Berkunjung ke Bali takkan lengkap jika belum menyaksikan langsung keindahan tarian tradisionalnya. Pilihannya beragam, mulai dari tari kecak di Uluwatu, barong di Ubud, dan legong di Museum ARMA. Sebagian besar merupakan balih-balihan atau tarian penghibur. Namun ada juga tarian yang sifatnya sakral, seperti Drama Tari Calonarang.
Baca juga : Taman Buah Mekarsari, the Largest Fruit Garden in the World
Tarian ini khusus digelar saat upacara keagamaan dan mengandung alur
cerita. Tak hanya itu, pertunjukan ini juga bersifat sakral dan memiliki nilai mistis. Penasaran? Yuk, simak ulasan lengkap soal Drama Tari Calonarang berikut ini.
Ambil Tema Ilmu Leak
Drama tari ini selalu mengangkat kisah sama, yakni soal Calonarang, janda penekun ilmu hitam yang murka lantaran lamaran terhadap anak gadisnya dibatalkan. Kemarahan tersebut lantas dilampiaskan dengan menyebarkan ilmu hitam ke seluruh Kerajaan Kediri. Saat melakukan perbuatan keji ini,
Calonarang digambarkan beralih rupa menjadi rangda, simbol kejahatan.
Sedih karena kerajaannya terkena kutukan, Raja Airlangga pun meminta bantuan Mpu Bharada. Dengan taktik khusus, Sang Mpu yang mengambil wujud barong lantas berhasil mengalahkan Calonarang.
Sebagian Teman Traveler mungkin tahu bahwa ilmu hitam atau disebut pengleakan di Bali merupakan salah satu warisan budaya Nusantara yang masih ditekuni beberapa kalangan.
Pada pementasan drama tari Calonarang, ada satu bagian di mana tokoh rangda memanggil makhluk makhluk tidak terlihat untuk datang dan membantu. Meski hanya sebatas dialog drama, tetapi secara niskala panggilan itu seringkali diartikan sebagai undangan untuk para penekun ilmu hitam.
Selain adanya undangan terhadap leak, pementasan ini juga kerap diwarnai teriakan-teriakan dan tawa mengerikan dari rangda serta pengikutnya. Hal ini tentu akan menimbulkan kesan menyeramkan, terlebih karena pementasan ini sering dilakukan malam hari.
Ada Peran Mayat atau Tumbal
Suasana mistis dalam pertunjukan ini juga tercipta berkat kehadiran mayat-mayat atau tumbal yang terbunuh oleh ilmu hitam sang janda. Pada pementasan sebenarnya, mayat ini akan dibawa dan ditinggal di kuburan. Ngerinya, mayat tersebut benar-benar diperankan oleh manusia.
Resiko memerankan mayat atau disebut watangan matah ini sangat tinggi. Dari sisi niskala, kuburan adalah tempat sakral dan berbahaya, belum lagi ancaman dari penekun ilmu hitam yang sebelumnya sudah dipanggil.
Untuk itu, di sinilah pentingnya menggelar ritual khusus sebelum pertunjukan dimulai. Sebab orang yang berperan sebagai mayat bisa saja benar-benar meninggal jika pertunjukan kurang sukses atau ritual tidak diterima.
Kostum Rangda dan Barong, Arca Suci Milik Pura
Kebanyakan pura di Bali memiliki arca atau simbol suci yang dipergunakan sebagai alat memuja Tuhan. Simbol yang juga disebut Pratima ini mayoritas berbentuk barong atau rangda.
Pada saat upacara keagamaan, Pratima bakal jadi salah satu bagian dalam pementasan tari Calonarang. Tentu saja tidak sembarang orang bisa melakukan pertunjukan ini. Ia harus benar-benar siap dan bersih secara niskala.
Selain itu, demi keselamatan dan kelancaran acara, pihak penyelenggara harus melakukan ritual khusus demi meminta izin pada dewa yang berada di pura bersangkutan.
Pemeran Calonarang Alami Kesurupan
Tidak sembarang orang bisa memerankan Calonarang. Selain karena merupakan Pratima, sang pemeran harus kuat secara fisik dan mental lantaran bakal mengalami trance alias kerasukan. Nantinya akan ada dua orang berperan sebagai pangerancab (tukang tusuk). Mereka bakal menghujamkan keris ke perut rangda sebagai pertanda kekalahan sang janda.
Normalnya, pemeran rangda bakal kebal senjata. Namun pada sebuah pagelaran di Kabupaten Jembrana pada 2015 silam, terjadi kecelakaan sehingga sang pemeran benar-benar terluka akibat tusukan keris. Meski penyebab sebenarnya belum diketahui, menurut ketua upacara di pura bersangkutan, kecelakaan itu terjadi karena pementasan belum siap secara skala maupun niskala.
Pergeseran Nilai Akibat Perkembangan Pariwisata
Pariwisata mengubah begitu banyak wajah kebudayaan Bali, termasuk pertunjukan tari Calonarang. Belakangan, warisan budaya ini tak hanya dipentaskan saat upacara, namun juga pagelaran semacam Pesta Kesenian Bali.
Pada PKB 2019 ini, Drama Tari Calonarang digelar di salah satu area Taman Werdhi Budaya Denpasar. Meski memiliki alur ceritanya kurang lebih sama, sejumlah modifikasi dilakukan. Salah satunya adalah meniadakan watangan matah. Hal ini dilakukan untuk menghindari resiko-resiko niskala yang mungkin terjadi selama dan setelah pementasan.
Itulah sedikit gambaran mengenai Drama Tari Calonarang, sebuah pertunjukan budaya indah dengan balutan nuansa mistis. Bagaimana Teman Traveler, adakah di antara kalian yang tertarik menonton kala sedang berwisata di Bali? Next