yuk baca ulasan berikut.
Baca juga : Orangutan Dipelihara di Kandang Ayam, Kini Tengah Direhabilitasi
Titi Mentawai, Indonesia
Tato oleh suku Mentawai yang disebut sebagai titi merupakan sebuah lambang kedewasaan dan perjalan hidup seseorang. Dahulu, yang ditato adalah anak yang menjelang remaja karena dianggap sudah dewasa, mandiri, sanggup menikah, serta dapat mengupayakan hidup sendiri. Seorang Sikerei alias dukun Mentawai yang akan membubuhkan tato dengan alat bernama patiti.
Sebelum itu, diadakan ritual Punen Patiti, pembacaan mantra dan pengerjaan ramuan, serta menyembelih babi. Ritual tersebut dilaksanakan saat awal mau memasang tato saja. Tinta untuk titi berasal dari jelaga dan air tebu. Tato pertama biasanya di jari tangan, lambang bahwa tidak lagi bergantung kepada orang tua. Titi Mentawai pun difungsikan sebagai penunjuk posisi dan derajat sang pemakai.
Suku Dayak Iban, Kalimantan-Indonesia
Tato tradisional di Asia Tenggara berikut masih berasal dari Indonesia tepatnya oleh suku Dayak Iban di Kalimantan. Tato merupakan tradisi turun-menurun serta sebagai simbol identitas diri, status sosial, dan keberanian. Dahulu kala, tato merupakan tanda seseorang telah berbuat sesuatu saat perang suku.
Motif tato suku Dayak Iban pun mempunyai arti mendalam sesuai dengan tujuannya, misalnya saja penolak bala, penghargaan, maupun suatu tanda akan kejadian tertentu. Berkat maknanya yang sakral, bukan hanya sebagai seni, peletakan tato pun tidak bisa sembarangan. Walaupun kini, tradisi tato tradisional tersebut mulai luntur. Dikarenakan stigma negatif terhadap pemakainya.
Suku Moi, Papua-Indonesia
Suku Moi adalah suku asli yang meninggali kabupaten Sorong, tersebar di hampir seluruh wilayah ini. Suku Moi atau suku Malamoi pun memiliki tato tradisional dengan bahan pembuat tato yaitu arang halus disebut yak kibi. Merupakan hasil bakaran kayu dengan getah pohon langsat. Motif tato yang dianggap sebagai suatu keindahan bagi suku Moi adalah bentuk geometris alias garis-garis melingkar serta titik berbentuk tridiagonal.
Desain tato pun disesuaikan dengan bagian tubuh yang hendak ditato. Konon budaya tato suku Moi diperkenalkan oleh penutur Austronesia dari Asia Tenggara yang migrasi ke kawasan Sorong. Namun generasi muda di daerah ini sudah tidak mentato tubuh karena perkembangan zaman dan biasanya tidak bisa bekerja di instansi tertentu.
Sak Yant (Yantra), Kamboja&Thailand
Tato tradisional di Asia Tenggara ini merupakan bagian dari tradisi suku Khmer di Kamboja. Sak Yant atau Yantra konon telah ada semenjak abad ke-9, merupakan tato yang memiliki kekuatan magis. Dahulu kala zaman Kerajaan Khmer, prajurit-prajurit yang akan berperang ditato terlebih dahulu demi terhindar dari malapetaka. Bagi pemilik Sak Yant pun bisa kebal terhadap benda-benda tajam, seperti anak panah dan pisau.
Walaupun begitu mereka harus menjalankan sejumlah peraturan seperti tidak boleh melakukan hal-hal negatif seperti membunuh, mencuri, dan lainnya serta menghindari makanan tertentu. Kalau dilanggar maka kesaktiannya akan hilang. Orang yang mengaplikasikan tato ini adalah seorang biksu. Sebelum ditato, harus melakukan sejumlah ritual. Masing-masing motif mengandung kekuatan dan bentuk perlindangan berbeda. Alat untuk membuat tato Sak Yant adalah jarum bambu. Walaupun berasal dari Kamboja, tato ini lebih populer di Thailand. Tidak jarang wisatawan yang datang ke negeri gajah putih tersebut, minta dibuatkan tato.
Batok, Filipina
Batok merupakan tradisi tato tradisional di Asia Tenggara berasal dari desa Kalinga, di pegunungan Cordillera, Filipina. Terletak jauh dari pusat kota, kawasan ini ternyata menyimpan cerita menarik dibalik budaya batok. Mambabatok alias ahli tato di desa ini bernama Apo Whang-Od usianya hampir 1 abad. Apo Whang-Od telah menato para pengayau alias pemburu kepala orang zaman dahulu serta perempuan yang menuju usia dewasa.
Motif pada tato ini pun beragam bergantung pada apa yang telah terjadi, misalnya gambar burung elang menyimbolkan pengayau yang berhasil membawa korban. Seorang mambabatok hanya bisa mewariskan ilmu menato kepada keturunannya. Apo Whang-Od tidak mempunyai anak, maka dia mengajarkannya pada keponakannya.
Itulah sekian tato tradisional di Asia Tenggara, walau sudah tidak banyak yang mempertahankan tradisi tersebut. Hal itu tetaplah menjadi bagian dari budaya suku-suku tersebut dengan cerita menarik dibaliknya. Adakah Teman Traveler yang mempunyai cerita seru mengenai tato? Next