in , ,

Menjelajah Kotabaru, Kawasan Elit di Yogyakarta pada Masa Kolonial

Salah Satu Bangunan Heritage di Yogyakarta / dok.pribadi

Cerita tentang kedatangan Belanda ke Indonesia pada zaman kolonial memang seakan tidak akan pernah habis untuk diceritakan. Banyak hal-hal menarik yang bisa diulas, dikisahkan, meski kejamnya penindasan waktu itu juga tidak boleh kita lupakan. Ada banyak hal-hal yang dulunya diinisiasi oleh orang-orang Belanda yang sampai sekarang bisa kita nikmati manfaatnya. Begitu juga soal bangunan, yang masih utuh dan bisa kita
lihat bentuknya.

Baca juga : 10 Angkringan di Jogja yang Enaknya Ngangenin

Bangunan Bergaya Indis / dok.pribadi

Di Yogyakarta, selain beberapa bangunan sisa-sisa arsitektur Belanda, yang masih tersisa adalah Kotabaru. Sebuah kawasan yang dulu menjadi kawasan elit dengan tata kota sangat rapi khas seperti kota-kota di negara maju.

Sejarah Kotabaru

Gereja HKBP, Penjara di Masa Penjajahan Jepang / dok.pribadi

Semakin berkembangnya penduduk Belanda di Yogyakarta tentunya berakibat pada kebutuhan pemukiman yang juga meningkat. Pihak Belanda kemudian menyewa sebuah tanah Sultan yang kemudian
dibangunlah sebuah kawasan bernama Kotabaru (dalam bahasa Belanda: Nieuwe Wijk).

Kawasan Kotabaru mulai dibangun pada tahun 1917. Kotabaru semula berupa hutan lebat hingga kemudian dibangun dan menjadi sebuah kawasan elit khas negara maju yang terkonsep sangat rapi.

Pada masa penjajahan Jepang, orang-orang Belanda ditawan dan dipenjara. Salah satu bangunan yang digunakan sebagai penjara oleh Jepang juga berada di kawasan Kotabaru ini. Kemudian karena muak dengan kekejaman Jepang serta didorong dengan keinginan untuk segera merdeka, masyarakat Yogyakarta kemudian mendeklarasikan perang dan
menyerang tentara Jepang di Kotabaru. Peristiwa ini dikenal sebagai Serbuan Kotabaru dan diabadikan dengan Monumen Perjuangan Serbuan Kotabaru.

Bangunan Asli Rumah Sakit Bethesda / dok.pribadi

Rumah Sakit Bethesda dan Dr. Gerrit Schuerer

Di ujung paling timur Kotabaru, berdirilah sebuah rumah sakit cukup besar, bernama Rumah Sakit Bethesda. Rumah Sakit Bethesda ini menjadi rumah sakit pertama yang dibangun di kota Yogyakarta. Dulu masyarakat Yogyakarta masih mengandalkan pengobatan alternatif dan hal-hal berbau mistis untuk menyembuhkan beragam penyakit. Lantas ada seorang Belanda bernama dr. Gerrit Schuerer yang membuka praktik sederhana
dengan gratis menggunakan ilmu medis modern saat itu.

Berkat ilmu medis tersebut, pasien beliau membludak. Dr. Gerrit Schuerer kemudian diberikan izin untuk membangun sebuah rumah sakit di kawasan Kotabaru. Beliau setuju tapi dengan syarat rumah sakit tersebut menggunakan nama istrinya, dan berdirilah Rumah Sakit Patronella yang oleh masyarakat diberi nama Rumah Sakit Toeloeng (baca: tulung) karena orang yang sakit merasa ditolong tanpa membayar sepeserpun.

Tahun berganti, kepemilikan yang silih berganti menyebabkan nama rumah sakit juga ikut berubah, hingga pada tahun 1950 kepemilikan rumah sakit dikembalikan ke suatu yayasan kristiani yang kemudian mengganti namanya menjadi Rumah Sakit
Bethesda.

Bangunan bergaya Indis saat ini masih menjadi Hunian / dok.pribadi

Rumah-Rumah Bergaya Arsitektur Eropa

Selain rumah sakit dan beberapa instansi seperti sekolah, Thomas Karsten selaku arsitektur utama kemudian juga membangun rumah-rumah. Ia mendesain bangunan-bangunan di Kotabaru dengan ciri yang sekarang disebut budaya Indis, percampuran antara budaya lokal dengan
budaya Eropa.

Salah Satu Bangunan di Kotabaru sekarang menjadi Kantor Konsulat Tunisia / dok.pribadi

Karena iklimnya tropis, mereka membuat sirkulasi udaranya lebih agak lebar, jendela dan pintu besar, eternitnya tinggi. Penghuni rumah-rumah ini adalah orang-orang Belanda yang memiliki jabatan atau orang-orang Belanda kaya. Hingga kini bangunan berupa rumah-rumah masih bisa dilihat. Sebagian telah beralih fungsi sebagai kantor, tetapi ada juga yang menjadi rumah dinas, sementara ada juga yang dibiarkan kosong.

Salah Satu Ruas Jalan yang Rindang di Kotabaru / dok.pribadi

Jalan-Jalan Lebar, Pohon yang Rindang

Konsep yang dipilih oleh Thomas Karsten adalah sebuah konsep dari Inggris bernama Garden City. Desain yang digunakan menggunakan jalan-jalan lebar yang bagus dengan pepohonan sebagai penghubung. Di Kotabaru sendiri terdapat tiga jenis jalan: Boulevard, Laan, dan Weg.
Boulevard berarti sebuah jalan lebar yang di tengah-tengahnya terdapat pohon sebagai pembatas antara dua lajur jalan.

Gereja St. Antonius, Gereja Pertama di Kotabaru / dok.pribadi

Sementara Laan adalah jalan yang di kanan-kirinya terdapat pepohonan. Berbeda dengan Weg yang merupakan jalan biasa. Dengan konsep Garden City yang diusung, Kotabaru menjadi kawasan yang rindang dan nyaman untuk dihuni.

Saat ini kawasan Kotabaru di kecamatan Gondokusuman, Yogyakarta, sudah dinyatakan sebagai sebuah kawasan heritage dengan banyak sekali bangunan-bangunan cagar budaya. Meski belum mutlak sebagai tempat wisata, tapi jika dikelola dengan baik bukan tidak mungkin Kotabaru bisa menyaingi Braga.

Agar lebih menikmati proses penyusuran Kotabaru, Teman Traveller sebaiknya diiringi oleh guide dari beberapa komunitas pecinta sejarah yang cukup banyak di Yogyakarta. Sebagian dari mereka membuat sebuah open trip menyusuri Kotabaru, sehingga selain refreshing juga mendapatkan cerita-cerita baru. Next

ramadan
Fi the matild palace

The Matild Palace di Budapest, Merasakan Menginap di Istana Megah

Pacet, Wisata Mojokerto untuk Para Pencari Kesejukan