Mojokerto dikenal kaya akan wisata sejarahnya, mulai dari candi sampai museum. Rupanya bukan hanya itu, Teman Traveler dapat kembali ke ‘masa lalu’ bila berkunjung ke Patirtan Jolotundo, sebuah kolam pemandian kuno di Mojokerto. Air di sini pun dipercaya memiliki tuah. Penasaran ingin mencoba juga? Simak dulu ulasan berikut.
Baca juga : Antapura De Djati Garut, Cafe Nuansa Pegunungan Ala Ubud Bali
Sejarah Patirtan Jolotundo
Patirtan Jolotundo terletak di lereng Gunung Penanggungan, tepatnya Desa Seloliman, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto. Tempat ini pada dasarnya merupakan sebuah kolam dengan ukuran 16 x 13 meter yang memiliki orientasi menghadap ke barat.
Patirtan Jolotundo berasal dari kata Jolo yang berarti air dan Tundo yang berarti bertingkat. Sehingga bila diartikan secara bebas, Jolotundo memiliki arti kolam dengan air yang keluar dari pancuran yang bertingkat – tingkat.
Patirtan atau petirtaan ini dibuat dengan memotong sebagian lereng barat Gunung Penanggungan. Di sudut Tenggara dan Timur Laut terdapat masing masing sebuah kolam kecil. Di atas kolam kecil terdapat bangunan yang memiliki struktur seperti candi yaitu semakin keatas semakin meruncing, yang menempel pada dinding belakang kolam.
Relief dan Prasasti di Patirtan Jolotundo
Seperti candi pada umumnya di sini juga memiliki relief yang bercerita tentang Ramayana. Ada pula 4 buah prasasti pendek dengan huruf Jawa kuno. Pertama, angka tahun 899 Saka di dinding atas sebelah kiri; kedua kata terbaca Gempeng di dinding atas sebelah kanan. Ketiga kata terbaca Udayana di sudut Tenggara; keempat kata terbaca Mragayawati di sudut Tenggara. Keempat inkripsi ini semakin melengkapi aspek sejarah Patirtan Jolotundo.
Para ahli sejarah berpendapat bahwa angka tahun 899 Saka menunjukkan tahun berdirinya Patirtan Jolotundo. Artinya saat itu Raja Udayana berusia 14 tahun. Bagai surga tersembunyi, keindahan bangunan candi sekaligus mata air yang menyatu dengan bangunan candi begitu menakjubkan.
Mandi dan Tirakat di Jolotundo
Patirtan Jolotundo dipercaya memiliki tuah. Maka dari itu pengunjung ada pula yang datang untuk tirakat di pendoponya, sehingga mereka tinggal untuk beberapa hari. Selain tirakat, mereka juga mandi di bagian kolam. Dulunya pada era Raja Udayana, kompleks Patirtan Jolotundo memang dijadikan kolam pemandian keluarga kerajaan Majapahit.
Bagian untuk mandi perempuan dan laki-laki dibedakan. Sisi kiri candi digunakan untuk pengunjung laki laki, sedangkan ruas kanan digunakan pengunjung perempuan.
Terdapat aturan saat mandi di sini yaitu tidak diperkenankan menggunakan sabun atau sampo. Bertujuan agar tidak mengganggu kelangsungan hidup para ikan yang tinggal di kolam penampungan. Hewan ini pun dikeramatkan. Sehingga penjung harus menghormati kearifan budaya lokal tersebut.
Air Zam-zam versi Indonesia
Patirtan Jolotundo disebut sebagai zam-zam versi Indonesia, sebab kadar kemurniannya setara dengan mata air di Makkah tersebut. Mata air di kolam ini pun dikelilingi bebatuan candi yang sekaligus berfungsi sebagai akuifer buatan. Dalam konteks hidrogeologi, akuifer merupakan suatu batuan yang memiliki kemampuan menyimpan dan mengalirkan air tanah dengan jumlah berarti.
Untuk memenuhi fungsi sebagai akuifer suatu batuan harus berpori dan berongga yang saling berhubungan. Sehingga dapat menyimpan dan membiarkan air bergerak secara alami. Dan batuan candi di Patirtan Jolotundo memiliki syarat tersebut. Hematnya, akuifer ini merupakan pompa alami yang meungkin air keluar di antara celah batuan candi.
Akses Menuju Patirtan
Saya menuju Patirtan Jolotundo mengikuti arahan Google Maps., akses jalan mulus. Tidak ada transportasi umum menuju lokasi. Harga tiket masuk Rp. 10.000an per orang. Dengan tiket mobil sebesar Rp. 5.000an. Wisata di Mojokerto ini buka 24 jam.
Demikian perjalanan saya di Patirtan Jolotundo Mojokerto. Sempatkan singgah ke sini saat liburan, ya. Next